Kamis, 06 Juli 2023
Kej.22:1-19 ; Mat.9:1-8
Pekan Biasa XIII
“Percayalah anakKu, dosamu sudah diampuni”
(Mat.9:2)
Seorang lumpuh dibawa kepada Yesus tentu dengan harapan supaya disembuhkan. Entah dengan menyentuh atau mendoakannya, lalu berjalan.
Menariknya sebelum menyembuhkan dia, Yesus lebih dahulu mengatakan “pecayalah, dosamu sudah diampuni”. Apa hubungan lumpuh dan dosa? Dan mengapa mesti mulai dengan mengampuni dosa? Dalam budaya berpikir orang Yahudi, orang yang lahir dengan cacat fisik apa pun, merupakan akibat dari dosa. Aib warisan orang tua atau leluhurnya.
Maka cukup beralasan sebelum nyembuhkan si lumpuh, Yesus lebih dahulu megampuni dosanya. Membersihkan dia dari beban dosa, agar ia sembuh sempurna fisik juga batinnya. Tetapi masalahnya, bagi orang Yahudi, hanya Allah yang berkuasa menghapus dosa. itu berarti Yesus telah menghojat Allah.
Tetapi Yesus segera mematahkan aggapan mereka. Kepada si lumpuh ia katakan “bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah”. Menyembuhkan tidak hanya membuat si lumpuh baik dan berjalan, tetapi juga menyatakan bahwa dosa dan aibnya telah dihapus. Yesus menyembuhkan si lumpuh, untuk memberi bukti, bahwa anak manusia juga berkuasa mengampuni dosa.
Seperti si lumpuh, kita alami juga bahwa kesalahan dan dosa entah terlihat atau yang tersembunyi, berdampak negatip bagi kita. Membuat hati terbebani, tak nyaman, merasa dikejar dan dihakim nurani, bahkan bisa mengakibatkan kita sakit tak menentu.
Olehnya rahmat pengampunan yang dicurahkan Yesus kepada si lumpuh, kini diwarisi gereja dalam sakramen tobat. Dengan pengakuan dosa, Tuhan tabib ilahi, berkenan menyembuhkan luka batin kita. Ia akan membuat kita tersemyum kambali tanpa terbebani kesalalahan kita.
Pengampunan adalah obat mujarab menyembuhkan luka. Menyembuhkan diri, menyembuhkan keluarga, menyembuhkan sesama, menyembuhkan persaudaraan, menyembuhkan pertemanan. Mengampuni memang sakit, seperti Yesus di SALIB. Tetapi mampu menyembuhkan semua yang terluka.
Tuhan memberkati. SALVE. ***
RD Wens Herin