Musik adalah terapi, dopping dan tambahan esktra di tengah kesibukan yang senantiasa akan terus dihadapi. ( Karel Keluli )
Siapa yang menyangka sebuah gitar dari bahan terbatas buatan seorang Bapa Tua Nasu Payong (Alm) mampu membawa seorang anak desa turut mewarnai blantika musik Indonesia. Karel Keluli (52) sang musisi yang mendedikasikan hampir separuh hidupnya untuk bermusik.
Nyatanya keterbatasan dan berbagai stigma yang berkembang mengenai musik bukan alasan seseorang untuk tidak mencoba menekuni dunia musik. Di tengah stigma orang bahw hobi musik berarti Ola Take (Lamaholot: tidak ada kerja), rupanya berhasil ia patahkan. Justru musik adalah sumber yang mendatangkan rejeki bagi Keluli. Kemauan yang kuat, lingkungan yang mendukung, serta passion adalah dasar bagi Keluli untuk berani memulai kariernya di bidang musik.
Setelah menyelesaikan pendidikan formalnya di Tanah Timur Indonesia, ia memutuskan untuk merantau ke Pulau Dewata Bali dan mencari peruntungan di sana. Tahun 1992 adalah tahun awal ia merintis kariernya sebagai musisi. Dia memulai kariernya dengan bergabung dari satu grup musik ke grup musik lain.
“Rata-rata orang seni bergerak sesuai dengan suara hatinya, hampir semua orang seni”, adalah prinsip teguh yang menguatkannya untuk terus mengembangkan kariernya.
Tahun 1996 dan 1998, Keluli mencoba mencari peruntungan karier bermusiknya dengan mencoba go international. Dia berangkat dari Bali menuju ke Taiwan dan Hongkong bersama grup musik tempatnya bergabung. Bersama dengan grup musiknya, mereka menampilkan penampilan dari berbagai negara, serta mengenalkan budaya Indonesia melalui musik dan tarian.
Proses demi proses yang ia lalui membuatnya menemukan makna yang tersirat dalam musik. “Musik itu adalah sebuah alat untuk menyampaikan dia punya isi hati.” Itulah makna yang akhirnya ia temukan dari musik. Selama menjalankan pekerjaannya, dia selalu menjadikan musik sebagai dopping dan tenaga tambahan di tengah kesibukannya.
Tak hanya ingin menggeluti berbagai jenis alat musik, nyatanya dia mau mencoba untuk menekuni dunia baru dalam musik. Tahun 2005 dia mencoba untuk menemukan dirinya dengan menjadi seorang soundman. Meskipun keterbatasan keuangan sehingga tidak bisa berguru dengan seorang ahli, namun berkat pengalamannya begaul dengan berabgai macam alat musik dan analisa yang dia pelajari, akhirnya membuatnya tetap teguh dan berani untuk menekuni bidang baru ini.
Sebagai seorang soundman dia belajar untuk membuat keputusan dengan melihat bagaimana dia memixing semua instrumen yang dijadikan satu sesuai dengan selera peminat.
Di tengah puncaknya kariernya yang sedang menjulang di Pulau Dewata, rupanya memberikan tantangan baginya untuk mencoba mencari peruntungan di Pulau Lembata. Dia memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya. Kepulangannya dilandasi keinginannya untuk membuat mencoba membuat nuansa baru dan warna yang berbeda di Tanah Lembata.
Berkat pengalaman yang dia dapatkan di Pulau Dewata, dia ingin membantu orang yang ingin bergelut di dunia bisnis musik dengan memberikan insight baru yang menginspirasi bagi masyarakat Lembata yang hampir rata-rata menyukai musik.
Di Tanah Lembata, dia memulai semuanya dari awal. Memberikan jasa sebagai seorang soundman, menyewakan alat pengeras suara, alat musik dan ridging, serta membuka jasa reparasi alat-alat musik yang rusak.
Di tengah persaingan bisnis yang kian menguat, membuatnya memberikan nilai jual yang berbeda, yaitu dengan memberikan warna suara baru seperti di kota dan melayani sesuai dengan kebutuhan para peminat musik.
Dia sama sekali tak pernah merasa jenuh akan karier yang ditekuni. Keluli sangat menikmati karienya karena memulai semuanya dari hobi. Dia merasakan bahwa musik sebagai salah satu terapi di tengah kesibukan dan pada saat-saat tertentu orang akan senantiasa membutuhkan musik.
Bagi Keluli, ketika seseorang ingin menekuni dunia musik diperlukan kemauan dari diri yang kuat, dukungan dari lingkungan adalah kunci bagi seorang musisi. Membuka diri terhadap kritik, senantiasa terbuka pada setiap perubahan musik, menyesuaikan diri dan menghargai selera musik peminat adalah pesan yang ingin dia sampaikan bagi siapa saja yang ingin mencoba memberikan warna dalam blantika musik.
“Kita tidak bisa membatasi seni orang” adalah pesan terakhir yang mengakhiri wawancara bersama sang musisi di Timur Indonesia ini. (Mellania Beleker)