Aksinews.id/Lewoleba – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lembata akhirnya menetapkan 3 (tiga) orang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kapal phinisi ‘Aku Lembata’ yang bersumber dari dana DAK Afirmasi Transportasi dari Kementerian Desa pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perhubungan Kabupaten Lembata Tahun Anggaran 2019.
Nama Sekda Lembata, Paskalis Ola Tapobali (POT) yang sempat ramai diperbincangkan bakal tersandung kasus dugaan korupsi pengadaan kapal phinisi, ternyata lolos. Dia tidak masuk dalam sangkaan Kejari Lembata.
Hanya tiga nama yang diumumkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lembata sebagai tersangka. Salah satunya adalah pengguna anggaran, yakni, PB, yang menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perhubungan Kabupaten Lembata per tanggal 11 Januari 2020 sampai dengan tanggal 11 Maret 2021.
PB menggantikan posisi Paskalis Ola Tapobali yang dilantik menjadi Sekretaris Daerah Kabupaten Lembata. Ia menjabat sampai dinas ini dimekarkan menjadi tiga dinas, yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Dinas Perumahan Rakyat dan Dinas Perhubungan. Saat dimekarkan ini, Dinas Perhubungan dipercayakan kepada El Mandiri sebagai pelaksana tugas Kepala Dinas sejak bulan April 2021 sampai Desember 2022.
Ketiga orang yang pernah memimpin Dinas, yang berkaitan dengan Perhubungan, dimintai keterangannya oleh penyidik Kejari Lembata. Ya, “Seluruh pengguna anggaran kita periksa hari ini, dan hadir hari ini (Kamis, 27 Oktober 2022),” tandas Kajari Lembata, Azrijal, SH., MH., kepada wartawan dalam konferensi pers, Kamis (27/10/2022) di lobi kantor Kejari Lewoleba.
POT menjadi Kadis per tanggal 5 Juli 2019 sampai dengan tanggal 10 Januari 2020; dilanjutkan PB per tanggal 11 Januari 2020 sampai dengan tanggal 11 Maret 2021; dan dilanjutkan EM pada bulan April 2021 sampai dengan Desember 2022.
Asal tahu saja, kucuran DAK Afirmasi Transportasi Kemendes RI senilai Rp. 2.508.056.000 terjadi pada tahun 2019. Ini pekerjaan tahun tunggal, yang sudah harus usai pada bulan Desember tahun 2019.
Kajari Azrijal menjelaskan bahwa pekerjaan dimulai sejak tanggal 5 Juli 2019 – 1 Desember 2019. Namun pekerjaan tersebut tidak dapat diselesaikan tepat waktu, dan PPK bersama penyedia bersepakat melakukan addendum sebanyak 4 (empat) kali. Yakni, Addendum penambahan waktu dan perubahan tahun anggaran hingga akhirnya pekerjaan tersebut diserahterimakan tanggal 12 Maret 2020 tanpa disertai dengan dokumen-dokumen kelengkapan kapal (Surat Ijin tersebut merupakan pekerjaan finishing dan menjadi bagian dari kontrak yang harus diselesaikan oleh Penyedia), serta dokumen dan uji berlayar, surat ukur, gros akta.
Atas keterlambatan pekerjaan tersebut, PPK hanya mengenakan denda keterlambatan kerja selama 21 (dua puluh satu) hari yang dihitung setelah tanggal 19 Februari 2020 sebesar Rp.52.413.900,00- (lima puluh dua juta empat ratus tiga belas ribu sembilan ratus rupiah) yang diperhitungkan pada saat pembayaran 90%.
Selanjutnya, jelas Kajari Azrijal, pekerjaan diserah terima akhir (FHO) pada tanggal 23 November 2021, dan pembayaran yang dilakukan 90% senilai Rp.2.121.515.000, dan sisa sebesar Rp.374.385.000 yang terdiri dari 10% untuk fisik pekerjaan dan 5% jaminan retensi.
Menurut Kajari Azrijal, dalam tahap penyidikan telah diperiksa sebanyak 33 orang saksi, 6 orang ahli, dan menyita beberapa dokumen terkait pengadaan Kapal Rakyat (DAK) Transportasi pada Dinas PUPRP Kabupaten Lembata Tahun Anggaran 2019, dan ditemukan beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak dan berdasarkan penghitungan kerugian Negara oleh Akuntan Publik terdapat kerugian keuangan Negara senilai Rp.700.595.100,00 (Tujuh Ratus Juta Lima Ratus Sembilan Puluh Lima Ribu Seratus Rupiah).
Penyidik Kejari Lembata menyimpulkan dan menetapkan 3 (tiga) orang tersangka atas nama MF selaku Pejabat Pembuat Komitmen, PB selaku Pengguna Anggaran, dan H.AM selaku penyedia yang saat ini sedang menjalani pidana di Lapas Kelas 1 Makasar dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UURI nomor 31 tahun 1999 Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Dua tersangka, MF dan PB langsung ditahan untuk 20 hari kedepan, yang dititipkan di ruang tahanan Polres Lembata. Sedangkan untuk tersangka H.AM tidak dilakukan penahanan karena sedang menjani pidana di lapas kelas 1 Makasar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Menjawab wartawan soal status pengguna anggaran saat pekerjaan ini diikat kontrak dengan pihak penyedia jasa, Kajari Azrijal dengan tegas menyatakan tidak cukup alat bukti untuk meminta pertanggungjawabannya secara hukum. “Sampai saat ini, penyidik berkesimpulan belum ada alat bukti untuk cukup untuk meminta pertanggungjawaban secara hukum atas pengguna anggaran atas nama POT maupun atas nama berinisial EM. Karena pertanggungjawaban pidana bisa diminta berdasarkan alat-alat bukti yang ada, perbuatan melawan hukum. Jadi saat siapa, bagaimana, ya itu yang kami ekspose dalam pemaparan kami,” tegasnya.
Toh begitu, ia tidak menampik bahwa kedepan bisa saja terjadi perubahan jika ditemukan alat bukti yang mendukung. “Pada prinsipnya penyidikan ini akan terus berkembang. Jangan kan dalam kuasa penyidikan, fakta persidangan pun bisa berkembang. Dalam perkara pidana itu, saat penyidikan, penuntutan, tidak tertutup kemungkinan ada perkembangan,” tandasnya.
Didesak wartawan soal peran POT terkait perubahan jenis kapal dari kapal rakyat menjadi kapal phinisi, Kejari Azrijal menolak berkomentar. “Itu memang nomenklatur dan sudah masuk dalam materi perkara. Kalau itu kami buka, itu akan mengganggu proses penyidikan. Mungkin nanti dalam proses persidangan akan terbuka dan apa itu beda dan bagaimananya itu dia,” tandasnya.
Saat didesak lagi soal bagaimana sampai terjadi perubahan dari kapal rakyat menjadi phinisi, Kajari Azrijal bersitegas untuk tidak bicara soal itu. “Kami mohon maaf, tidak bisa menjawab. Itu menjadi konsumsi materi perkara. Yang jelas, proses ini ditemukan ada kerugian negara berdasarkan alat bukti saksi dan ahli-ahli yang berkompeten dan dihitung oleh auditor independen yang kompeten. Dasar dari itu maka penyidik berkesimpulan ada yang diminta pertanggungjawaban secara hukum,” tegas Azrijal.(AN-01)