Oleh : Robert Bala
Diploma Resolusi Konflik Asia Pasifik Universidad Complutense de Madrid – Spanyol
Wacana Presiden 3 periode masih tetap hangat. Melihat gaya memimpin Jokowi yang hampir ‘seng ada lawan’, orang terus gulirkan ide ‘presiden 3 priode’. Tetapi itu baru wacana. Di Lerek, Stanis Pelea Lajar (SPL) jadi Kepala Desa 3 periode. Hasil pemilihan 8 November mengantarnya menjadi Kepala Desa Lerek periode ke-3. Kog bisa ya?
Dari segi perolehan suara, sebenarnya SPL yang pernah jadi Kades 2001 – 2012 tidak mendaptakan kemenangan telak. Ia hanya menang dengan 31.44% atau 144 suara. Selisih tipis dengan Nikodemus Wua 28.60% (131 suara). Dua pasangan lainnya Marsel Pito + 20.52% (94 suara) dan Mateus Mangu 10.26% (47 suara).
Tetapi apapun perbedaan suara, yang jelas, SPL menjadi Kepala Desa Lerek untuk 6 tahun ke depan, melanjutkan 2 periode sebelumnya (2001 -2012). Yang jadi pertanyaan, mengapa ia bisa terpilih lagi dan apakah hal ini memberi sinyal juga untuk Jokowi?
Realitas politik di Lerek – Lembata tentu sangat kecil untuk bisa dipersandingkan dengan Jokowi. Ketercapaian SPL tentu tidak seperti Jokowi. Tetapi hal itu bersifat nyata. Masyarakat menyadari (dan terutama dibandingkan dengan 8 tahun setelah tidak menjabat), orang merasakan bahwa ada bukti nyata. Meski saat itu desa yang punya gunung Ile Adowajo (Ile Werun) belum menerima dana desa miliaran rupiah, tetapi dengan dana minimal, terbukti ada pembangunan.
Hal lain yang nyata adalah air. 30 tahun lalu, Lerek sangat kelimpahan air dengan mata airnya yang tidak pernah berhenti memberi air. Tetapi kekeringan melanda, maka Lerek menjadi desa yang paling menderita disbanding desa lain di sekitarnya. Desa lain karena terbiasa kekurangan air, maka mereka sudah punya bak penampung air hujan. Masyarakat harus mengeluarkan ratusan malah jutaan rupiah untuk mendatangkan air selama musim kemarau.
Pada sisi lain, aura perubahan di desan pun digulirkan. Ada harapan bahwa aura pilkades 2021, ada wakil orang muda dengan visi yang lebih ‘wow gitu’. Dalam pooling sederhana di FB, kelihatan masyarakat mendambakan pemimpin baru. Tetapi pemimpin yang diharapkan malah mundur.
Dari sana rakyat berpikir pragmatis. Bagi mereka calon yang ada memang OK, tetapi tidak terlalu ‘menggigit’. Hal itu mendorong beberapa orang yang kemudian menjadi timses untuk ‘memaksakan’ SPL jadi cakades. Sebuah pilihan yang sulit karena yang bersangkutan sejak awal memilih untuk tidak mencalonkan diri. Timses pun harus beberapa kali bertemu dengan SPL yang akhirnya baru mengatakan ‘ya’ di detik-detik terakhir. Timses pun mulai membaca peta kekuatan dan yakin bahwa dengan 4 calon yang sama-sama kuat (dan punya kekurangan), kalau benar-benar suara terbagi, maka SPL akan menang dan terjadi seperti yang diprediksikan.
Jokowi 3 Periode?
Terlalu sederhana dan dangkal menyandingkan SPL dan Jokowi. Tetapi tidak salahnya juga kalau dari hal kecil di desa kecil-terpencil bisa jadi biji yang menjadi pohon dan berbuah kemudian? Bisa saja.
Pertama, diyakini, arus untuk lebih mengutamakan ‘konstitusi’ (agar presiden hanya 2 periode) begitu kuat. Ditakutkan Indonesia akan dianggap dunia sebagai negara yang lemah karena arah bangsa ditentukan hanya oleh satu orang seakan tidak ada orang lain lagi. Tetapi yang tidak bisa dilupakan adalah prgamatisme politik. Yang dimaksud, rakyat akan melihat bahwa mengganti presiden dengan orang baru sehingga memenuhi ketentuan 2 periode itu baik, tetapi ketika panorama politik yang menjadi beban bagi negara ini terutama KKN dan kepentingan kroni yang begitu kuat, maka yang jadi pegangan adalah demi kepentingan bangsa.
Hal sederhana inilah yang terjadi di Lerek. Orang menghendaki pemimpin baru. Tetapi ketika melihat potensi yang ada, mereka berpikir ‘minus-malum’. Keempat calon itu punya kekurangan, tetapi kekurangan SPL masih jauh lebih kecil. Karena itu lebih baik masa depan ‘Lembah Lerek’ itu masih ‘mendingan’ di bawah SPL ketimbang calon lain (itu logika yang bisa terbaca).
Kedua, Jokowi bukan seorang yang super genius. Demikian juga SPL (di udik sana), lebih tidak lagi. Tetapi yang dilakukannya adalah kekuatan ‘mendengarkan’ dan mengeksekusi program yang menjadi kerinduan masyarakat. Maria Woli Henakin, seorang Ibu Rumah Tangga yang sangat getol ‘mendaur ulang SPL’ meyakini kekuatan mendengarkan dari SPL.
SPL adalah orang yang bersedia mendengarkan, menyerap aspirasi, dan melaksanakan dalam program nyata. Program air yang didatangkan dari sebelah bukit dengan ketinggian yang lumayan untuk sampai ke baik penampung di atas bukit merupaka kerja orang yang menangkap aspirasi. Setelah ide itu, banyak yang mencibir. Tetapi di tahun 2009, bak itu didirikan dan rakyat sempat menikmati air.
Ketiga, program yang menyapa dan menyentuh. Di Lerek yang ‘klurek’ (kecil), oleh bahasa setempat disebut ‘rendah’ (bisa juga kecil), SPL yang terpilih, hadir dengan program ATASSARE. Sebuah akronim yang dengan cepat meluas dan dikuasai oleh timses. Bagi mereka, Lerek ke depan harus Agamais (kerjasama Umat-Masyarakat), Transparan (dalam pengelolaan dana desa), Adil (pemerataan pembangunan), Sehat, Akal Budi (mendukung pendidikan bermutu), meRakyat (demokratis), dan Elok (indah).
Program sederhana ini, dalam ‘jangkauan musikus orang kampung, Rino Tolok menggubah lagu sepertinya untuk kampanye besar level Jokowi-Prabowo. Jadilah masyarakat yang ada yakin bahwa ketika mereka berhadapan dengan berbagai pilihan, pada akhirnya mereka harus memilih yang bisa membawa masyarakat jauh lebih baik.
Hal ini mengingatkan bahwa kalau masyarakat Indonesia mau agar Jokowi jadi presiden 3 periode, itu bukan karena mengultuskan pribadi. Mereka juga tidak sedang buta terhadap konstitusi. Tetapi yang mereka lakukan hanya karena program Jokowi itu menyentuh. Itu masalahnya. Mereka tahu bahwa ketika sesuatu menyentuh hati, maka apapun mereka lakukan agar impiannya itu berhasil.
Memang bertabrakan dengan konstitusi. Memang juga disadari bahwa ada orang-orang di sekitar Jokowi yang juga sedang memanfaatkan ‘ketulusan Jokowi’ untuk kepentingan pribadinya. Itu tentu saja ada. Tetapi apakah karena mereka yang ‘di pinggiran’ itu maka ‘utamanya’ (Jokowi) ditiadakan?
Ini pertanyaan refleksif. Tetapi selagi masih berpikir, Desa Lerek Lembata, sudah membuktikan bahwa SPL bisa jadi Kepala Desa 3 periode dan itu sudah terbukti Senin 8 November 2021. Dan Indonesia, dan Jokowi mungkin? Nanti kita lihat.(*)
Keterangan Foto: Kades Lerek terpilih, Stanis Pelea Lajar (SPL).