Oleh: Kornelis Kuswono Iri
Pengajar SMA Seminari San Dominggo, Hokeng
Dunia pendidikan Indonesia selalu menjadi sorotan utama dalam pembangunan manusia yang baik dan bermanfaat bagi perkembagan negara Indonesia. Perkembangan pendidikan selalu mengikuti arus perubahan zaman.
Gaya kependidikan yang telah masuk dalam dunia digitalisasi, kita harus dan wajib terjun ke dalam dunia digitalisasi. Kita telah menjalankan dunia digitalisasi perlu ada pengontrolan yang baik dalam diri kita apa yang menjadi sorotan selama ini tentang penggunaan media sosial yang semakin marak di tengah masyarakat.
Perlu ada perhatian serius oleh lembaga-lembaga pendidikan dan pemerhati pendidikan akan perkembangan anak di lingkungan sekolah dan di lingkungan masyarakat. Kita telah mengalami fenomena yang terjadi di negara kita seperti kasus-kasus asusila, kasus kekerasan di lingkungan sekolah, tawuran antar pelajar, kekerasan di lingkungan masyarakat menjerumus pada tingkah laku anak bangsa yang tidak dapat mengendalikan diri ditengah kehidupan perkembangan zaman.
Fenomena kekerasaan ini menjadikan luka batin yang tidak akan hilang atau psikologi anak terggangu selama kehidupannya. Kekerasaan dunia pendidikan tidak terlepas dari penggunaan media sosial, yang cendrung digunakan untuk menyerang perseorangan atau pribadi individu.
Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian serius.1. Anak usia dini tidak dibenarkan untuk memeggang hp saat bermain akan mempengaruhi perkembangan daya pikir anak dan akan terganggu kesehatan pribadi, 2. Orang tua yang selalu sibuk akan pekerjaan dan selalu memanjakan anak dengan memberi anak hp tanpa ada pengontrolan akan menggangu psikologi anak dengan hal-hal yang negatif. 3. Anak tidak merasa ada perhatian dan kasih sayang dilingkungan keluarga akan menjadi korban bulling atau korban kekerasaan terhadap teman-temannya. 4. Pembelajaraan anak terganggu dengan kehidupan sosial jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung pertumbuhan anak akan terjadi mental dalam diri yang terkurung dalam rumah untuk tetap menggunakan hp.
Femomena gunung es ini telah dialami oleh anak-anak di perkotaan maupun di pedesaan bagaimana caranya untuk menghilangkan rasa frustrasi anak selama ini menjadi korban dan tidak diperhatikan?
Kondisi ini menjadi fungsi kontrol oleh lembaga masyarakat dan pemerintah untuk menyelamatkan generasi milenial. Sesuai peraturan pendidikan telah menitik beratkan pada pembentukan karakter anak bangsa dengan berpedoman pada pancasila. Displin pendidikan patokan utama dalam pembentukan kepribadian anak dan kebudayaan setempat dapat mendukung pola kehidupan anak milenial.
Karakter anak Indonesia sangat mulia dan berharga jika dijalankan sesuai dengan karakter Indonesia yang termuat dalam pedoman Pancasila. Cerminan sikap generasi penerus bangsa dengan melihat dari kekayaan suku, ras, agama dan golongan yang selalu diwariskan oleh leluhur bangsa Indonesia hidup menurut norma yang ada di masyarakat.
Karakter ini menjadikan pilar displin anak dalam kehidupannya tengah pergaulan sosial dan Situasi ini sejalan dengan program pendidikan nasional tentang gerakan pembangunan karakter bangsa mengacu pada lima nilai karakter bangsa, manusia Indonesia yang bermoral, berakhlak, dan berperilaku baik, mencapai masyarakat yang cerdas dan rasional, manusia Indonesia kedepan menjadi manusia inovatif dan terus mengejar kemajuan, memperkuat semangat “harus bisa” yang terus mencari solusi dalam setiap kesulitan, manusia Indonesia haruslah menjadi patriot sejati yang mencintai bangsa, negara, dan tanah airnya.
Gerakan tersebut sangatlah penting diterapkan demi terbentuknya karakter bangsa yang baik. Tidak hanya gerakan tersebut, terdapat pula lima nilai karakter utama yang menjadi prioritas pengembangan gerakan PPK (Penguatan Pendidikan Karakter) seperti nilai karakter religius, nilai ini mencerminkan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan selalu giat dan ikhlas dalam beribadah.
Nilai karakter nasionalis, nilai ini merupakan cara berpikir, bersikap dan memberikan perbuatan yang baik terhadap bangsa, seperti dengan menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Nilai karakter integritas, nilai yang menunjukkan perilaku seorang individu yang dapat dipercaya dalam hal apapun. Hal ini dapat ditunjukkan dengan selalu berperilaku jujur dalam setiap hal yang kita lakukan. nilai karakter mandiri, nilai yang ditunjukkan dari sikap dan perilaku yang tidak bergantung pada orang lain, contohnya dengan melakukkan pekerjaannya sendiri tanpa harus selalu mendapat bantuan dari orang lain.
Dan, nilai karakter gotong royong. Nilai ini mencerminkan tindakan kerja sama dan bahu membahu dalam menyelesaikan persoalan bersama, seperti dengan mengikuti kerja bakti dan aktif dalam organisasi.
Dari gerakan pembangunan karakter dalam dunia pendidikan harus kita memperhatikan pendidikan untuk di lembaga sekolah masing-masing untuk tetap mendahulukan karakter religious dalam kehidupan setiap hari.
Menurut K.H. Mahfudz Shiddiq, 1935, menginisiasi konsep yang sangat menarik terkait dengan karakter kepribadian nusantara. Konsep itu dinamakan mabadi’ Khairi ummah (pilar-pilar masyarakat ideal) yang mencakup tiga pilar. Yakni, 1. Pilar kejujuran dan kebenaran, 2. Pilar kesetiaan dan komitmen, pilar keadilan, pilar solidaritas, pilar kedisplinan dan konsisten. (Nasonalisme Kaum Sarungan, hal:14).
Berangkat dari kedisplinan karakter bangsa Indonesia dapat dikatakan darurat moral, hal ini terlihat dari beberapa persoalan dari tingkat nasional hingga tingkat daerah mulai dari pejabat negara hingga masyarakat biasa telah masuk dalam zona merah dengan memanfaatkan media sosial dengan hal-hal yang negatif untuk mendapatkan keuntungan.
Selain itu, media sosial juga dipergunakan untuk kepentingan propaganda menjelang pemilihan umum, baik legilatif maupun pemilihan presiden. Juga, media sosial dijadikan sebagai ajang penjualan agama dengan kepercayaan agama yang satu dianggap paling benar di dunia.
Dalam kondisi seperti ini, pendidikan karakter harus dikedepankan agar anak bangsa tetap berpegang teguh pada nilai Pancasila. Nilai-nilai seperti cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya, mandiri, disiplin dan tanggung jawab, jujur, amanah, dan berkata bijak, hormat, santun, dan pendengar yang baik, dermawan, suka menolong, kerja sama, percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah, pemimpin yang baik, adil, baik dan rendah hati, toleran, cinta damai, dan bersatu. Hal ini merupakan dasar perjalanan dan konsisten akan hidup agar nilai-nilai terebut dapat dijadikan rumah kehidupan yang matang dalam pembentukan peribadian harus tercermin pada Pancasila.
Filosofi pembentukan kepribadian yang kita hadapi di zaman milenial, sedang dan masih dalam kekaburan, belum ada titik terang. Karakter anak bangsa untuk melahirkan Indonesia yang baru harus seimbang dengan karakter yang telah dituangkan dalam dasar negara melalui tokoh-tokoh nasional.
Sistem pendidikan telah dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara dengan tiga semboyan. Semboyan ini terdiri dari tiga poin yang ditulis dalam bahasa Jawa dan menjadi pedoman bagi guru atau pengajar saat membimbing peserta didik dalam belajar. Salah satu semboyan dari Ki Hajar Dewantara bahkan digunakan sebagai simbol pendidikan dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Tiga semboyan, yakni Ing ngrasa sung tulada arti ing ngarsa sung tulada, yaitu seorang guru adalah pendidik yang harus memberi contoh atau menjadi panutan. Ing berarti “di”, ngarsa artinya “depan”, sung berarti “jadi”, dan tulada yang merupakan “contoh” atau “panutan”.
Semboyan kedua, yaitu Ing madya mangun karsa. Artinya, seorang guru adalah pendidik yang selalu berada di tengah-tengah para muridnya dan terus-menerus membangun semangat dan ide-ide mereka untuk berkarya. Ing artinya “di”, madya memiliki arti “tengah”, mangun berarti “membangun” atau “memberikan”, dan karsa memiliki arti “semangat”, atau “niat”.
Semboyan ketiga adalah Tut Wuri Handayani yang bermakna seorang guru adalah pendidik yang terus-menerus menuntun, menopang, dan menunjuk arah yang benar bagi hidup dan karya peserta didiknya. Tut wuri artinya “di belakang” atau “mengikuti dari belakang” dan handayani yang berarti “memberikan semangat.
Pemikiran bapak Pendidikan Indonesia mengenai pendidikan, yaitu upaya konkret untuk memerdekakan manusia secara utuh dan penuh. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan merupakan salah satu cara menuju kemerdekaan secara lahir dan batin manusia. Baik secara personal maupun secara kelompok atau masyarakat.
Berdasarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan menjadi wadah untuk membangun otonomi intelektual, eksistensial, dan sosial sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila.***