Oleh: Robert Bala
Penulis buku SEBELUM BUNUH DIRI: Fakta, Deteksi, dan Pencegahan Bunuh Diri Remaja

Kupu-kupu yang indah, berwarna-warni memesona selalu memanjakan mata untuk dilihat lebih lama. Betapa banyak orang berhenti untuk memandang keindahan yang tidak ada duanya itu. Tetapi tahu kah kita bahwa untuk sampai kepada keindahan yang βaduhaiβ itu, kupu-kupu harus melewati momen menegangkan karena dibenci, bahkan terancam kehidupannya?
Saat menjadi ulat, tampang calon kupu-kupu itu paling dibenci. Ia ada dalam bentuk ulat. Siapa yang tidak membenci kehadiran ulat yang sngat mengganggu?
Banyak orang (termasuk saya), saat melihat daun-daun tempat ulat yang nantinya jadi kempompong dan kupu-kupu itu, dihinggapi ulat, sangat merasa jengkel. Ulat hanya diangagp sebagai binatang yang kehadirannya merepotkan karena hanya merusak daun dan tanaman. Padahal, setelah dimakan ulat, daun itu akan tumbuh lagi. Tetapi ulat begitu mengganggu kita.
Saat menjadi kepompong, terjadi juga periode yang sulit. Malah periode ini menjadi sangat riskan dan lebih sulit dari selumnya. Itu terjadi saat bayi kupu-kupu keluar dari kepompong dengan sayap kecil, kusut, dan basah karena terdapat cairan di dalamnya. Proses itu antara hidup dan mati.
Bila orang berada di dekat kepompong itu, pasti akan merasa sangat prihatin. Inginnya menolong kupu-kupu yang kelihatan mengalami kesulitan untuk keluar dari kepompong. Ada perjuangan antara hidup dan mati. Bila yang punya gunting di tangan bisa membantu dengan menggunting dinding yang kelihatan menghambat keluarnya kupu-kupu.
Tapi, tahukah kita bahwa momen yang sulit itu justru memungkinkan akan keluar cairan yang disebut hemolymph? Hemolymph adalah cairan yang membantu pembesaran sayap kupu-kupu. Kesulitan inilah yang membuat sayap menjadi indah.
Inilah momen ketika dilanda kesulitan dalam hidup. Banyak orang (termasuk saya), lebih memilih untuk βgive upβ alias menyerah dan tergoda untuk mencari cara yang lebih mudah. Yang tampak di depan kita, masalah yang tampak seperti ulat. Tampaknya jelek dan tidak menarik. Atau kita tergoda untuk mencari jalan pintas seperti menolong kupu-kupu agar tidak melewati proses yang sulit. Tetapi ternyata kesulitan itu menjadi jalan kepada kehidupan.
Yang dilakukan Yesus dari Nazareth pada Jumat Agung bukan βJalan Berdarahβ, seperti banyak orang dengan begitu mudah mengatakan itu jalan berdarah. Yang ditonjolkan adalah darah, kekerasan, kekejaman. Hal itu memang terjadi. Tetapi jauh di baliknya adalah pengakuan akan jalan sulit yang dihadapi.
Disebut jalan sulit karena tidak hanya muauh-musuhNya membencin Dia,Β tetapi bahkan orang terdekat pun meninggalkan Dia.
Kekuatan yang Ia miliki adalah Sabda, Firman yang mengajarkan. Ia harus berbicara membela diri. Tetapi yang terjadi bahkan orang-orang yang pernah mengalami kebaikan pun memilih untuk diam dan bungkam atau bahkan menyangkalNya karena terlalu banyak dan besar risiko yang dihadapi.
Lalu apakah Yesus harus berbicara melawan semua kebohongan? Ketika terasa bahwa kata-kata yang menjadi βsenjataβnya juga tidak mempan, Ia memilih diam.
Ia diam karena Ia tahu bahwa janji Pilatus membebaskanNya pun tidak semudah yang dia ucap. Ia memilih tidak menjawab ketika ditanyakan tentang asal-usulnya (Yoh 19:10). Inilah momen-momen yang sangat sulit karena Yesus tidak memiliki siapapupn yang bisa menyertainya. Inilah jalan yang paling sulit.
Tetapi apakah Ia menyerah di tengah jalan yang sangat sulit ini? Banyak orang pasti sudah menyerah karena tidak ada yang menghibur. Untuk apa meneruskan jalan di mana semua orang tidak mendukung?
Yesus justru mengambil risiko. Ibarat kupu-kupu yang saat jadi ulat, rupanya begitu tidak indah dipandang. Seperti kepompong yang berada pada tahapan akhir keluar dari kesulitan, bahkan membutuhkan momen yang sulit itu agar bisa keluar cairan yang menjadikan sayapnya indah. Inilah yang dilakukan Yesus dengan memilih tetap pada jalan yang sulit ini.
Jalan sulit memang jalan penuh makna kalau kita berusaha untuk tetap setia dan konsisten serta konsekuen pada jalan itu. Kata orang bijak: π»ππ π ππππππππ ππππ πππππ ππππ ππ π πππππππππ π ππππππππππ (π½ππππ π π’πππ‘ π πππππ ππππ’ππ‘π’ππ ππππ ππππππ π πππ’πβ π‘π’ππ’ππ π¦πππ ππππβ.
Disebut sering dan bukan selalu karena memang tidak semua kesulitan dapat menuntun kepada kebaikan. Ada banyak kesulitan yang kita ciptakan sendiri. Kita yang membuat masalah menjadi pelik karena kita yang secara sengaja menghendaki hal itu, meskipun orang terdekat sudah mengingatkan kita.
Kalau jalan sulit seperti ini yang kita anyam sendiri maka tidak bisa diharapkan, darinya akan melahirkan kebahagiaan.
Jalan sulit biasanya dikaitkan dengan manfaat tidak saja bagi diri pribadi tetapi juga bagi banyak orang lain. Banyak orang di tempat kerja mengalami kondisi yang sulit karena memperjuangkan orang lain. Banyak pejuang HAM yang hidupnya terancam karena ia tengah berusaha untuk membantu orang lain. Model perjuangan seperti inilah yang meski tidak mudah tetapi selalu memiliki akhir yang bahagia.
Banyak, terutama remaja yqng disebut “strawberry” yang rapuh. Ketika masalah datang, mereka mencari jalan pintas. Pencobaan bahkan tindakan bunuh diri adalah kisah yang sangat tidak patut kita ikuti.
Jumat Agung adalah momen dimana kita belajar, bagaimana Yesus mengambil risiko berjalan di jalan yang sulit: jalan menuju Golgota.
Jumat Agung adalah momen di mana Yesus tidak saja mengalami penderitaan secara fisik tetapi lebih dari itu. Penderitaan yang lebih berat adalah saat ditinggalkan hingga Ia sendirian saja. Jalan dimana Ia tidak punya siapa-siapa lagi. Meski demikian Ia bertahan dan mengambil risiko.
Apakah mengambil risiko seperti ini masih tetap saya laksanakan? Apakah sebagai remaja dengan berbagai kemudahan fasilitas tidak membuat saya menjadi termanjakan sehingga mudah putus asa? (*)
Robert Bala, Penulis buku SEBELUM BUNUH DIRI: Fakta, Deteksi, dan Pencegahan Bunuh Diri Remaja. Penerbit Ledalero, 1 Mei 2025