Selasa, 01 Agustus 2023
Kel.33:7-11; 34:5b-9.28 ; Mat.13:36-43
PW. St. Alfonsus Maria de Liguori, Uskup dan Pujangga Gereja
“Waktu menuai ialah akhir saman”
(Mat.13:39).
Satu bagian yang penting dari perumpamaan tentang ladang, gandum dan ilalang adalah masa menuai. Dikaitkan dengan perjalanan kehidupan di dunia, masa menuai merupakan gambaran akhir zaman. Saat untuk menimbang, menilai dan menerima ganjaran akhir kehidupan.
Seperti lukisan, lalang akan dikumpul dan dibakar dalam api. Demikian halnya, malaikat-malaikat akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan. Membuang orang-orang yang jahat dan berdosa dari dalam kerajaan Allah. Semuanya akan dicampakan ke dalam dapur api. Di sanalah akan ada ratapan dan kertak gigi.
Kisah ini mewanti kita, bahwa kehidupan tidak berakhir di dunia ini saja. Mati, lalu selesai. Hidup akan berlanjut dalam keabadian. Setelah ditimbang, dinilai dan diberi ganjaran yang adil.
Hidup yang benar dan baik, akan “bercahaya seperti matahari”. Diberi mahkota kebahagiaan kekal. Sebaliknya, hidup yang penuh kejahatan dan dosa, akan dihukum. Bernasib seperti lalang yang dibakar dalam api. Jiwa akan menderita dalam api neraka. Api yang kekal.
Kita tak sudi menjalani akhir dalam derita. Harapan kita adalah bahagia kekal. Namun tidak otomatis karena kita beriman Kristiani. Kenali dan nilai hidup kita dari sekarang. Benahi, jika kadang hadir kita tak lebih ibarat ilalang. Penuh niat jahat dan menyesatkan. Mengganggap hidup ini tidak suci. Dosa itu wajar. Hidup hanya sekali, maka mesti dinikmati sesuka hati. Lupa peduli dan berbakti.
Ingat, “waktu menuai” akan tiba seperti pencuri. Tak bisa diduga kapan saatnya. Maka benahi hidup, selagi kita masih diberi waktu. Tak ada kata terlambat. Jalani hidup dengan baik dan benar. Siap sedia mengasihi dan bermurah hati. Jangan hanya menunggu dan acuh tak acuh sampai yang tersisa hanyalah penyesalan.
Tuhan mmberkati. SALVE. ***
RD Wens Herin