Aksinews.id/Jakarta – Klaim pakar hukum tata negara Prof. H. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D yang memperoleh informasi A1 dari Mahkamah Konstitusi (MK) tentang putusan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 menyulut kontroversi. Menkopolhukam Mahfud MD bahkan meminta agar pelaku yang ‘membocorkan’ informasi keluar itu diproses hukum.
Namun Menkopolhukam Mahfud telah berkoordinasi dengan MK soal beredarnya putusan sidang gugatan Pemilu 2024 itu. Kata Denny, ia dapat info MK akan memutuskan sistem pemilu akan proporsional tertutup. Artinya, masyarakat akan hanya memilih parpol tanpa mengetahui siapa calegnya di Pemilu 2024.
“Tapi MK sendiri sekarang sudah mengambil tindakan ke dalam tadi diberi tahu ke saya. Pak saya akan cari tahu siapa orang dalam yang kasih tahu ke Pak Denny,” kata Menkopolhukam Mahfud MD di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (29/5/2023).
“Sementara ke luar MK akan mengklarifikasi ke Pak Denny. Mudah-mudahan ndak sampai panaslah,” sambungnya.
Ia menambahkan, MK tidak akan main-main soal ini. Apalagi sampai ada orang dalam yang membocorkan rahasia. “MK itu kredibilitasnya bisa rusak kalau ada orang dalam bercerita sesuatu yang tidak benar, yang benar saja tidak boleh diceritakan,” ungkap Mahfud.
Menurut dia, sejauh ini MK belum memutuskan apa pun soal gugatan soal sistem proporsional terbuka yang saat ini berlaku. Katanya, MK baru rapat untuk jadwal sidang.
“MK itu tadi sudah saya tanyakan, baru bertanya ke masing-masing pihak yang berperkara besok tanggal 31 Mei. Baru setelah itu dijadwal sidang untuk mengambil kesimpulan,” jelas Mahfud.
“Jadi kalau dikatakan ada info A1, info A1 itu kan dalam ilmu intelijen yang paling tepercayalah. Kalau info A1 itu dari siapa,” sambungnya.
Sebelumnya, Denny Indrayana mengaku mendapatkan informasi bahwa MK akan memutus sistem pemilihan anggota legislatif dengan proporsional tertutup. Tidak lagi terbuka. Komposisi hakimnya 6 berbanding 3. Dia menyebut informasi itu didapatnya dari orang yang ia percaya kredibilitasnya. Informasi ini terkait sistem Pemilu Legislatif sesuai gugatan Nomor 114/PUU-XX/2022.
Ya, “Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja,” tulis Denny dalam akun Instagram pribadinya @dennyindrayana99, dikutip Minggu (28/5/2023).
Denny menyebut, putusan itu diambil setelah adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam menjatuhkan putusan antara hakim MK. Dimana jumlah perbandingannya yakni 6 hakim berbanding 3 hakim.
Perihal darimana informasi yang dirinya dapat, Denny tidak membeberkan identitas sosok tersebut. Terpenting, kata dia, informasi yang dia terima itu kredibel.
“Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi,” ucap Denny sebagaimana dilansir Tribunnews.com.
Jika memang pada putusan nantinya MK mengabulkan sistem pemilu dengan proporsional tertutup, maka kata dia sistem pemilu di Indonesia akan kembali ke masa orde baru (orba). “Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif,” kata Denny.
Dalam unggahannya itu juga, Denny menyampaikan kondisi politik tanah air saat ini. Salah satunya yakni perihal penegakan hukum di Indonesia yang didasari pada putusan MK terkait masa jabatan pimpinan KPK. “KPK dikuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun,” kata Denny.
“PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA. Jika Demokrat berhasil ‘dicopet’, Istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal,” sambungnya.
“Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan. Salam integritas!” tutup Denny.
Pernyataan Denny ini ditanggapi berbagai kalangan termasuk mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bahkan, ada juga yang menyorot pemerintahan Jokowi punya andil hingga laporan putusan MK soal proporsional tertutup itu.
Tapi, juru bicara MK Fajar Laksono enggan merespons panjang lebar terkait isu tersebut. Sebab, MK sendiri belum menggelar sidang pengambilan keputusan. “Yang pasti, tanggal 31 Mei mendatang baru penyerahan kesimpulan para pihak,” kata Fajar saat dikonfirmasi, Minggu (28/5).
“Setelah itu, perkara dibahas dan pengambilan keputusan oleh Majelis Hakim, baru diagendakan sidang pengucapan putusan,” sambungnya.
Sementara menurut Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro, Presiden Jokowi akan menghormati apa pun putusan MK. Tidak akan ada intervensi.(*/AN-01)