Oleh Silvester Witin
Setahun sudah wabah pandemi Covid-19 merebak dan menjadi virus yang sangat ditakuti di Indonesia. Sejak merebak di Indonesia, virus ini membawa dampak yang luar biasa dan mempengaruhi sendi-sendi kehidupan, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan, serta pelbagai kehidupan lainnya. Terminologi Covid 19 (Corona Virus Disease 19) kini menjadi satu kata keramat yang selalu membekas di hati setiap insan dan memberikan kesan tersendiri bagi setiap orang saat ini.
Dalam konteks judul yang saya tempatkan dalam tulisan ini, hanya sekedar memberikan pemahaman sekaligus pencerahan paradigma berpikir bahwa sesungguhnya Covid-19 hendaknya dilawan dan diperhadapkan dengan Covit-21. Dalam bahasa Latin, kata Corona berarti mahkota. Mahkota itu sesungguhnya adalah simbol tradisional dalam bentuk tutup kepala yang dikenakan oleh raja, ratu atau dewa. Mahkota merupakan lambang kekuasaan, legitimasi, keabadian, kejayaan, kemakmuran dan kehidupan setelah kematian bagi pemakainya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Corona adalah hiasan kepala atau songkok kebesaran bagi raja atau ratu. Setiap kali kita mendengar atau menyebut kata Corona, pikiran kita langsung terarah pada virus atau penyakit. Ketika orang berbicara serta berdiskusi tentang Corona, hal muncul adalah ketakutan, kecemasan serta jaga jarak dan hindari kerumunan. Jadi, semacam ada nuansa kegelapan serta kehampaan hidup ini. Orang merasa takut, gelisah dan cemas. Orang teralienasi dari kerumunan, hidup sosial dan semangat persaudaraan dan kerjasama. Corona kini tidak lagi menjadi sebuah mahkota yang didamba dan yang akan diraih oleh setiap manusia tetapi dia akan menjadi sebuah kata keramat yang menakutkan.
Dalam sebuah kotbah yang disampaikan oleh seorang imam projo dalam sebuah perayaan penting, Romo Gius Lolan, Pr, Praeses Seminari San Dominggo Hokeng, memberikan pencerahan paradigma berpikir dengan mempertautkan kata Covid-19 dengan kata Covit-21. Menurutnya, para seminarista selalu diberi pemahaman untuk mengkontradiksikan Covid-19 dengan Covit-21. Menurutnya, setiap manusia di jaman ini mesti berperang melawan Covid-19. Kita mesti berjuang untuk melawan Covid-19 dengan hidup sesuai protokol kesehatan yang disarankan pemerintah dan agama.
Kita mesti merubah pola hidup lama yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya Covid-19 dan membangun sebuah habitus baru atau sebuah peradaban baru dengan cara yang baru sesuai protokol kesehatan dan himbauan-himbauan lain yang menyejukan hati. Peradaban baru itu mesti hidup dan mengakar pada hati dan pikiran setiap generasi muda, agar suatu saat nanti kita bisa meraih mahkota kehidupan atau Corona Vitae di tahun 2021 ini. Kita berusaha mengejar untuk menggapai Corona Vitae (mahkota kehidupan) dengan cara kita masing-masing, yaitu hidup bersih, teratur, saleh, taat pada ajaran agama, berbelarasa, solidaritas, dan taat pada kebajikan hidup sesuai ajaran agama dan kepercayaan kita.
Mari, kita lawan Covid-19 dan kita kejar dan gapai Corona Vitae (Covit-21), yang adalah mahkota kehidupan kita. Para siswa Seminari Hokeng kini sedang menghidupi sebuah habitus baru, mereka membuang jauh Covid-19 dan bertekad bulat untuk mengejar Covit-21 (Corona Vitae 21), yaitu menggapai mahkota kehidupan itu sendiri, dengan mempertahankan kebiasaan kebiasaan yang baik dan bermutu. Mari, kita memulai.(*)
Silvester Witin adalah Staf pengajar SMA Negeri 1 Larantuka.