Aksinews.id/Lewoleba – Keluarga Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Yosef Kafaso Bala Lata Lejap alias Balbo mempertanyakan penerapan pasal-pasal pidana dalam menjaring tersangka pelaku pengeroyokan yang diduga oknum aparat Polres Lembata. Disinyalir, pasal-pasal yang digunakan sebagai skenario untuk meringankan hukuman bagi pelaku dalam sidang pengadilan nantinya.
Paman korban, Blasius Yosep L. Tolok, S.H, M.Si menilai pasal-pasal pidana yang diterapkan penyidik Reskrim Polres Lembata dalam kasus pengeroyokan Balbo tidak tepat. Dalam Surat Perintah Penyidikan (Sprindik), disebutkan pasal 170 ayat 1 subsider 351 ayat 1 junto pasal 55 ayat 1, pasal 64 ayat 1.
Blasius Yosep L. Tolok mensinyalir adanya skenario penyidik untuk “menyelamatkan” para pelaku pengeroyokan. Ya, “Kami menduga penerapan pasal ini merupakan skenario untuk meringankan pelaku dari tuntutan pasal primer,” ungkap dia, prihatin.
Pasal 170 ayat 1 menjelaskan kekerasan secara umum. Pasal ini digunakan untuk bentuk semua kekerasan yang bersifat umum, baik kekerasan verbal, fisik dan psikis yang ancaman hukumannya 5 tahun 6 bulan.
“Kita cubit orang saja bisa pakai pasal ini. Sedangkan korban ini mengalami kekerasan yang menimbulkan luka sehingga pasal yang harus digunakan adalah 170 ayat 2 huruf 1 dengan ancaman 7 tahun,” ungkap Blasius.
Bunyi Pasal 170 KUHP adalah sebagai berikut:
(1) Barangsiapa yang di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan.
(2) Tersalah Dihukum: 1. Dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun jika seseorang dengan sengaja merusakkan barang atau jika kekerasan yang dilakukannya itu menyebabkan sesuatu luka; 2. Dengan penjara selama-lamanya sembilan tahun jika kekerasan tersebut menyebabkan luka berat; 3. Dengan penjara selama-lamanya dua belas tahun jika kekerasan tersebut menyebabkan kematian orang lain.
Itu menyangkut pasal primer dalam sangkaan. Blasius juga mempersoalkan penggunaan pasal subsider. Menurut dia, pasal 351 KUHP berisi penganiayaan ringan. Dia malah merasa aneh jika pasal ini digunakan karena primernya sudah menggunakan pasal 170 KUHP yang ancaman hukumannya cukup berat. “Kenapa subsidernya pasal 351 yang adalah penganiayaan ringan?”
Berikut petikan Pasal 351 KUHP :
(1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500.
(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, si tersalah dihukum penjara selama-lamanya lima tahun. (KUHP 90).
(3) Jika perbuatan itu menjadikan mati orangnya, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun. (KUHP 338).
(4) Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja.
(5) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum (K.U.H.P. 37, 53, 184s, 353s, 356, 487).
Informasi mengenai keterangan para saksi, jelas Blasius Yosep L. Tolok, peristiwa pengeroyokan terhadap Balbo didahului dengan perencanaan yang matang. Ya, “Keterangan-keterangan saksi itu mengarah pada pengeroyokan yang dilakukan oleh puluhan terduga oknum polisi. Mereka kumpul di Sunrise, mereka cari Balbo, orang bilang dia tidak waras mereka tetap keroyok dia, orang bilang jangan pukul Balbo, mereka bilang mereka anggota,” ungkap dia, bertanya-tanya.
Menurut dia, pasal pidana yang disangkakan seharusnya pasal 170 ayat (2) dengan ancaman 7 tahun dan subsider 353 ayat (1) yaitu penganiayaan yang didahului dengan sebuah perencanaan dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.
Berikut petikan KUHP, Pasal 353 :
(1) Penganiayaan yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.
(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, sitersalah dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun. (KUHP 90).
(3) Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya ia dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun. (KUHP 37, 338 s, 340, 352 355 s, 487).
“Upaya menerapkan pasal yang tidak sesuai ini membuat kami keluarga menduga bahwa ini merupakan langkah lanjutan Kapolres untuk melindungi puluhan anggotanya yang diduga sebagai pelaku. Terkesan bahwa Polres Lembata tidak serius untuk mempertahankan dalil 170 secara tegas karena subsidernya 351,” ungkap Blasius, kecewa.
Dia menuturkan bahwa pasal 170 KUHP pun bisa batal di pengadilan. Itu bisa saja terjadi, jika penyidik tidak bisa atau dengan sengaja tidak membuktikan unsur-unsurnya secara tajam dan mendalam agar tidak menjadi celah pada saat pembuktian di pengadilan.
Ya, “Bila tidak terbukti, maka pasal 351 ayat (1) akan menjadi pasal yang digunakan untuk memvonis para pelaku. Dan, hal itu tentu sangat menyakitkan kami sebagai pihak keluarga dari korban,” ungkap Blasius, sedih.
Dia mengatakan bahwa penyidik harus melengkapi dan mendalami unsur-unsur dari pasal 170 ayat (2) angka 1. Walaupun unsur-unsur dilakukan secara bersama-sama, dilakukan di depan umum, melakukan kekerasan terhadap orang dan barang, namun bila mengabaikan atau lalai mendalami unsur utama dari pasal 170, yakni “adanya niat” untuk mengganggu ketertiban umum, maka pasal 170 ayat 2 angka 1 akan gugur saat pembuktian di pengadilan.
Oleh karena itu, Blasius berharap agar penyidik mendalami lagi kesaksian dari para saksi, terutama tindakan para tersangka di TKP 2 dan TKP 3, yang memang sudah punya niat untuk membuat keonaran dan ketidaknyamanan di lingkungan masyarakat atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum.
Unsur ini yang harus digali dan dipertajam agar tidak menjadi celah untuk meloloskan para tersangka saat pembuktian di pengadilan nanti. Salah satu saksi yakni Adrianus Yansen Bala Ledjab yang merupakan RT belum diperiksa sampai saat ini. “Harusnya RT diperiksa karena RT juga bertanggung jawab soal ketertiban umum. Sedangkan pelaku setidak-tidaknya tahu bahwa tindakan mereka mengganggu ketertiban umum,” ungkap Blasius.(AN-01)