Aksinews.id/Jakarta – Kalangan pengamat politik mulai mempertanyakan motivasi retret kepala daerah (Kada) di tengah kebijakan efisiensi anggaran. Direktur Eksekutif PARA Syndicate Virdika, Rizky Utama menyebut retret Kada bukan sekadar ajang silaturahmi atau koordinasi teknis. Retret era Prabowo dinilai sebagai strategi politik terselubung untuk membangun hierarki kekuasaan baru.
Hal ini yang membuat kepala daerah yang seharusnya otonom, menjadi bawahan pemerintah pusat. Ya, “Ditempatkan sebagai bawahan yang wajib berhadap-hadap dengan pusat,” kata Rizky dalam keterangan persnya, Minggu (23/2/2025).

Menurut dia, retret era Prabowo mengisyaratkan pemerintahan saat ini bernostalgia dengan Orde Baru, rezim yang membuat kepala daerah kepanjangan tangan pusat. “Retret yang diinisiasi Prabowo mengisyaratkan nostalgia pada era Orde Baru,” ujar Rizky.
Dia mengatakan retret mengabaikan realitas politik bahwa kepala daerah punya basis kekuatan dan jaringan patronasenya sendiri.
Para kepala daerah, lanjut dia, bukan menteri yang bisa dikendalikan dari Jakarta untuk memaksa mereka hadir retret. “Dengan memaksa mereka hadir dalam forum tertutup, Prabowo mungkin ingin menguji sejauh mana kepala daerah bisa dikooptasi atau di-breakdown independensinya,” katanya.
Rizky Utama meminta semua pihak tidak naif dengan menganggap retret kepala daerah di Magelang untuk menciptakan kesejahteraan warga. Menurutnya, retret yang dilaksanakan itu menjadi agenda politik jangka panjang Prabowo demi 2029.
Ya, “Retret ini bukan untuk kepentingan atau kesejahteraan daerah, melainkan investasi politik jangka panjang Prabowo,” kata Rizky.
Dia menyebut tiga agenda tersembunyi sebenarnya bisa dibaca dari agenda retret yang dilaksanakan di Magelang, Jawa Tengah itu. Pertama, kata dia, retret bisa menjadi langkah mengidentifikasi loyalis dan penentang dalam Pilpres 2029 RI.
“Prabowo akan memetakan kepala daerah mana yang bisa dijadikan sekutu dalam mengamankan suara di Pilpres 2029, dan mana yang perlu dinetralisasi,” katanya.
Rizky mengatakan langkah retret menjadi upaya membentuk mesin politik di tingkat wilayah setelah mengonsolidasikan kepala daerah. “Kepala daerah yang kooperatif akan dijadikan ujung tombak mobilisasi dukungan,” lanjut dia.
Rizky juga menilai retret bisa dipakai untuk meredam potensi penentang di daerah dengan mengakrabkan Prabowo ke kepala daerah. “Prabowo ingin mencegah kepala daerah bersekutu dengan calon penantangnya,” kata dia.
Rizky melanjutkan pemerintah ingin menjadikan kepala daerah sebagai agen ganda, satu sisi sebagai pejabat publik, di sisi lain sebagai operator politik Prabowo. “Ini adalah konflik kepentingan yang merendahkan martabat otonomi daerah,” tandasnya.
Diketahui, pemerintah pusat mengagendakan retret bagi kepala daerah pada 21-28 Februari 2025 di Magelang, Jawa Tengah. Prabowo bakal menghadiri retret pada 27-28 Februari 2025 dengan agenda penutupan dan ikut acara malam keakraban.
Ya, “27-28 nanti kemungkinan Presiden akan hadir, hadir di acara parade senja, malamnya akan ada malam acara akrab, beliau akan hadir,” kata Mendagri Tito Karnavian di Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (22/2/2025).
Biaya Fantastis
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti menyoroti anggaran yang digelontorkan untuk kegiatan tersebut di tengah kebijakan efisiensi anggaran.
“Saya juga mempertanyakan dengan besarnya biaya retret mencapai sekitar Rp22 miliar, menurut saya adalah belanja yang cukup fantastis, ditengah efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah,” kata Esther dalam Breaking News Kompas Tv, Minggu (23/2/2025).
Ia pun tak memungkiri terkait sisi positif dari kegiatan retret tersebut, yakni merekatkan hubungan antara kepala daerah.
Memang ada plus minus, dampak psotifnya kita bisa gethering ya artinya merekatkan antar sesama kepala daerah serta dengan pemerintah pusat.
Meski demikian, ia menilai kegiatan tersebut dinilai tidak pas karena digelar di tengah kebijakan efisiensi anggaran. “Apakah itu cara satu-satunya yang bisa dilakukan untuk gathering?” ungkapnya.
“Seremonial ini di tengah kondisi efisiensi yang dilakukan pemerintah pusat tidak pas,” ucap Esther.
Menurutnya, retret ini tidak harus menghabiskan anggaran yang sebegitu besarnya, tetapi juga tidak mengurangi makna dalam kegiatan tersebut. “Misalnya memanggil mereka ketika mereka di Jakarta melakukan kunjungan kerja, atau lewat zoom meeting,” tegasnya.
Sebelumnya, beredar Surat Edaran Nomor 200.5/628/SJ dari Menteri Dalam Negeri terkait rencana pelaksanaan retret bagi 505 kepala daerah hasil Pemilihan Kepala Daerah 2024.
Dikutip dari Kompas.id, jika engacu pada surat itu, kegiatan pembekalan bisa memakan anggaran daerah setidaknya Rp 22 miliar.
Namun, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengungkapkan kegiatan retret kepala daerah tersebut menghabiskan anggaran Rp13 miliar dan ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Angkanya Rp13 miliar,” kata Bima Arya dalam konferensi pers Jumat (21/2).
Ia juga menyatakan retret kepala daerah merupakan program rutin dan merupakan amanat undang-undang. Ya, “Ini adalah program rutin yang memang diselenggarakan untuk kepala daerah. Untuk kepala daerah dari dulu. Saya jadi wali kota (Wali Kota Bogor) itu ikut Lemhanas, ikut Mendagri,” tegasnya.
“Dan ini adalah amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pembinaan, Pengawasan, Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,” sambungnya. (AN-01)