Aksinews.id/Lewoleba – Mantan juru bicara Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Dominikus Karangora adanya dampak lingkungan dari pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sudah diajukan Pemda Lembata. Pemda Lembata sendiri sudah mengajukan dana pinjaman PEN senilai Rp 225 miliar.
Pemerintah, kata Dominikus, hendak meminjam dana PEN dengan tujuan membangun infrastruktur karena sejak lima tahun lalu Lembata tidak membangun infrastruktur secara baik.
Selama ini anggaran besar mengalir ke pariwisata yang sampai saat ini tidak membuahkan hasil baik pula sesuai dengan besaran anggaran yang dikucurkan.
Kata dia, kebijakan yang keliru ini membuat masyarakat Lembata hari ini mengalami kesulitan dalam hal akses dari kota ke desa maupun sebaliknya.
Untuk itu pemerintah seharusnya mengubah kebijakan yang keliru itu dengan mulai membangun infrastruktur.
“Namun yang harus dipahami adalah, dibalik sebuah proyek infrastruktur selalu berdampak pada lingkungan hidup sebab materialnya berasal dari alam”, tandas aktivis lingkungan ini di Lewoleba, Rabu (10/11/2021).
Atas dasar ini, dalam pembangunan penting untuk menjaga keseimbangan antara ekonomi dan ekologi.
Dengan adanya pinjaman PEN ini maka akan terjadi pembangunan massal. Pembangunan massal membutuhkan material yang sangat banyak.
Pertanyaannya, kata Dominikus, dari mana material itu berasal ? Lembata merupakan pulau kecil sehingga ruang gerak terbatas. Bagi dia, pemerintah tidak boleh melakukan sebuah pembangunan secara massal karena akan berdampak tehadap lingkungan.
“Selama ini masyarakat selalu menolak pembangunan yang sifatnya massal karena dampaknya begitu besar. Hutan kita ditebang, tanah kita dikeruk lalu tiba musim hujan dengan intensitas yang sangat tinggi maka banjir bandang bisa terulang kembali mengingat lingkungan kita mengalami krisis daya dukung dan daya tamping”, paparnya.
Dia berujar pinjaman PEN ini belum dikaji secara baik dan tidak pernah dikonsultasikan ke masyarakat. Padahal di Lembata baru terjadi bencana banjir bandang yang memakan korban begitu banyak. Kebijakan ini menurutnya seolah sedang mengundang bencana.
“Dan ini kejam karena kebijakan ini seolah memberikan ini pesan bahwa nyawa manusia tidak penting”, tegasnya.
Membangun infrastruktur itu keharusan, tapi tidak dengan cara massal seperti itu. Kenapa tidak membangun secara bertahap? Padahal kabupaten lain sudah membangun infrastruktur yang baik tanpa menggunakan pinjaman.
“Begitupun kualitas pekerjaan yang buruk akan mempengaruhi kondisi lingkungan kita karena infrastruktur yang cepat rusak membutuhkan waktu yang cepat pula untuk mengeruk lagi dari alam”, papar Dominikus.
“Dengan adanya proyek massal maka kita akan sulit mengontrol kualitas pekerjaan. Berangkat dari pengalaman bahwa satu pekerjaan saja sulit dikontrol apa lagi yang sifatnya massal”, tambahnya.
Bencana yang terjadi berturut-turut di Ile Ape baginya harus menjadi pelajaran penting bagi kita semua termasuk bagi Bupati Lembata mengingat masyarakat penyintas masih hidup dengan kondisi ekonomi yang porak-poranda dan masih memikul beban psikologi.
“Momentum hari pahlawan ini sudah dirayakan sejak dahulu sehingga keinginan menjadi pahlawan dimiliki hampir semua orang termasuk kepala daerah”, katanya.
“Dalam pembangunan pun kadang ada yang tampil seperti pahlawan padahal secara politik etis, pembangunan bukan ajang unjuk gigi sebagai seorang pahlawan”, ujarnya.
Menurutnya pembangunan bukan ajang pencitraan sehingga menutupi kegagalan dengan cara meminjam untuk pembangunan massal.
Sementara itu, diperoleh informasi bahwa Pemerintah Kabupaten Lembata hampir pasti akan mendapatkan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 225 Miliar dari pemerintah pusat melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Persero.
Sekda Lembata, Paskalis Ola Tapobali, mengatakan, penandatangan MoU ini akan dilakukan dalam waktu dekat. “Informasi yang kami dapat pagi ini kemungkinan besar penandatanganan MoU akan dilakukan diantara tanggal 15-20 November, minggu depan ini”, kata Paskalis di kantor DPRD Lembata, Selasa (9/11/2021).
Dia menjelaskan, Pemda Lembata sudah merevisi kerangka acuan dan melengkapi semua dokumen administrasi untuk memenuhi syarat dari PT SMI.
Pinjaman sebesar Rp 225 Miliar dengan bunga sebesar 6,19 % dan jangka waktu 8 tahun ini seluruhnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur jalan di Kabupaten Lembata.
Setiap tahun Pemda Lembata harus mengembalikan pokok pinjaman dan bunga sebesar Rp 32 Miliar dari pinjaman PEN ini.(*/AN-01)
Artikel ini telah tayang di Pos-Kupang.com dengan judul Aktivis di Lembata Ingatkan Dampak Pinjaman PEN Terhadap Lingkungan, https://kupang.tribunnews.com/2021/11/11/aktivis-di-lembata-ingatkan-dampak-pinjaman-pen-terhadap-lingkungan