Aksinews.id/Kupang – Peneliti dan aktivis lingkungan asal Lembata, Petrus Pulang, ST akhirnya berhasil mempertahankan tesisnya Senin (26/6/2023), di hadapan Dewan Penguji Program Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan Universitas Nusa Cendana (Undana), Kupang. Ia bahkan memperoleh nilai A plus setelah mempertahankan tesisnya tentang kearifan lokal ‘Muro’.
Di hadapan empat orang penguji, masing-masing Dr. Hotlif A. Nope, S.Sos, M.A., Dr. Hamza Huri Wulakada, S.P, M.Si., Dr. Franchy Ch. Liufeto, S.Pi, M.Si dan Dr. Ade Lukas, S.Pi.,M.Si., Petrus Pulang mempresentasekan tesis berjudul: ‘Efektivitas Kearifan Lokal Muro Melalui Pengelolaan Berbasis Ko-Manajemen Terhadap Kelestarian Ekosistem Pesisir Dan Laut Di Kabupaten Lembata’.
Dalam abstraksi tesisnya, Petrus Pulang memaparkan bahwa potensi perikanan Kabupaten Lembata cukup besar karena memilki luas wilayah lautan 3.393,995 km2 dengan panjang garis pantainya mencapai 492,8 km yang tersebar di semua kecamatan. “Ekosistem pesisir dan laut Kabupaten Lembata merupakan ekosistem yang sangat rentan terhadap setiap perubahan. Masyarakat lokal pesisir Kabupaten Lembata memiliki kearifan lokal Muro dalam menjaga ekosistem pesisir Lembata,” jelasnya.
“Muro merupakan larangan untuk memasuki wilayah tertentu dengan menggunakan open closes system melalui sumpah adat di tempat sakral yang disebut namang,” imbuh Petrus Pulang.
Dia memaparkan bahwa penelitiannya atas Muro di Lembata bertujuan untuk memahami kerentanan ekosistem pesisir dan laut yang mendorong perlu dikembangkan kearifan lokal muro di Kabupaten Lembata. Juga, penelitian ini dilakukan untuk memahami pelaksanaan kearifan lokal muro berbasis pendekatan ko-manajemen dalam pengelolaan ekosistem pesisir dan laut di Kabupaten Lembata. Selain itu, penelitian atas muro, kata dia, guna menganalisa keberlanjutan ekosistem pesisir dan laut pada kawasan muro di Kabupaten Lembata.
Petrus Pulang menggunakan metode campuran (mixed method) dalam melakukan analisis data penelitiannya. “Analisis terhadap kerentanan ekosistem pesisir dan laut dilakukan dengan mengevaluasi perubahan luasan mangrove pada tahun 2003, 2013 dan 2023 melalui Peta Citra Lansat 8,” jelas dia.
Selanjutnya, kata dia, dilakukan penghitungan indeks kerusakan mangrove. “Evaluasi pendekatan ko-manajemen pengeloaaan muro menggunakan metode RASCI. Evaluasi keberlanjutan muro menggunakan analisis Multi Dimencional Scale (MDS) dengan aplikasi RAPFISH,” ujarnya, terkait metodologi analisis.
Hasil penelitian, papar dia menunjukkan bahwa 1) adanya kerentanan pada ekosistem pesisir laut yang dilihat dari menurunnya luasan mangrove dari tahun 2003 ke tahun 2013 dan kembali meningkat pada tahun 2023 setelah adanya kesepakatan adat tentang kawasan muro. Analisis kerusakan mangrove karegori pohon lebih tinggi dibandingkan dengan mangrove kategori pancang dan kategori semak.
2) Pengelolaan kawasan muro melalui pendekatan ko-managemen membagi tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing secara jelas dan tegas. Model RASCI membantu mengevaluasi keterlibatan semua aktor pada tahap pra-implementasi, tahap implementasi dan pasca-implementasi.
3) Analisis keberlanjutan kawasan muro dari dimensi ekologi, ekonomi, teknologi, sosial dan etik menunjukkan adanya keberlanjutan berkategori baik berdasarkan analisis multidimensi menggunakan aplikasi RAPFISH.
“Hasil analisis MDS terhadap lima dimensi menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan dimensi ekonomi berkategori cukup (71,28 persen), sedangkan dimensi ekologi, teknologi, sosial dan etik berada lebih besar 75 persen sehingga berkategori baik. Kearifan Lokal muro merupakan satu model konservasi berbasis kearifan lokal yang perlu dikembangkan karena mengendalikan kegiatan destuktif dan merusak ekosistem pesisir dan laut,” tandas alumnus SMA Seminari San Dominggo (Sesado) Hokeng ini.
Kepada aksinews.id, Petrus Pulang mengakui kalau pengetahuan filsafat yang diperoleh di Sesado Hokeng maupun Seminari Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero cukup membantunya mengurai problem terkait lingkungan pesisir dan perilaku masyarakat sekitarnya. “Masyarakat Lembata itu umumnya masyarakat agraris yang mulai mengenal laut sebagai sumber kehidupan baru. Mereka berbaur dengan orang Bajo yang nelayan tulen dan terjadi perpaduan budaya disana. Muro adalah salah satu contoh perpaduan itu,” ungkapnya.
Dia juga menuturkan bahwa dirinya masih ingin melanjutkan studinya ke jenjang doktoral. “Itu cita-cita. Kapan itu bisa diwujudkan, semoga ada jalan untuk mencapainya. Ada kemauan pasti ada jalan,” ujarnya, optimis. (AN-01)
Terimksh untuk berita Terkait MURO dari Analisa bp.Petrus Pulang,dalam ujian