Dies natalis Seminari San Dominggo (Sesado) Hokeng kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Selama sepekan (8 – 13 Agustus 2022), Kamil Inglan, CEO Tyas Militya Study/Trainning and Motivation, hadir untuk menganimasi dan memberi spirit kepada segenap warga komunitas Sesado atas cita-cita besar mereka yang telah dituangkan dalam rencana strategis Sesado.
Menurut Rektor Seminari Hokeng, RD Georgius Harian Lolan, perbedaan ini menjadi sebuah aksentuasi baru yang penuh makna. “Salah satu aksentuasi baru yang memberi dampak pada seluruh anggota Seminari San Dominggo Hokeng,” kisah RD Georgius.
Kamil yang adalah alumni Sesado Angkatan 1993 yang telah melalangbuana ke seantero dunia ini mengemas materinya dalam empat segmen utama. Kepada para seminaris, Kamil berdinamika bersama mereka untuk menyiapkan diri dan belajar menjadi pribadi terbaik. Salah satu titik penekanannya adalah mengenal problem diri dan berani bangkit keluar darinya.
Sebagai pembicara dalam seminar-seminar di tingkat internasional dan nasional, Kamil pun berbagi ilmu tentang menjadi seorang pembicara yang baik dengan berlatih teknik public speaking (total vokal, body language, dan lain sebagainya).
Secara khusus terhadap para siswa kelas XI dan XII, Kamil memfokuskan perhatian pada bagaimana cara membuat keputusan hidup. “Ketika sudah masuk seminari dan jika kita sudah all out dengan segala yang ada di seminari, maka kita tidak akan pernah berpikir untuk melanggar aturan. Karena itu, kita harus betul-betul menghayati apa yang menjadi pilihan hidup kita. Pilihlah cintamu dan cintailah pilihanmu,” tegas Kamil.
Di segmen kedua, Kamil bersama bersama para guru Sesado melakukan review dan pendalaman-pendalaman terhadap Kurikulum Merdeka yang sedang diterapkan di lembaga pendidikan calon imam ini.
Kamil mengajak para guru baik yang terbabtis maupun tertahbis untuk wajib mengerti Kurikulum Merdeka yang membedakannya dari Kurikulum 2013. “Kalau tidak ada beda kenapa mau diterapkan,” tegas Kamil, pria asal Adonara yang berdomisi di Tangerang Selatan.
Pada segmen ini, Kamil pun memotivasi para guru dan lembaga Sesado untuk memberikan pelayanan yang prima (service excellens) kepada para pengguna jasa, terutama para seminaris. Salah satu di antaranya adalah mengintensifkan komunikasi di kalangan para guru-pembina dan terutama dengan para seminaris.
“Lakukanlah yang terbaik dan narasikan apa terbaik itu sebagai jualan kita kepada publik untuk menarik minat calon-calon seminaris,” ajak Kamil.
Sebagai ending dari seluruh proses dan dinamika ini, Kamil sekali lagi tampil di hadapan para siswa, guru dan orang tua siswa seminari pada hari Sabtu (13/8/2022). Kamil tampil menggugah sekaligus menggugat pola pendampingan orang tua terhadap anak yang telah mempraktekkan pendampingan dan pengasuhan kepada anak dengan pola budaya kekerasan.
“Cara mendidik anak tidak dengan cara menghukum. Mari kita ubah pola itu dengan mengedepankan lima bahasa kasih kita kepada anak-anak dengan cara memberikan kata-kata pujian, memberikan hadiah pada momen-momen tertentu, memberikan sentuhan fisik kepada mereka dan menyiapkan waktu yang berharga bagi anak-anak kita,” ajak Kamil, praktisi dan motivator bidang pendidikan dan bisnis.
Di mata RD Georgius Lolan, segmen-segmen penuh berkah ini merupakan sebuah angin baru bagi Seminari San Dominggo Hokeng di usianya yang ke-72. Baginya, momen ini menjadi sebuah titik star dalam upaya menyiapkan generasi yang tangguh, ramah dan berkeadilan. Sebab, menurut RD Georgius, generasi saat ini dipandangnya sebagai generasi strowbery yang mudah terluka dan mudah hancur. Dengan karakteristik seperti ini, generasi strawberry membutuhkan sentuhan dan perjumpaan-perjumpaan yang penuh keramahan.
Di hadapan generasi tipe ini, bagi RD Georgius, para guru dan para pembina mesti menampilkan kecerdasan dan attitude yang diringkasnya menjadi DDT, yakni dukung, dengar dan tanya.
“Guru dan pembina mesti memberikan dukungan kepada para seminaris. Dengan mendukung anak merasa nyaman dan dihargai,” tegas RD Georgius.
Para seminaris pun perlu didengarkan narasi-narasi kehidupan dan problem-problem eksistensialnya, sebelum nasehat diberikan kepada mereka. “Jangan sampai kita pintar memberi nasehat, malah menasehati sebelum orang memintanya,” celetuk RD Georgius.
Dan untuk mencapai idealisme ini, para guru dan pembina perlu banyak bertanya untuk mengeksplorasi karakteristik dan problem orang-orang yang dididik dan dibina. “Kita mampu bertanya karena mampu mendengar. Dan…kita sanggup menjadi pendengar yang baik dengan menjadi penanya yang baik. Kita tidak bisa memberi dari apa yang tidak kita punyai,” tegas RD Georgius.
Menurut RD Georgius, doktor bidang teologi ini, hal-hal yang menjadi jalan-jalan kecil menuju impian besar cita-cita imamat bagi para seminaris inilah yang kadang diabaikan. “Kadang kita lupa dan mengabaikan yang kecil padahal yang kecil itu menentukan untuk mendapatkan yang besar.”***
Penulis: Anselmus D Atasoge