Mother Theresa dari Calcuta pernah berujar, “Lakukanlah hal kecil dengan cinta yang besar”. Pesan ini mengisyaratkan bahwa sekecil apa pun sesuatu yang dilakukan untuk orang lain, bila hal tersebut dilakukan dengan cinta dan ketulusan, sesungguhnya bernilai besar.
Minggu, 29 November 2020, gunung Ile Lewotolok meletus. Erupsi Ile Lewotolok ini membuat masyarakat harus mengungsikan diri ke tempat yang aman. Ketika sesama saudara di Lembata harus mengungsi, banyak pihak ikut berbela rasa. Uluran tangan kasih datang dari berbagai tempat. Dimana-mana orang terpanggil membantu sesama saudara yang mengalami tertimpa bencana di Lembata.
Melihat sesama saudara yang tertimpa bencan di Lembata, OSIS Spentig Hewa tergerak membantu meringankan beban para korban. Spirit Mother Theresa coba dihidupi. Dengan cinta yang besar, OSIS Spentig Hewa melakukan hal sederhana menggalang dana bagi sesama yang sedang tertimpa bencana erupsi Ile Lewotolok.
Sebagaimana diungkapkan Kaur Kesiswaan SMPN 3 Wulanggitang, Bachtiar Aziz Syahbana yang menginisiasi penggalangan dana untuk korban Ile Lewotolok bahwa kegiatan ini adalah sebuah gerakan cinta, bentuk kepedulian siswa terhadap sesama saudara yang tertimpa bencana alam. Walau ini adalah hal sederhana, namun diharapkan bisa meringankan beban korban bencana Ile Lewotolok. Dari hal-hal sederhana ini diharapkan kelak akan terbentuk siswa-siswa yang memiliki karakter suka menolong dan berempati, ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
Keterlibatan OSIS Spentig Hewa dalam kegiatan kemanusiaan adalah sebuah proses pendidikan. Pendidikan bukan hanya tempat untuk menimbah ilmu tetapi juga untuk mengasah kepekaan sosial. Di panti pendidikan siswa dididik untuk ikut berbela rasa. Di sini siswa dibentuk karakternya untuk menjadi pribadi yang suka menolong, bertanggung jawab, dll. Demikian dikatakan Kepala SMPN 3 Wulanggitang, Kristina Sabu Punang. Karena itu lembaga sangat mendukung upaya penggalangan dana yang dilakukan OSIS untuk membantu para korban bencana erupsi gunung Ile Lewotolok. Selain sebagai bentuk empati dan rasa solidaritas, lembaga selalu memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan sikap sosial.
Dalam aksi solidaritas terhadap nasip korban erupsi Ile Lewotolok, selama lima hari pengurus OSIS secara bergantian mendatangi para guru, pegawai dan siswa-siswi SMPN 3 Wulanggitang. Selain di sekolah, penggalangan dana juga dilakukan di luar lingkungan sekolah. OSSI Spentig mendatangi tempat-tempat seperti kantor desa dan kios-kios yang ada di desa Hewa mengetuk hati setiap orang untuk membantu sesam saudara yang tertimpa bencana di Lembata.
Maria Fatima, kKetua OSIS SMPN 3 Wulanggitang yang memimpin teman-temannya menggalang dana mengungkapkan bahwa aksi ini mereka lakukan karena ingin membantu meringankan beban para korban bencana di Lembata. Kami sadar apa yang kami lakukan tidak sebanding dengan duka yang dirasakan dan dialami para korban. Secara materi, dana yang terkumpul ini sangat sedikit. Namun inilah bentuk cinta kami untuk para pengungsi. Semoga mereka menjadi kuat bahwa bencana yang menimpa mereka tidak hanya dialami mereka sendiri.
Dana yang terkumpul kemudian disalurkan kepada pengungsi melalui Forum Peduli Kesejahteraan Difabel dan Keluarga (FPKDK). Sebuah lembaga yang selama ini menaruh perhatian terhadap kesejahteraan keluarga dan difabel. Fince Bataona, relawan FPKDK menjelaskan bahwa para difabel ketika erupsi gunung Ile Lewotolok para difabel juga ikut terdampak. Dalam situasi kebencanaan, difabel adalah kelompok rentan yang justru sering terabaikan.
Karena itu ketika gunung Ile Lewotolok meletus, FPKDK fokus menangani pengungsi difabel. Relawan FPKDK bergerak mencari para difabel hingga ke kebun-kebun dan membawa mereka ke tempat yang aman. Saat ini para pengungsi difabel ini tersebar di posko-posko dan rumah penduduk berjumlah 50-an orang.
Untuk memenuhi kebutuhan pengungsi difabel, FPKDK menggalang dana dari donator. Para donatur berasal dari lembaga, yayasan atau perorangan. Termasuk dari OSIS SMPN 3 Wulanggitang, Hewa. Donasi yang diberikan dalam bentuk uang dan barang.
Dana dari donatur kemudian dibelanjakan sesuai kebutuhan pengungsi difabel seperti sabun, susu dan makanan, juga tisu, pampers, softex, tikar, bantal dan selimut. Bantuan dari donatur juga dalam bentuk barang seperti kursi roda, tongkat dan kruk. Secara khusus pada hari raya Natal, para pengungsi difabel juga diberikan bingkisan kado Natal dan mendapat pelayanan rohani. Mewakili para difabel, Fince Bataona mengucapkan terima atas semua bantuan yang disalurkan melalui FPKDK. Semoga Tuhan membalas segala cinta dan kebaikan semua donatur. (*/ona)