Aksinews.id/Jakarta – Tindakan petinggi Bea Cukai Kualanamu, Sumatera Utara, untuk memeriksa pegawai Milenial Bea Cukai yang membongkar kebobrokan di instansinya dinilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sejalan dengan komitmen Bea Cukai. Sebab, Bea Cukai sudah berjanji menerapkan whistleblowing system (WBS).
WBS adalah mekanisme penyampaian pengaduan dugaan tindak pidana tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi yang melibatkan pegawai dan orang lain yang dilakukan dalam organisasi tempatnya bekerja, dimana pelapor bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya.
Dikabarkan, pegawai milenial Bea Cukai Kualanamu diperiksa internalnya usai menyebarkan borok instansi. Sang pegawai milenial itu menyampaikan surat terbuka berisikan permainan kotor di instansinya itu.
Namun, pembongkaran itu berakhir dengan pemanggilan dari pihak internal. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai pemeriksaan itu tidak sesuai dengan janji whistleblowing system (WBS).
Ya, “Pemanggilan yang dilakukan oleh seksi kepatuhan internal Bea Cukai Kemenkeu sangat tidak sesuai dengan semangat WBS (whistleblowing system) yang telah dijalin dengan KPK,” ungkap Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron melalui keterangan tertulisnya, Minggu, 26 Maret 2023.
Ghufron mengatakan KPK dan Bea Cukai sudah berjanji untuk menerapkan whistleblowing system. Seharusnya, pegawai yang mengadukan dugaan korupsi atau borok instansi wajib dilindungi, bukan dipermasalahkan secara internal.
“KPK berharap tindakan unit Kepatuhan Internal Kemenkeu tersebut bertujuan untuk mencari dan menentukan kebenaran dari apa yang disampaikan oleh insan yang menamakan diri Bea cukai milenial tersebut,” ucap Ghufron.
KPK berharap aduan pegawai milenial itu tidak dibungkam oleh internal Bea Cukai Kualanamu. Surat terbuka yang berisikan borok itu diharap bisa menjadikan momen pemberantasan korupsi.
“Sekali lagi mari kita jadikan momentum ini untuk memperbaiki, bukan malah berjalan mundur menutup penyimpangan, dan setiap kebenaran yang diungkapkan harus ditindaklanjuti dengan semangat untuk menyelesaikan dan memperbaiki bukan menghukum yang mengungkapkan kebenaran,” ujar Ghufron.
KPK juga menegaskan bakal memasang mata dalam pemanggilan pegawai milenial tersebut. Kejadian itu bakal dijadikan atensi. “KPK sangat memperhatikan hal ini dan akan memonitor terus progresnya,” tegas Ghufron, seperti dikutip medcom.id.
CNN Indonesia melaporkan, sebuah surat mengatasnamakan pegawai milenial Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kualanamu, Sumatera Utara buka-bukaan soal sejumlah pelanggaran dan ‘kenakalan’ oknum di direktorat tersebut selama periode Januari-Desember 2022 silam. Surat itu diunggah dan dibagikan oleh akun media sosial Twitter @PartaiSocmed. Kenakalan oknum Direktorat Bea dan Cukai itu dilakukan pejabat secara nasional mulai dari pejabat fungsional PBC Ahli Pratama, eselon IV hingga eselon III.
“Izinkan kami mewakili millenial BC dari KPPBC TMP 8 Kualanamu menyampaikan informasi kepada publik yang selama ini ditutup-tutupi oleh pihak pejabat BC mulai dari eselon 3 (Kepala KPPBC) hingga eselon 2 (Kepala Kantor Wilayah dan Direktur di KP DJBC) terkait isu nasional atas pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif oleh direktorat kami selama periode Januari s.d Desember 2022,” bunyi bait pertama surat terbuka tersebut, dikutip dari detik.com, Jumat (24/3/2023).
Mereka merinci kenakalan salah satunya berkaitan dengan aturan pembebasan US$500 atau setara Rp7,6 juta (kurs Rp 15.200 per dolar AS) terkait Pemberitahuan dan Pendaftaran International Mobile Eguipment Identity (IMEI) atas HKT dalam Pemberitahuan Pabean.
Surat tersebut mengatakan oknum pejabat dari berbagai level malah memanfaatkannya dengan menentukan biaya sesukanya. “Sesuai data (terlampir) yang kami dapat dari teman-teman unit pengawasan (PZ) BC Kualanamu ternyata ada Instruksi Khusus dari Direktorat P2 Pusat yang menyatakan bahwa ada anomali dan kecurangan yang terindikasi adanya kerugian negara, di mana harga yang ditetapkan pejabat Bea Cukai setingkat level menengah (Fungsional PBC Ahli Pertama) menetapkan sesuka hatinya atau sesuai pesanan,” lanjut surat tersebut.
“Yang lebih parah lagi, pejabat atasannya (eselon IV dan eselon III) melindungi hal tersebut karena lebih mementingkan menjaga nama baik demi predikat WBK-WBBM yang kami dapat daripada mengambil tindakan tegas,” tambah mereka.
Mereka mengatakan kejadian ini telah diketahui oleh kepala kantor wilayah. Namun tindak tegas tidak dilakukan dengan dalih demi menjaga nama baik institusi. Bahkan, surat tersebut juga mengklaim kejadian serupa tidak hanya terjadi di lingkungan Kantor Wilayah DJBC Sumatera Utara.
“Berdasarkan info yang kami dapat ternyata hal tersebut tidak hanya terjadi di lingkungan Kantor Wilayah DJBC Sumatera Utara malah ternyata pelanggaran tersebut terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif di seluruh Indonesia karena ternyata sebelumnya eselon II (Direktur di Kantor Pusat DJBC) telah berkoordinasi ke daerah untuk mengkondisikan hal tersebut agar tidak melebar kemana-mana cukup ditutupi,” tulis surat tersebut.
Sementara itu, Akun @PartaiSocmed mengatakan dalam lampiran surat terbuka yang diakuinya didapat dari orang dalam, terdapat dua file. File pertama berisi daftar lengkap 13.652 data penumpang yang registrasi IMEI di Kualanamu, petugas yang meregistrasi, dan informasi lainnya. “Kami tidak bisa memposting lengkap karena ada nomor IMEI yang beresiko kena UU ITE jika diposting,” kata akun tersebut.
Menurutnya, yang membuat data tersebut semakin menarik ialah pada data tersebut banyak HP Iphone, dengan nomor depan IMEI angka 3, yang didaftarkan sebagai Android alias nomor depan IMEI angka 8.
Terkait hal itu, akun tersebut berasumsi bahwa modus yang dilakukan oknum ialah dengan mendaftarkan Iphone mahal penumpang yang mau bekerja sama sebagai merek Android yang murah, sehingga cukai yang harusnya masuk ke kas negara berubah jadi nol.
“Aturan pembebasan US$500 (Rp7,6 jutaan) itu berarti jika harganya lebih kecil atau sama dengan Rp7,6 juta tidak kena pajak, lebih dari itu kena. Modus fraudnya kira-kira begini, Iphone yang harganya Rp24 juta dicatatkan sebagai Android murah dengan harga Rp3 juta, bebas pajak tapi bayar petugas,” lanjut akun tersebut.
Akun tersebut juga menyebutkan biaya yang harus dibayarkan kepada petugas untuk ‘memurahkan’ bea masuk Iphone sekitar Rp800 ribu hingga Rp1 juta per unit. Lebih murah dibanding yang harus dibayar ke negara, yakni sampai Rp5 jutaan. “Tapi jika dari 13 ribuan data tersebut, 10 persennya saja dibuat laporan abal-abal, maka oknum-oknum tersebut dapat Rp800 ribu x 1.300 per bulan!,” lanjutnya.
Tidak hanya itu. Akun @PartaiSocmed mengatakan pihaknya juga memperoleh bocoran nota informasi Kepala Subdirektorat Intelijen beserta lampirannya yang isinya mengkonfirmasi kebenaran surat Milenial Bea Cukai tersebut. Pihaknya juga memperoleh data Kanwil-Kanwil Bea Cukai dengan jumlah registrasi IMEI antara Januari hingga September.
“Dari beberapa nama yang dianggap terlibat dalam aksi fraud yang merugikan negara tersebut hanya satu pegawai yang diberi sanksi, itu pun cuma berupa teguran tertulis. Itulah mungkin yang mendorong milenial Bea Cukai membuat surat terbuka karena kesannya ada upaya saling melindungi,” pungkasnya.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto yang diminta tanggapan atas masalah itu mengatakan pihaknya sedang menyelidiki kebenaran surat tersebut. “Yang jelas lagi didalami isi surat tersebut,” katanya, dikutip dari CNNIndonesia.com. Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus mengatakan, Kementerian Keuangan masih memberikan kesempatan kepada Ditjen Bea dan Cukai menginvestigasi masalah tersebut. “Kita beri kesempatan DJBC melakukan investigasi di lapangan terkait kebenaran hal tersebut,” katanya.(*/AN-01)