Senin, 05 September 2022
Kol.1:24-2:3 ; Luk.6:6-11
Pekan Biasa XXIII
“Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat? Menyelamatkan orang atau membinasakannya?” (Luk.6:9)
Yesus tergerak hati melihat beban sakit yang diderita seorang saudara yang mati sebelah tangannya. Yang butuh sentuhan kasih supaya sembuh. Di mata Yesus, kesembuhan si sakit lebih berarti dari hal apapun. Maka Ia berkata, “ulurkan tanganmu”. Lalu sembuhlah dia.
Si sakit bersukacita. Tapi Orang Farisi marah. Karena hari itu hari Sabat. Seolah Yesus tak menghargai hari Sabat. Tetapi Yesus mengajak mereka supaya menilaiNya secara bijak. Apa yang pantas dibuat pada hari Sabat? Berbuat baik, atau berbuat jahat?. Jika diriNya melanggar karena melakukan kejahatan, Ia pantas dipersalahkan. Tetapi jika Ia melakukan suatu kebaikan, mengapa mesti dipersalahkan?
Sabat memang hari Tuhan. Hari doa. Tetapi juga hari kasih dan berbagi berkat. Tidak bisa hanya doa. Lalu diam tanpa rasa peduli. Membiarkan sesama yang menderita, sakti, dalam kesulitan, tanpa mengulurkan tangan menolongnya.
Kita sering berhadapan dengan orang yang lagi sakit, yang menderita, yang ditimpa musibah, atau didera kesulitan. Kadang mereka beranikan diri datang meminta bantuan. Tetapi lebih banyak yang mengharapkan pertolongan dalam diam. Orang atau peristiwa yang kita jumpai, sebenarnya adalah undangan Tuhan untuk berbelarasa dan bersolider.
Sikap belarasa Yesus, mengajak kita, agar selalu membuka mata dan hati. Peka melihat dan peduli. Belas kasih bukan cuma kata kasihan. Ia mesti terlihat dan dirasakan dalam tindakan nyata. Iman harus berbuah dalam perbuatan kasih yang nyata, demikian kata St. Yakobus.
Janganlah bimbang. Membatasi kebaikan dan kemurahan hati hanya karena takut dipersalahkan. Jangan pula menunda, karena alasan sibuk. Tak ada waktu. Ingat, kesempatan berbuat baik Tuhan hadirkan sesekali dan akan berlalu. Jika kita mengabaikannya, yang tersisa hanyalah penyesalan.
Tuhan memberkati. SALVE. ***
RD. Wens Herin
Amin… thanks tuan.