Larantuka — Nasabah PT. BPR Bina Usaha Dana Larantuka, Richardus Ricky Leo melayangkan gugatan kepada kreditur Bank BPR ke Pengadilan Negeri Larantuka. Gugatan tersebut dilayangkan nasabah lantaran BPR menyita dan akan melelang aset jaminan miliknya padahal pinjamannya belum jatuh tempo.
Bernardus Platin, SH selaku kuasa hukum Richardus Ricky Leo kepada aksinews.id pada Jumad (12/2/2020) mengatakan bahwa laporan yang diajukan sudah sampai pada tahap pembuktian. “Sudah sampai pada tingkat pembuktian. Sebenarnya, pembuktian sudah dilakukan minggu lalu, akan tetapi karena pengajuan duplik dari pihak terbantah, dalam hal ini BPR, mereka lewat kuasa hukum mereka agak terlambat, lewat dari jadwal yang sudah ditentukan, maka tunda minggu depan hari Selasa, 23 Februari 2021 baru dilakukan persidangan pembuktian dari pihak pembantah sebagai gugatan perlawanan”, jelas Platin.
Platin menjelaskan, berdasarkan perjanjian kredit antara debitur dan kreditur pada 28 September 2018 sampai 28 September 2021. Dengan demikian, maka sampai hari ini belum jatuh tempo. Berarti masih beberapa bulan lagi. Sementara penetapan lebih mendahului jatuh tempo.
Bernardus Platin mengatakan bahwa penetapan sita eksekusi akan ditindaklanjuti dengan proses pelelangan terhadap barang agunan berupa sertifikat sebagai hak tanggungan. Itu harus sampai pada jatuh tempo pelunasan baru sita jaminan. Bukan masuk pada wanprestasi.
“Yang kita lihat dari aspek hukum murni, dari pihak kreditur dalam hal ini Bank mengajukan permohonan ke pengadilan, lalu pengadilan melakukan penetapan sita eksekusi ini, kami melihat bahwa belum jatuh tempo. Mereka hanya mengacu pada terjadinya wanprestasi atau ingkar janji karena tidak dibayar beberapa bulan oleh debitur kepada kreditur. Akan tetapi perlu diingat berbicara mengenai penetapan sita eksekusi akan ditindaklanjuti dengan proses pelelangan terhadap barang agunan berupa sertifikat sebagai hak tanggungan, itu harus sampai pada jatuh tempo pelunasan baru sita jaminan. Bukan masuk pada wan prestasi”, ujarnya.
Ketika ditanya langkah-langkah apa saja yang sudah dilakukan, Platin sendiri melihat sudah ada upaya-upaya itikad baik oleh debitur kepada kreditur. Debitur telah menunjukan itikad baik dan masih mampu melakukan cicilan. Ini perlu diingat, bahwa masih mampu membayar. 28 November 2020 nasabah membayar kepada kreditur, kepada BPR sebanyak Rp 100 juta. Tapi ditolak, dengan alasan tidak jelas. Kalau kita mengacu pada undang-undang OJK dan BPR itu sendiri, maka apabila terjadi debitur masih dianggap mampu dan itikat baik untuk melakukan pembayarannya, maka akan dibuat reschedule atau perjanjian ulang antara debitur dengan kreditur, karena dianggap masih mampu melakukan pembayaran.
Dijelaskan, persoalan menyangkut reschedull tidak berkaitan dengan pengadilan. Tetapi itu antara para pihak. Yaitu pihak bank BPR sebagai Kreditur dengan Debitur yang melakukan kredit. Kalau debitur tidak mampu melakukan pembayaran maka dilakukan penetapan proses lelang barang agunan, tetapi sepanjang masih mampu maka dilakukan reschedull. Pengadilan melakukan penetapan sita eskesusi berdasarkan permohonan yang diajukan oleh BPR kepada pengadilan.
Sebelumnya, Kepala Bank BPR Bina Usaha, Monika V.I. Fernandes, ditemui pada Kamis (17/12/2020) lalu, mengatakan bahwa ada tahapan-tahapan yang dilakukan terhadap debitur.
“Ketika debitur itu wanprestasi, bank melakukan tahapan-tahapan atau proses-proses. Proses yang dilakukan itu adalah pertama surat pernyataan pertama, kedua dan ketiga, panggilan. Dan, ketika ada panggilan debitur membuat pernyataan dan diberikan waktu sampai pada pada waktu yang ditentukan tapi tidak diindahkan maka otomatis kita berlangkah pada tahapan berikut. Terkait dengan kita melakukan pemasangan dengan objek aturan itu, pertama sudah wanprestasi. Riwayat angsuran bisa dilihat dari kartu angsuran yang ada, sekian bulan-sekian bulan. Tadi dikatakan kita melibatkan pihak keamanan. Pihak keamanan dalam hal ini, konteksnya hanya menjaga keamanan. Ketika kita masuk ke rumah orang, otomatis kan, kita harus mohon ijin kepada tuan rumah itu. Dalam hal ini tuan rumah yang berwilayah kerja di tempat itu, babinsa yang berada di wilayah kerja itu. Maksud dan tujuannya adalah mengamankan ketika terjadi sesuatu kan yang bertanggungjawab pihak keamanan di wilayah kerja itu. Kami tidak punya maksud memiliki sikap arogansi atau otoriter. Dan ini kejadian bukan kali ini. Kami tidak pernah punya tujuan menyusahkan masyarakat Flores Timur,” jelas Monika.
Monika menjelaskan bahwa sekalipun pemegang saham BPR adalah Bupati Flores Timur, namun ada aturan dan ketentuan perbankan yang wajib dirujuk. Ya, “Walaupun pemegang saham ini adalah Bupati Flores Timur, tetapi seluruh operasional merujuk pada ketentuan peraturan perbankan. Kami diawasi dan diaudit oleh OJK. Kami yang digugat di pengadilan. Bukan kami menggugat, sangat keliru pak. Debitur atas nama Rikardus Riki Leo itu menggugat kami di pengadilan”, ujar Monika. (yurgo purab)