Aksinews.id/Jakarta – Badan Kepegawaian Negara (BKN) mencatat saat ini terdapat 2,3 juta tenaga honorer bekerja di instansi pemerintahan. Sebanyak 1,8 juta di antaranya telah dilengkapi surat pertanggungjawaban mutlak dari masing-masing pejabat pembina kepegawaian.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian PAN-RB menargetkan penghapusan tenaga honorer pada November 2023. Namun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta ada jalan tengah terkait rencana penghapusan tenaga honorer pada 2023. Sebab, kata Jokowi, saat ini masih banyak tenaga honorer yang bekerja di kantor-kantor pemerintah daerah (pemda).
“Tetapi, saya minta agar dicarikan jalan tengah yang baik. Karena ada yang masih di provinsi itu masih ribuan, di kabupaten/kota itu ratusan (tenaga honorer). Angka-angka yang perlu kita pikirkan bersama,” kata Jokowi dalam Rakernas Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) yang digelar di Balikpapan, Kamis (23/2/2023) lalu.
“Itu yang masih dirumuskan untuk dicarikan jalan tengahnya. Tadi pagi, saya minta kepada Menpan-RB, tolong kalau nanti sudah diputuskan, bisa kita laksanakan bersama-sama,” kata Jokowi.
Jokowi mengaku mendapatkan pertanyaan seputar masalah penghapusan tenaga honorer dari APPSI. Oleh karena itu, Presiden langsung meminta penjelasan dari Menpan-RB Abdullah Azwar Anas.
Ya, “Kemarin, Pak Ketua APPSI menanyakan mengenai urusan tenaga honorer yang di beberapa provinsi, kabupaten, dan kota masih banyak. Tadi pagi, saya by phone ke Menpan RB bahwa urusan itu masih digodok,” kata dia.
Honorer Tak Jadi Dihapus?
Pemerintah membuka peluang tidak akan memberhentikan tenaga non-aparatur sipil negara (ASN) atau tenaga honorer. Menteri Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas menyebut hal itu sebagai salah satu opsi jalan tengah penyelesaian masalah tenaga honorer.
“Presiden Jokowi sudah memerintahkan, kita sedang cari solusi jalan tengah. Presiden punya perhatian terhadap penataan tenaga non-ASN,” ungkap Anas dalam siaran pers, dari Jakarta, Senin (27/2/2023).
“Kita sedang rumuskan agar ada opsi jalan tengah, di mana pelayanan publik tetap berjalan optimal, tidak terlalu menambah beban anggaran, dan sebisa mungkin tidak ada pemberhentian, karena teman-teman non-ASN ini berjasa,” sambungnya.
Anas mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberi arahan bahwa penyelesaian masalah tenaga honorer harus menempuh solusi jalan tengah yang baik.
Anas bilang, tenaga honorer sudah banyak berjasa dan memiliki kontribusi sesuai dengan perannya dalam proses pelayanan masyarakat dan administrasi pemerintahan. Atas dasar itu, pemerintah akan mencari solusi terbaik.
Kemenpan-RB akan berkoordinasi dan berkonsultasi dengan DPR, DPD, Asosiasi Pemerintan Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), serta BKN terkait hal tersebut.
Menurut Anas, penataan tenaga non-ASN tidak bisa dikerjakan oleh satu instansi. Namun, perlu kerja kolektif dan kolaborasi antar-instansi pemerintah.
Mantan Kepala LKPP itu membuka ruang dialog dengan forum-forum tenaga honorer. “Kami mendengar suara daerah sebagai salah satu pengguna terbanyak tenaga non-ASN,” ucap Anas.
Berdasarkan berbagai analisis, ada alternatif penataan tenaga honorer dengan beberapa skema yang kini terus dibahas bersama para pemangku kepentingan. Namun, perlu diketahui, alternatif itu belum sepenuhnya final.
Ia mengatakan masih akan mencari jalan tengah terbaik bagi tenaga non-ASN.
“Semua opsi tersebut sudah kami bedah analisisnya, mulai dari analisis strategis, keuangan, hingga operasional, dan akan kami laporkan kepada Bapak Presiden,” pungkasnya.
Melansir laman Menpan.go.id, Menpan RB Azwar Anas mengatakan, sebenarnya per 2018, sisa tenaga honorer hanya sekitar 444.687 orang, yang disebut sebagai Tenaga Honorer Kategori II/THK 2.
Jumlah itulah yang seharusnya dituntaskan penataannya, karena sejak 2018, semua instansi pemerintah dilarang lagi mengangkat tenaga Non-ASN dan diberi waktu paling lama 5 tahun untuk menyelesaikan penataanya, sampai dengan November 2023.
Namun, karena berbagai dinamika dan kebutuhan pelayanan, pengangkatan tenaga non-ASN masih dilakukan.
“Pada sisi lain, memang tidak bisa dipungkiri bahwa tenaga honorer sangat membantu dalam penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk sektor pendidikan dan kesehatan,” ujar Anas, sebagaimana dilansir bangkapos.com.
Berdasarkan pendataan dan validasi data jumlah tenaga non-ASN terbaru, totalnya mencapai 2,3 juta sebagai data dasar Tenaga Non-ASN.
Namun, dari jumlah tersebut, hanya 1,8 juta yang diiringi surat pertanggungjawaban mutlak (SPTJM) dari pejabat pembina kepegawaiannya termasuk kepala daerah.
Pemerintah sempat berencana menghapus honorer.
Penghapusan tenaga honorer teesebut mengacu Surat Edaran Menpan RB Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 tentang status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
SE tertanggal 31 Mei 2022 tersebut menjelaskan bahwa ketentuan UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyebutkan ASN terdiri dari dua jenis, yakni PNS dan PPPK.
Salah satu poin di SE tersebut juga menjelaskan mengenai ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, yang menjadi rujukan bahwa mulai 28 November 2023 hanya ada dua jenis kepegawaian, yakni PNS dan PPPK.(*/AN-01)
Jangan mudah mengangkat tenaga honorer menjadi pppk / asn, selektif dan jangan angkat tenaga honorer hasil kongkalikong seperti terjadi di salah satu instansi Kota Bandung.