Aksinews.id/Kupang – Penasehat hukum (PH) Kontraktor Pelaksana Pembangunan Kantor Camat Buyasuri, Yohanes Nade Tupen dibebaskan dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pasalnya, PH menilai, seluruh sangkaan JPU tidak terbukti dalam persidangan.
“Dimohon kiranya kepada Majelis Hakim Yang Mulia, yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk membebaskan terdakwa Yohanes Nade Tupen, selaku Kuasa Direktur CV. Tekno Krajaba, dari segala dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum, dan memulihkan harkat, martabat dan nama baik terdakwa,” tandas PH Yohanes Nade Tuen dalam pleidoinya yang dibacakan Rizal Simon Thene, S.H.,M.Hum, anggota Tim Penasehat Hukum.
Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan pleidoi kasus dugaan korupsi Pembangunan Gedung Kantor Camat Buyasuri, Kabupaten Lembata digelar Pengadilan Tipikor Kupang di PN Kupang, Kamis (28/4/2022). Terdakwa Yohanes Nade Tupen didampingi tim Penasehat Hukum dari Firma Hukum ABP, yang terdiri dari Akhmad Bumi, SH, Rizal Simon Thene, S.H.,M.Hum, Ahmad Azis Ismail, S.H., dan Nurhayati Kasman, S.H.
Sedangkan dua terdakwa lainnya, mantan Camat Buyasuri, Mahmud Rempe, dan PPK, Cornelis Ndapamerang, ST didampingi Berto, SH dkk.
Dalam pleidoinya, Akhmad Bumi dkk mempertanyakan nilai kerugian negara sebesar Rp.139.161.850,04 yang dibebankan kepada terdakwa Yohanes Nade Tupen. Ya, “Dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum menyebutkan kerugian negara sebesar Rp.139.161.850,04 kepada ketiga terdakwa dalam berkas perkara yang terpisah (split), lalu dirubah seketika dalam Surat Tuntutan yang seluruh kerugian negara dibebankan kepada Terdakwa Yohanes Tupen,” ungkap PH Yohanes Nade Tupen.
“Jaksa telah melampaui kewenangannya dengan berperan sebagai auditor dengan menentukan sendiri nilai kerugian negara kepada terdakwa Yohanes Tupen yang nyatanya fakta sidang, bukti surat Hasil Audit Auditor I Gede Oka tidak ada pendistribusian kepada para terdakwa dan dalam konfirmasi di sidang sebagai Ahli yang dihadirkan Jaksa, Auditor I Gede Oka tidak bisa menjawab terkait distribusi nilai kerugian negara kepada ketiga terdakwa,” ungkap PH.
PH juga menilai audit Akuntan Publik I Gede Oka tidak ideal dan penuh kekurangan. “Olehnya hasil Audit tersebut tidak dapat digunakan atau tidak mengikat terhadap terdakwa atau dianggap tidak pernah ada karena bertentangan tata cara dan aturan audit yang berlaku. Audit jenis itu tepat berlaku untuk perusahaan tapi tidak berlaku dalam audit terhadap kerugian negara (audit tertentu),” tandas mereka.
Rizal Simon Thene, SH.,M.Hum dari Firma Hukum ABP sebagai kuasa hukum terdakwa Yohanes Nade Tupen selaku Kuasa Direktur CV. Tekno Krajaba menyatakan apa yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan Primair Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, dan dakwaan subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Rizal memohon kepada Majelis Hakim untuk membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
“Prestasi fisik melebihi realisasi keuangan, menguntungkan negara 11,94%, tidak merugikan negara, realisasi Fisik Pekerjaan per 2 Januari 2015 sebesar 51,17%, Realisasi Fisik Pekerjaan Per 6 Maret 2015 sebesar 61,94%, Pencairan Termin I terjadi pada 2 April 2015. Pencairan termin I berdasar realisasi fisik pekerjaan 61,94%, sedangkan realisasi keuangan masih 50%, masih ada kelebihan prestasi”, jelas Rizal pledooi setebal 166 halaman tersebut.
Pledoi dengan judul “Lebih baik melepaskan sepuluh orang yang bersalah, daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah” menjelaskan “parameter terjadinya kerugian Negara adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara/Daerah tidak sebanding dengan Prestasi yang diterima oleh Negara”.
Fakta yang terungkap bahwa fisik pekerjaan telah mencapai 61,94% (enam puluh satu koma sembilan puluh empat persen) per 6 Maret 2015, realisasi keuangan sebesar 50%. Masih ada sisa keuangan sebesar 11,94% yang belum dibayar oleh negara kepada terdakwa. “Ada kelebihan prestasi yang belum dibayar, negara tidak dirugikan”, jelas dosen Fakultas Hukum Undana ini.
Dokumen yang digunakan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Tim Ahli Politeknik Negeri Kupang berdasar Laporan Pembayaran 50%, dokumen kemajuan fisik rekapitulasi bulanan pada tanggal 2 Januari 2015 dengan kemajuan fisik 51,17%, dokumen tersebut diterima dari Kejaksaan Negeri Lembata.
Bukan dokumen realisasi fisik per 6 Maret 2015 sebesar 61,94%. Sementara realisasi keuangan termin I berdasar progres fisik pekerjaan per 6 Maret 2015 sebesar 61,94%.
Cara perhitungan kerugian keuangan Negara yang dilakukan oleh Akuntan Publik I Gede Oka menggunakan rumus Net loos. Artinya, Jumlah uang yang diterima dikurangi seluruh jumlah uang yang telah diakui sebagai belanja.
“Jumlah pembayaran yang diterima oleh kontraktor pelaksana dari Laporan Pembayaran Uang Muka dan Termin Pertama sebesar 50%. Laporan Kemajuan Fisik per 06 Maret 2015 sebesar 61,94%, total keuangan yang diterima Rp.578.383.099,10, itu Jumlah uang yang telah diakui sebagai belanja,” jelasnya.
Rizal juga melancarkan kritik pada auditor. Seorang auditor harus bersikap independen. Terkait hasil Audit oleh akuntan publik I Gede Oka dalam melakukan identifikasi Audit Kerugian Keuangan Negara tidaklah dapat digunakan atau tidak mengikat, karena dokumen yang digunakan auditor adalah dokumen per 2 Januari yang fisiknya sebesar 51,17%, akuntan publik I Gede Oka tidak melakukan audit fisik, jelasnya dalam pledooi.
Dalam tindak pidana korupsi, audit yang digunakan harus berdasarkan pada Standar Audit Indonesia terhadap jenis Audit untuk tujuan tertentu, memiliki jenis opini audit, dan melakukan konfirmasi kepada para auditee untuk menjamin independensi auditor.
“Faktanya audit yang dilakukan oleh Akuntan Publik I Gede Oka tidak termasuk dari salah satu Audit untuk tujuan tertentu, tidak memenuhi standar audit Indonesia karena hanya pada tahapan identifikasi dokumen, tidak adanya jenis opini audit yang membenarkan wajar atau tidaknya terjadi penyimpangan, tidak independen karena mengadopsi seluruh dokumen dari Kejaksaan tanpa melakukan konfirmasi kepada para auditiee dan tidak melakukan audit fisik, tidak sesuai dengan prosedur audit yang berlaku,” beber Rizal dalam pledooi.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Lembata dalam surat tuntutan menyatakan Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi tidak terbukti. Yang terbukti adalah Pasal 3 UU Tipikor. Ketiga terdakwa dituntut masing-masing 2 tahun penjara.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Anak Agung Oka Mahardika, SH, Jaksa Penuntut Umum diwakili Jaksa Isfardi, SH, MH, terdakwa Mahmud Rempe, SH selaku Pengguna Anggarand dan Cornelis Ndapamerang, ST selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) didampingi Berto, SH dan terdakwa Yohanes Nade Tupen selaku kuasa direktur CV Tekno Krajaba didampingi dari Firma Hukum ABP.
Sidang dilanjutkan Kamis, 12 Mei 2022 dengan agenda tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum.(*/AN-01)