Aksinews.id/Larantuka – Penjabat Bupati Flores Timur, Doris Alexander Rihi masih belum bergeming menghadapi aksi massa dan tuntutan para tenaga kesehatan (Nakes) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Hendrikus Fernandez Larantuka terkait hak Nakes atas klaim dana BPJS Kesehatan Tahun Anggaran 2021. Dia malah balik bertanya dasar penganggaran dana pelayanan bagi para Nakes.
“Memang semua pemberitaan termasuk teman-teman Nakes sudah sampai BPKP. Kita (Pemkab Flores Timur-Red) dasar apa untuk menganggarkan,” ujarnya, balik bertanya, saat ditemui wartawan, Rabu (30/11/2022).
Namun demikian, Kepala Biro Pemerintahan (Karo Pem) Setda NTT ini, memastikan bahwa pihaknya akan membayar hak para Nakes di RSUD Larantuka jika ada rekomendasi dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tidak dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2023 sekalipun, menurut dia, Pemkab Flotim tetap bisa melakukan pembayaran berdasarkan hasil audit BPKP.
“Kita kelola uang daerah. Tetapi sudah ada jalan keluar. Nanti ada audit, nanti dari BPKP. Kalau menjadi kesalahan pemerintah harus membayar, kita bisa masuk di pos hutang. Jadi tidak harus menganggarkan sekarang. Jadi semua itu sudah diatur secara aturan. Proses-proses itu harus dilalui secara aturan,” tandasnya.
Mengenai aksi massa Nakes yang menggelar poster dan spanduk di pelataran rumah sakit dan melakukan long march sampai di kantor bupati dan kantor DPRD Flores Timur, Doris Rihi hanya berkomentar singkat, “Saya sebenarnya tidak mengharapkan”.
Dia kembali menegaskan bahwa persoalan atas jasa pelayanan dari klaim dana BPJS Kesehatan untuk pasien Covid-19 Tahun 2021 sudah sampai ke BPKP.
Ya, “Karena proses itu sudah berlangsung sampai ke BPKP. Kalau ada perintah harus membayar maka pasti bayar. Tidak ada yang bisa kita tutupi dalam pengelolaan keuangan negara. Tapi harus sesuai aturan,” papar dia.
Dia kembali menekankan bahwa BPKP sudah menyatakan tidak ada lagi klaim masuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ya, “BPKP sudah menyatakan bahwa tidak ada lagi untuk klaim masuk PAD. Supaya ada harapan dan kepercayaan dari BPKP, surat hari ini saya keluarkan untuk BPKP mengadakan audit,” tegas Doris Rihi.
Asal tahu saja, pencairan klaim dana BPJS Kesehatan dari Kementerian Kesehatan RI untuk RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka baru dilakukan pada tanggal 27 April 2022. Ketika itu, Flores Timur masih dipimpin duet Bupati Antonius Gege Hadjon dan Wakil Bupati Agustinus Payong Boli. Dana ini merupakan klaim atas biaya pelayanan medis terhadap pasien Covid-19 di rumah sakit setempat. Dana yang masuk sebesar Rp 14 miliar lebih untuk 11 bulan pelayanan RSUD Larantuka. Satu bulan, yakni bulan Februari 2021, dinyatakan hangus karena telat mengajukan klaim.
Kemenkes langsung mentransfer dana tersebut ke rekening RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka. Tapi, karena RSUD belum menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), maka manejemen RSUD didesak untuk menyetor seluruh dana yang masuk ke kas daerah. Nomenklatur yang dipakai oleh Badan Keuangan Daerah (BKD) Flotim untuk menyebut dana yang masuk, bukan lagi dana klaim BPJS, tapi sebagai jasa pelayanan RSUD Larantuka.
Dan, sejak itulah ketegangan merebak, terutama ketika membahas APBD Perubahan 2022. Pemkab Flores Timur bersikeras menolak penganggaran untuk membayar jasa pelayanan para Nakes di RSUD sebesar 40% dari total dana klaim BPJS Kesehatan itu. Para Nakes mulanya melakukan pendekatan persuasif, baik dengan Komisi C DPRD Flores Timur maupun Pemkab Flores Timur. Akan tetapi, tetap menemui jalan buntu.
Buntutnya, Nakes melancarkan aksi 1.000 lilin di pelataran RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka. Aksi ini langsung didukung komunitas gerakan anti korupsi di Larantuka. Saat yang hampir bersamaan, DPRD Flores Timur juga mengirim delegasi untuk melakukan klarifikasi ke Kementerian Kesehatan RI di Jakarta. Hasilnya, Nakes berhak atas dana tersebut.
Namun, Penjabat Bupati Flores Timur selaku penguasa anggaran masih pada sikapnya untuk tidak serta merta menyetujui dianggarkan dalam APBD 2023. Dia malah meminta BPKP Perwakilan NTT untuk melakukan audit. Entahlah obrik mana yang mau diaudit. Pasalnya, dana yang masuk ke rekening RSUD dari Kemenkes itu telah diverifikasi oleh BPJS atas laporan RSUD. Dari sini, tampaknya ancaman para Nakes untuk mengadukan masalah ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta bakal berjalan. Apalagi, para Nakes sudah mematok batas waktu sampai tanggal 15 Desember 2022 bagi Pemkab Flotim untuk merealisasikan hak-hak mereka.(AN-02/AN-01)