Aksinews.id/Larantuka – Bagian Pelayanan Medik RSUD dokter Hendrikus Fernandez – Larantuka, dokter Faizal mengaku kaget mendengar keluh kesah keluarga almarhumah Sebastina Sedo, 65 tahun, warga Desa Kewela, Kecamatan Wotan Ulumado, Kabupaten Flores Timur. Harusnya, keluhan itu disampaikan langsung di Rumah Sakit sehingga bisa langsung dilakukan pembenahan.
Ya, “Setelah saya dengar ini. Kami pun kaget sebenarnya. Koq seperti itu situasinya. Sehingga masukan seperti itu, baik bagi kami”, ungkap dokter Faisal, ketika menanggapi keluhan keluarga almarhumah Sebastina Sedo di aula Setda, Larantuka, Rabu (24/3/2021).
Kepala ruangan isolasi Covid, Any Balela menyerahkan mic kepada perawat instalasi Covid, Ester untuk memaparkan persoalan yang ada. Dia pun memaparkan kronologi almarhumah Sebastiana Sedo masuk RSUD hingga menghembuskan nafas terakhirnya.
“Pasien masuk tanggal 3 Maret 2021 dengan diagnosa diabetes melitus, luka bioretik pada kaki tangan. Reaktif antigen dari Puskesmas Baniona. Pasien ini rujukan dari Puskesmas Baniona tiba di ruangan isolasi sekitar jam 19.30 malam. Pasien datang dengan kesadaran CM (compos mentis), gula darah 591”, paparnya.
Setelah tiba di ruangan isolasi, sambung Ester, diperiksa oleh dokter. “Setelah diperiksa oleh dokter dan dijelaskan oleh dokter, saya panggil ibu Ina (anak almarhumah) untuk melakukan KIE untuk melakukan pengkajian. Setelah melakukan pengkajian, ibu Ina bilang mamanya sakit di rumah sudah satu bulan dan ada luka di kaki sebelah kanan. Luka itu dicuriga, menurut keluarga asam urat, terus keluarga melakukan pengompresan dengan sereai merah tambah garam. Saya bilang, kenapa kalian lakukan pakai itu, itu sama saja kalian merusak kaki mama”, tandasnya.
“Memang malam itu, kami tidak rawat luka, karena luka itu sudah dirawat di puskesmas. Keesokan harinya, saya dinas pagi, jam 10.00 saya masuk, saya ambil gula darahnya. Saat itu mamanya makan setengah mati. Lalu dokter melakukan swab pertama. Saya sementara membuka lukanya, saya kaget. Lukanya begitu jelek, pak”, papar Ester.
Dia menambahkan, “Saya sempat minta keluarganya foto untuk saya kirim ke dokter bedah untuk dokter lihat. Memang sudah bengkak dari sana. Saya biasa rawat luka, jadi saya tahu luka diabetesnya seperti apa. Saya jelaskan pada ibu Ina dengan adiknya laki-laki, aduh kasihan sekali luka ini. Luka ini sudah sampai ke paha. Dimana ujung-ujung jarinya juga sudah jelek sekali. Saya tekan-tekan juga tidak rasa.”
“Kami over ke dinas malam. Pasien ini, karena gula darahnya 500-an, maka kami kolaborasi dengan dokter IGD, dan dokter IGD menginstrusikan untuk pemberian insulin agar gula darahnya bisa turun. Kami kerjakan di rumah sakit itu, kami tidak kerjakan sembarang. Seperti yang dikatakan tadi, kami kerja tangan-tangan jail, kami sakit. Kami sakit sekali”, ujarnya sambil menangis, haru.
Lanjut dia, hinaan, cercaan ini bukan hanya ini saja. “Banyak sekali hinaan, cercaan untuk kami perawat, yang benar sekalipun tetap saja salah. Saya minta maaf.”
“Untuk pemasangan infus itu, kami di rumah sakit, ada banyak pasien kami rawat. Banyak orang, kami tetap layani, tapi kami lihat pasien lain dulu baru kami kembali ke pasien bersangkutan. Kami di isolasi, kerja kami itu tidak seperti ruangan-ruangan lain. Kami menggunakan APD lengkap, yang belum tentu orang lain bisa seperti kami”, terang Ester.
Ani Balela menambahkan bahwa pada tanggal 6 Maret 2021, dokter DPJ penyakit dalam dengan dokter umum menyatakan kondisi pasiennya jelek. “Atas pertimbangan dokter penyakit dalam, saat itu kami lakukan swab untuk evaluasi walaupun sebelumnya dokter pernah jelaskan bahwa swab ulangan 7 hari kemudian. Tanggal 4 Maret hasil swab pertama keluar, negatif. Lalu tanggal 6 baru diambil swab kedua itu”, terangnya.
Staf dari Rumah Sakit, Us Wangge mengatakan, “Kami tidak membuat pengandaian merubah suatu standar pun. Standar yang kelima sudah mengikuti standar dari WHO.”
“Setiap pasien yang masuk, siapapun, kasus apapun dari anak, ibu hamil, bayi yang ada pemeriksaan antigen maupun antibodi positif berarti akan masuk ke ruangan isolasi Covid. Di ruangan iso Covid terdapat enam ruang disiapkan. Dua disiapkan untuk ruangan isolasi Covid. Empat ruangan lain masih menunggu konfirmasi, jadi masih abu-abu. Kami bekerja sesuai standar dari Kementerian Kesehatan, dan itu berlaku sah untuk semua rumah sakit. Jadi tidak ada perbedaan atau polanya. Jadi kita diskusi saling berimbang bukan saling menyalahkan”, imbuhnya.
Sementara itu, Sekda Paulus Igo Geroda mengingatkan semua pihak untuk tidak melihat pertemuan tersebut sebagai ruang pembenaran diri. Ini sebagai ruang pembenahan. Pemerintah menerima segala masukan yang ada. Dia mengharapkan agar apa yang telah dijelaskan oleh manejemen RSUD dr. Hendrikus Fernandez – Larantuka dan pemerintah daerah, dapat diterima pihak keluarga almarhumah Sebastina Sedo.(yurgo purab)