Aksinews.id/Lewoleba – Aktivis Sayap Kasih dari Tomohon, Sulawesi Utara, langsung terjun ke kampung-kampung di Kabupaten Lembata, NTT, menemui para difabel atau penyandang disabilitas, tanggal 4 – 6 Maret 2023. Mereka memandang perlu mendirikan rumah rehabilitasi difabel di Kabupaten Lembata.
Ya, “Dari awal homevisit, kami menemukan bahwa sangat banyak klien yang membutuhkan rumah rehabilitasi bagi teman-teman difabel yang produktif. Hal ini menurut kami penting karena dari hasil assessment kami di lapangan bahwa hal yang perlu dan harus segera dibuat ialah rumah rehabilitasi bagi para difabel,” tandas Sayap Kasih dalam rilisnya yang diterima redaksi, Selasa (7/3/2023) di Lewoleba.
“Hal ini penting mengingat teman-teman difabel di Kabupaten Lembata rata-rata sangat produktif dan hal ini bisa menjadi basis dari terbentuknya UMKM berbasis difabel. Dimana UMKM berbasis difabel ini bisa menjadi jantung kehidupan bagi teman-teman difabel,” imbuh Sayap Kasih.
Sayap Kasih merupakan sebuah lembaga atau NGO/organisasi sosial yang bergerak di bidang disabilitas. Organisasi ini bertempat di Kota Tomohon, Sulawesi Utara. Sayap Kasih Foundation sendiri berada di bawah naungan Yayasan Manuel Runtu yang lokasinya tidak jauh dari Sayap Kasih sendiri.
Yayasan yang membawahi Sayap Kasih sendiri, saat ini diketuai oleh putra daerah asal Desa Merdeka, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata, Br. Marianus Manuk BTD.,SP. Yayasan dan Sayap Kasih Foundation sendiri mempunyai program layanan yang menyasar teman-teman difabel sampai ke pelosok pedalaman daerah Sulawesi Utara dan sekitarnya. “Dari awal kami memulai kegiatan kami ini hampir 1000 lebih teman-teman difabel yang kami bantu,” sebut Sayap Kasih.
Sayap Kasih Foundation sendiri bergerak secara khusus untuk membantu teman-teman disabilitas daksa complex. Saat ini, Sayap Kasih Foundation mempunyai 2 (dua) program layanan luar, yakni homevisit dan homecare. Homevisit membantu secara keseluruhan aspek baik ekonomi sampai pada layanan medis serta pemberdayaan. Sedangkan homecare hanya membantu secara aspek medis.
Layanan ini sedang dikembangkan ke titik pedalaman daerah Sulawesi Utara. “Saat ini kami memiliki beberapa mitra kerja yang mendukung kegiatan dari Sayap Kasih Foundation sendiri, yakni Kementrian Sosial RI, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado, Fakultas Kedokteran Disabilitas St. Luke University Japan, Fakultas Fisioterapi University of Breda Belanda, Fakultas Keperawatan jurusan Fisioterapi Univ Katolik Dela Sale Manado, Fakultas Keperawatan Poltekes Sorong, Fakultas Keperwatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Gunung Maria Tomohon, Sekolah Tinggi Ilmu Kesejahteraan Sosial Manado dan beberapa universitas lainnya serta lembaga-lembaga sosial lainnya yang berada di Indonesia,” jelas mereka.
Kondisi difabel di Lembata, jelas mereka, diperoleh dari Bruder Marianus selaku ketua yayasan saat berlibur ke Lembata beberapa waktu lalu. “Beliau juga melakukan kunjungan atau visitasi ke rumah-rumah terdekat dari para teman-teman difabel dan menurut penuturan dari Bruder Marianus sendiri bahwa terdapat banyak teman-teman difabel yang berada di Kabupaten Lembata yang belum terjamah dan belum mendapatkan akses dalam kehidupan yang lebih layak,” ungkap mereka.
Hal ini semakin dikuatkan juga pada saat bertemu dua aktivis Forum Peduli Kesejahteraan Difabel dan Keluarga (FPKDK), Ramzi Langoday, Fince Bataona dan Yustina Kolin. “Terdapat sekali banyak teman-teman difabel di Kabupaten Lembata. Oleh karena data yang kami terima dari forum bahwa terdapat banyak teman-teman difabel maka pada rapat tim Sayap Kasih Foundation kami memutuskan bahwa sebagian dari layanan kami akan kami salurkan di Kabupaten Lembata sesuai dengan data yang kami terima,” jelas mereka.
Alhasil, tanggal 1 Maret 2023 kami tim Sayap Kasih Foundation berangkat dari Manado menuju Lembata. Tim ini terdiri dari Br. Marianus BTD, SP (ketua Yamaru Indonesia), Br. Bona BTD (Direktur Sayap Kasih Foundation), Sr. Sisilia DSY. A.Md.FT, Ibu Ivon Watulangko A.Md.T, Mbak Justi Aresta, dan Wildi Tundo.
“Pada hari pertama kami tiba di Kabupaten Lembata, kami melakukan rapat terbatas bersama tim dari FPKDK yang diketuai oleh Kak Ramzi dan Kak Fince. Setelah selesai rapat pada hari pertama, esok harinya tanggal 4 Maret, kami langsung melakukan homevisit bersama tim dari FPKDK sampai dengan tanggal 6 Maret, kami berada di lapangan untuk bertemu teman-teman difabel,” papar mereka.
Dijelaskan, dalam kegiatan homevisit yang ditemukan sangat banyak teman-teman difabel yang masih mendapat stigmatisasi yang sangat-sangat keliru dan juga kurang mendapat perhatian.
“Dari awal homevisit, kami menemukan bahwa sangat banyak klien yang membutuhkan rumah rehabilitasi bagi teman-teman difabel yang produktif. Hal ini menurut kami penting karena dari hasil assessment kami di lapangan bahwa hal yang perlu dan harus segera dibuat ialah rumah rehabilitasi bagi para difabel,” imbuh Sayap Kasih.
Menurut mereka, teman-teman difabel di Kabupaten Lembata rata-rata sangat produktif dan bisa menjadi basis dari terbentuknya UMKM berbasis difabel. “Dimana UMKM berbasis difabel ini bisa menjadi jantung kehidupan bagi teman-teman difabel,” tandas mereka.
Selain itu, lanjut Sayap Kasih, dengan adanya rumah rehab bagi teman-teman difabel, maka secara tidak langsung teman-teman difabel juga tidak merasa sendiri dan terasing serta teman-teman difabel juga merasa diperhatikan dan mempunyai akses kedunia kesehatan, politik dan lain sebagainya.
“Rumah rehab ini penting untuk dilaksanakan sebab hal ini juga mengacu pada UU no. 19 tahun 2011 yang isinya seputar penyebaran pandangan jika para PD harus dianggap setara dengan masyarakat lainnya. Tak hanya itu UU 8 tahun 2016 pun demikian,” jelas Sayap Kasih.
Oleh sebab itu, lanjut mereka, hemat kami rumah rehab merupakan bagian yang bisa membantu teman-teman difabel yang berada di Kabupaten Lembata dan hal ini perlu direaliasasikan.
Sayap Kasih juga menemukan 13 tipe disabilitas yang ada di Lembata. Yakni, Cerebral palsy (CP/Kelainan fungsi otak), Paraplegia (Kelemahan pada semua anggota gerak atas dan bawah), penyakit Hirschsprung (Megakolon congenital/kelainan bawaan berupa tidak adanya ganglion pada usus besar mulai dari sfingter aniinterna ke arah proksimal termasuk rectum, dengan gejala klinis berupa gangguan pada pasase usus. Dalam bahasa sederhana tidak mempunyai anus/rectum untuk bab), CP tipe Spastik (Cerebral palsy : kelainan fungsi otak/kaku), CP dengan MonoplegiaI (Kelainan otak dan gangguan anggota gerak bawah), Amputasi kaki dengan myodesis (Amputasi kaki bagian bawah), Spinal stenosis / spinal cord injury (Penyempitan/kerusakan yang terjadi pada saraf tulang belakang), Retardasi mental (kemuduran mental), Skoliosis dan Anggota gerak atas dan bawah (Kelainan atau gangguan tulang punggung), Tortikolis (Gangguan pada leher, Mata juling), buta, CP dengan kretinisme, bisu dan tuli.
“Rata-rata semua klien PD yang kami temukan merupakan Klien PD dengan tunadaksa serta dari 30-an yang kami layani semua merupakan PD dengan daksa dengan berbagai diagnose yang diidap atau dialami, dan hasil ini belum termasuk dengan penyakit yang diidap oleh penderita PD,” papar Sayap Kasih dalam rilisnya.
Rencananya, hari ini tim Sayap Kasih ditemani FPKDK akan menemui penjabat bupati Lembata, Drs. Marsianus Jawa, MSi guna membicarakan dukungan Pemda dalam menangani difabel.(AN-01)