Aksinews.id/Jakarta – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka belum sampai setahun berjalan, namun perbincangan Pilpres 2029 sudah mulai menggelinding. Wacana ini mengemuka menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambatas batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.
Gibran hingga eks Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Anies Baswedan disebut bisa menjadi melawan Prabowo Subianto di Pilpres 2029.
Ya, “Tahu tidak saya itu punya pikiran liar setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan ambang batas presiden 20 persen,” kata pengamat politik Adi Prayitno sebagaimana dikutip TribunJakarta.com dari akun Youtube Adi Prayitno Official, Sabtu (4/1/2025).
“Pikiran liar itu adalah langsung tertuju kepada orang-orang yang selama ini dinilai punya kapasitas punya kompetensi punya popularitas dan elekabilitas menjulang gampang bisa maju di Pilpres 2029,” sambung Adi.
Ia mencontohkan Wapres Gibran Rakabuming Raka yang selama ini dikaitkan dengan Partai Golkar atau Partai Gerindra. Bila berniat maju Pilpres 2029, Gibran cukup bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Gibran juga bisa meyakinkan PSI untuk mengusung maju saat Pilpres 2029.
“Karena kita tahu bahwa PSI itu adalah partai politik yang paling Gibran. PSI itu adalah yang paling Jokowi dan bahkan kita tahu Ketua Umum PSI itu adalah adiknya Mas Gibran yaitu Kaesang Pangarep,” kata Adi.
Adi mengungkapkan dalam Pilpres bukan partai yang dilihat melainkan figur. Ia menilai Gibran memiliki modal sosial, kapital, popularitas dan stabilitas yang relatif kompetitif maju dalam Pilpres 2029.
“Misalnya yang dihadapi itu adalah orang seperti Prabowo Subianto dan seterusnya jadi itu yang saya bayangkan dengan pikiran-pikiran liar jadi Gibran itu cukup bisa maju melalui PSI,” ungkapnya.
Kemudian, Anies Baswedan juga dapat maju dalam Pilpres 2029. Adi mengungkit pendukung Anies Baswedan yang kerap berteriak bahwa Mantan Mendikbud itu dizalimi serta ‘dikucilkan’ secara politik.
“Para pendukungnya tidak perlu lagi membully PKS yang dinilai ikut meninggalkan Anies gara-gara tidak bisa maju dalam pilkada Jakarta. Anies cukup misalnya meyakinkan Partai Ummat, partainya Amien Rais,” kata Adi.
Dimana, Partai Ummat merupakan parpol pendukung Anies Baswedan. Adi menuturkan elektabilitas dan popularitas Anies Baswedan menjulang hingga langit ketujuh.
Tak hanya itu, Adi mengatakan Ahok yang dikenal sebagai sosok banyak pendukung juga dapat maju dalam kontestasi lima tahunan itu.
“Sosok yang sangat mungkin dia itu naik kelas menjadi calon pemimpin nasional. Nah Ahok kalau kesulitan mendapatkan tiket dari PDIP bisa maju itu dari partai-partai yang lain terutama partai non parlemen yang butuh figur seperti Ahok karena Ahok itu popularitas dan elektabilitasnya katanya kuat,” katanya.
Sosok lain yang dianggap Adi memiliki kans maju dalam Pilpres 2029 yakni Fahri Hamzah dan Anis Matta.
Adi menuturkan Fahri merupakan sosok yang kritis dan berpihak kepada rakyat.
“Fahri Hamza bisa maju dari partai Gelora cukup dengan Gelora Fahri bisa tampil bisa duit dengan Anis matta sebagai Pasangan presiden dan wakil presiden ini adalah orang-orang yang saya kira tinggal diuji,” imbuhnya.
Tak hanya itu, Adi juga melihat Ganjar Pranowo dan Mahmud MD bisa bertarung kembali pada Pilpres 2029.
“Konon popularitas dan elektabilitasnya sisa-sisa kekuatan politiknya itu kuat. Misalnya kalau tidak dapat tiket bisa dari partai-partai yang lain. Jdi ini adalah pikiran-pikiran yang saya kira menurut saya ada faedah yang bisa kita dapatkan dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden, yang sebelumnya diatur parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya.
Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Selain itu MK menilai penentuan besaran ambang batas itu tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.
Satu hal yang dapat dipahami Mahkamah, penentuan besaran atau persentase itu lebih menguntungkan parpol besar atau setidaknya memberi keuntungan bagi parpol peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR.
MK menyatakan penentuan ambang batas pencalonan pilpres itu punya kecenderungan memiliki benturan kepentingan.
Mahkamah juga menilai pembatasan itu bisa menghilangkan hak politik dan kedaulatan rakyat karena dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan paslon.
Selain itu setelah mempelajari seksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, MK membaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 paslon.
Padahal pengalaman sejak penyelenggaraan pemilu secara langsung, dengan hanya 2 paslon masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang jika tidak diantisipasi akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia.
Bahkan jika pengaturan tersebut dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal.
Kecenderungan calon tunggal juga telah dilihat MK dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bertendensi ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong. Artinya mempertahankan ambang batas presiden, berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.
“Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.
Berkenaan dengan itu MK juga mengusulkan kepada pembentuk undang – undang dalam revisi UU Pemilu dapat merekayasa konstitusional. Meliputi:
Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden.
Pengusulan paslon oleh parpol atau gabungan parpol tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.
Dalam mengusulan paslon presiden dan wakil presiden, parpol peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan parpol tersebut tidak menyebabkan dominasi parpol atau gabungan parpol sehingga menyebabkan terbatasnya paslon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.
Parpol peserta pemilu yang tidak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya
Terakhir, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU 7/2017 melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggara pemilu, termasuk parpol yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna.
“Telah ternyata ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 tidak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil,” kata Saldi. (*/AN-01)