Selasa, 19 Juli 2022
Mik. 6:1-6.6-8;Mat 12:46-50
Pekan Biasa XVI
“Siapakah ibuku? Siapakah saudaraku?” (Mat. 12:46)
Ibu, adalah rahim yang melahirkan. Sedangkan saudara, ikatan karena serahim dan karena darah yang menyatukan.
Yesus tak mengingkari hubungan biologis ini. Tetapi pertanyaan-Nya “siapakah ibuKu? Dan siapakah saudara?”, hanya mau memperlihatkan dasar relasi baru dalam keluarga besar Allah. Jadi saudara, bukan karena rahim dan darah saja, melainkan karena iman dan setia melakukan kehendak Allah.
Kita jadi keluarga dalam Tuhan, dekat satu sama lain karena rahim baru yang melahirkan kita semua sebagai saudara yakni pembabtisan. Babtisan merupakan meterai baru, yang menyatukan kita dari berbagai suku, budaya, dan ras yang berbeda, dengan Tuhan yang satu dan sama. Hanya dengan melihat seorang saudara membuat tanda salib, meksi tak kenal, kita sudah merasa dekat dan bersahabat.
Dalam Nama Yesus, kita semua menjadi saudara sama visi atau pandangan juga prinsip, yakni melakukan kehendak Allah, dengan saling mengasihi, saling menerima dan mendukung, sepenanggungan, saling memaafkan, tanpa saling membeda-bedakan. Kita semua disatukan dalam wadah kasih dalam keterbatasan untuk saling menyempurnakan.
Kita sadari, dalam menata hubungan persaudaraan ini, tidak selamanya teduh tanpa riak-riak kecil. Sering terjadi selisih paham, mandek komunikasi karena beda prinsip, saling mencurigai bahkan saling menjatuhkan. Di sana kasih persaudaraan kita terus diuji agar jadi murni dan tulus, tanpa perhitungan apapun.
Banyak ganjalan, tetapi kita tetaplah saudara dalam Tuhan, karena iman dan saling mengasihi satu sama lain. Tak boleh ada yang dapat memisahkan kita. Justru semakin ditantang dan diuji, semakin solid ikatan persaudaraan kita dalam Tuhan.
Tuhan memberkati. SALVE. ***
RD. Wens Herin
Amin, terima kasih Romo