Aksinews.id/Lewoleba – Penjabat Bupati Lembata, Drs. Marsianus Jawa, M.Si meminta anak-anak muda Lembata agar belajar dari kekeliruan atau kesalahan para pendahulunya, yang selalu menyebarkan informasi minus tentang Lembata. Hendaknya itu tidak ditiru.
“Janganlah kamu mengulangi kesalahan yang sama. Beritakan di media sosial tentang sesuatu yang baik, hal-hal baik dari Lembata, maka kedepan Lembata menjadi lebih baik lagi. Itu yang saya mau sampaikan kepada adik-adik, anak-anak yang sangat saya cintai,” ucap Marsianus Jawa, saat menyampaikan pesan penutup kepada peserta diskusi bertajuk ‘Freinademetz dan Kiblat SVD di Lembata’ di pelataran Biara Soverdi, Bukit Waikomo, Kelurahan Lewoleba Barat, Lembata, Sabtu (28/1/2023).
Diskusi yang diselenggarakan seorang Frater TOP STFK Ledalero bersama OMK Paroki St. Arnoldus Jansen Waikomo itu menghadirkan tiga orang pembicara. Selain Marianus Jawa, hadir pula Contasia Karmelitas, S.Ag (Kepala Seksi Pendidikan Katolik pada Kantor Kemenag Lembata) dan Rektor Biara Soverdi Waikomo, Pater Frans Soo, SVD. Sedangkan, Ketua OMK SAJW, Servinus B. Tlupun,S.Fil bertugas sebagai moderator diskusi.
Di awal materinya, Marsianus Jawa mengaku kalau dirinya cukup mengenal biarawan-biarawan Serikat Sabda Allah (SVD). “Sejak di kampung saya, Maunori, Nagekeo, saya hanya mengenal pastor-pastor SVD. Nanti di Kupang baru saya kenal yang lain-lain termasuk imam projo. Dan, imam SVD itu yang saya tahu selalu tampil sederhana, apa adanya. Kita ketemu awal, dan ketemu lagi 10 tahun kemudian, ya masih sama saja. Kesederhanaan mereka luar biasa,” ujarnya.
Keteladanan Pater Josep Freinademetz yang menjalankan misi di Cina, dan juga pastor-pastor SVD di Lembata, menurut Marsianus Jawa, harusnya bisa diteladani oleh birokrat kita. “Tapi yang saya lihat sekarang, birokrat kita di Lembata belum sepenuhnya memberi hati untuk melayani rakyat. Kita belum sungguh-sungguh melayani masyarakat,” tandasnya.
Karenanya, Nus Jawa, begitu Marsianus Jawa akrab disapa, bertekad untuk mendekatkan aparat birokrat dengan pihak gereja. Ya, “(Birokrat) Yang katolik akan saya dorong untuk lihat gerejanya, terlibat dalam kegiatan-kegiatan di gereja. Begitu juga yang lain, yang islam coba lihat mesjidnya. Birokrat harus jadi tulang punggung gereja dan mesjid-mesjid di Lembata. Kita mulai dari Lewoleba,” ujarnya.
Dia mengisahkan bahwa dirinya selama berkarier di birokrasi selalu terlibat dalam urusan gereja. Ia bahkan menjabat Ketua Dewan Pastoral Paroki (DPP) di wilayahnya di Keuskupan Agung Kupang. Ya, “Saya sampai seperti ini juga berkat urus gereja. Kita harus bisa memberi diri untuk mengurus gereja. Mungkin itu juga bagian dari upaya silih dosa,” ujarnya, berkelakar.
Selain diskusi, penyelenggara kegiatan juga menggelar pameran arsip dan galeri ‘Jejak-Jejak Freinademetz’. Bahkan, pameran sudah dimulai sejak Jumat (27/1/2023), yang dibuka dengan ibadah sabda dipimpin Pater Frans Soo,SVD, dan dilanjutkan dengan pentaktaan Alkitab tua di arena pameran.
Tampak foto-foto Freinademetz sejak masih bersama keluarga, menjadi imam projo hingga pindah menjadi biarawan SVD dan berkarya di Cina, serta meninggal dan dimakamkan di tanah misi.
“Dia meninggalkan keluarga dan budayanya di Eropa, lalu hidup dan berkarya di Cina hingga menjadi orang Cina. Dia belajar bahasa dan budaya Cina agar bisa diterima, bahkan merubah namanya dengan nama Cina,” ungkap Pater Frans Soo, seraya menambahkan bahwa Pater Freinademetz selalu mengembangkan cinta kasih dalam membangun komunikasi dengan siapa saja.(AN-01)