Aksinews.id/Jakarta – Ini sikap PDI Perjuangan dalam penetapan calon presiden (capres) yang akan diusung dalam Pilpres 2024 mendatang. PDIP dipastikan akan menetapkan capres yang berpotensi memenangkan pertarungan. Sangat tidak mungkin partai pemenang pemilu 1999 itu mengajukan capres yang diperhitungkan bakal kalah.
Hal itu ditegaskan Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira saat menanggapi survei Indo Barometer yang dikutip dari Youtube Indo Barometer di Jakarta, Kamis (23/3/2023). Dia menegaskan, partainya tentu akan mengusung capres yang berdasarkan perhitungan mampu memenangi Pemilihan Presiden 2024.
“Dalam proses pencapresan, yang pasti PDIP mencalonkan dengan menghitung untuk menang, tidak ada dalam kamus mengusung untuk kemudian dengan hitungan kalah,” tegas Andreas.
Anggota Komisi X DPR itu pun sepakat dengan teori yang disampaikan Direktur Eksekutif Indo Barometer William Riker bahwa partai politik (parpol) cenderung mendukung capres yang berpeluang menang. “Saya kira partai yang rasional, partai akan mendukung untuk menang,” ujarnya.
Dia menuturkan, dalam pilpres, tentu harus banyak aspek yang dipertimbangkan. Begitu juga halnya PDIP, kata dia, mempertimbangkan antara lain calon diusung adalah kader yang berpeluang menang, dan mampu membawa aspirasi ideologi partai jika menang.
Selain itu, menurut Andreas, kader yang dicalonkan juga harus mampu menjawab persoalan bangsa. Figur yang diusung juga dapat melanjutkan program yang sudah dijalankan oleh Presiden Joko Widodo.
“PDIP mempertimbangkan tentu menang, menang dengan capres kader kemudian bagaimana kader itu ke depan membawa aspirasi ideologi dan bagaimana kader itu menjawab persoalan bangsa ini dan bagaimana melanjutkan program yang sudah dijalankan oleh Pak Jokowi, aspek-aspek itu akan jadi pertimbangan,” ujarnya.
Namun, yang paling penting, kata Andreas, penentuan capres PDIP merupakan hak prerogatif Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Sebagaimana disampaikan Qodari, kata Andreas, saat ini Megawati menjadi salah satu pemegang variabel konstelasi final Pilpres 2024.
“Tentu kalau di PDIP semua tahu ya faktor Ketum preorogatif itu sangat menentukan, banyak kawan-kawan partai lain juga menunggu apa yang akan diputuskan Ketum PDIP. Karena itu akan menentukan komposisi capres kemudian juga bagaimana konstelasi pencapresan ini ke depan,” ujar Andreas, sebagaimana dilansir republika.co.id.
Duet Prabowo-Ganjar
Sementara itu, pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno mengatakan, duet Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bisa saja terjadi pada Pemilu 2024. Ini disampaikan menanggapi pernyataan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto bahwa apapun masih bisa terjadi Pilpres 2024, termasuk terbentuknya duet tersebut.
Menurutnya, jika duet itu bisa terwujud dipastikan merupakan kesepakatan antara tiga king maker. Yakni, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo.
“Jadi pernyataan Pak Hasto menegaskan bagi saya di 2024 apapun bisa terjadi. Kalau duet Prabowo-Ganjar terwujud ya tentu pastinya hasil kesepakatan Megawati dengan Prabowo dan Jokowi,” ujar Adi sebagaimana dilansir Kompas.com.
“Ini kan tiga king maker yang sangat bisa menentukan soal siapa yang bisa berduet. Apakah Prabowo-Ganjar, atau Ganjar-Prabowo. Kan itu-itu saja,” lanjutnya.
Adi menjelaskan, Ganjar Pranowo merupakan kader PDIP yang mana soal pencapresan masih menunggu restu Megawati.
Di sisi lain, Jokowi juga terlihat memiliki kecenderungan politiknya kepada Ganjar. “Begitu pun dengan Prabowo Subianto. Hikmah positifnya mungkin kalau betul pasangan Prabowo-Ganjar ini direstui, bisa maju di 2024, hasil dari beberapa simulasi survei memang cukup leading pasangan ini,” jelas Adi.
Dia pun menilai sosok Ganjar dengan Prabowo bisa saling melengkapi dari sisi elektabilitas. Adi mencontohkan, elektabilitas Prabowo lemah di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kelemahan itu dapat ditutup oleh elektabilitas Ganjar yang kuat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kemudian, elektabilitas Ganjar lemah di Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten. Kondisi ini bisa ditutupi oleh elektabilitas Prabowo di ketiga daerah.
“Makanya pasangan ini kuat, sangat kuat gitu ya, dan sangat memungkinkan untuk pertarungan politik. Yang paling rumit memang bagaimana sikap politik PDIP dengan usulan duet Prabowo-Ganjar itu. Apa pun judulnya ya PDIP pemenang pemilu,” ungkap Adi.
“Ganjar elektabilitasnya lebih kuat dari Prabowo. Pada level itu tentu agak rumit cara menjelaskannya tapi kan kalau elite bersepakat, sudah berkongsi ya selesai semua urusan,” tambahnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menganggap wajar munculnya wacana menduetkan Prabowo Subianto dengan Ganjar Pranowo di Pilpres 2024. Wacana itu, salah satunya dimunculkan oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo.
“Itu kan satu wacana. Boleh dong wacana muncul. Ketika Pak Hashim ditanya, itu (Prabowo-Ganjar) prinsip senioritas,” kata Hasto menjawab pertanyaan awak media di Universitas Paramadina, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Hasto menjelaskan, apabila menggunakan prinsip senioritas, maka bisa saja muncul wacana lainnya. Misalnya, jelas dia, memasangkan Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo. Karena, tambah Hasto, Megawati lebih senior daripada Prabowo dalam hal politik.
“Lalu ada teman saya bilang, kalau prinsipnya senioritas ada juga misalnya Megawati-Prabowo. Itu kalau prinsip senioritas. Tapi sebagai sebuah analisis ya itu sah-sah saja,” ungkap Hasto.
Akan tetapi, Hasto mengingatkan bahwa PDIP memegang instruksi Megawati soal pencapresan. Bagi PDIP, instruksi itu adalah mengusung kader internal sebagai capres bukan calon wakil presiden (cawapres).
Instruksi Megawati, terang Hasto, tak lepas dari kemenangan PDIP dalam Pemilu dua kali berturut-turut. “Sebagai partai yang dipercaya rakyat menang pemilu dua kali, tentu saja kami punya target menetapkan calon presiden dari kader internal PDI Perjuangan,” katanya.(*/AN-01)