Aksinews.id/Lewoleba – Kuasa hukum Muhammad Nur Rayabelen mewakili ahli waris almarhum Haji M.A. Rayabelen, Ama Raya Lamabelawa, SH, MH, menduga kuat ada oknum pihak Yayasan Koker Niko Beker yang menjadi biangkerok dan provokator dalam urusan sengketa antara kliennya dengan Bibiana Kidi.
Dalam rilisnya yang diterima aksinews.id melalui pesan Whatsapp, Sabtu (20/5/2023), Ama Raya menguraikan duduk soal hingga berujung lahirnya gugatan wanprestasi yang dilayangkan Nur Rayabelen di Pengadilan Negeri Lembata.
Ya, “Duduk soalnya, bahwa klien kami memiliki sebidang tanah di bilang Lamahora (belakang Pasar Lamahora) yang merupakan obyek warisan dari orang tua klien kami, Haji M.A. Rayabelen. Bahwa obyek tersebut merupakan tanah milik orang tua klien kami, dan ini diketahui oleh semua orang Lewoleba. Karena saat itu orang tua klien kami merupakan Pejabat Daerah sehingga saat itu dengan kuasanya dia mengkapling tanah a quo, dan tanah-tanah di sekitar obyek a quo. Saya kira riwayatnya sama diperoleh karena jabatan saat itu,” jelas Ama Raya.
Sebagian tanah itu sudah dihibahkan kepada Pemkab Lembata untuk membangun Pasar Lamahora. Ya, “Orang tua klien kami juga telah menghibahkan sebagian tanahnya untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Lembata yang kini kita kenal sebagai Pasar Lamahora. Bisa dicek data hibah di Pemda Lembata tentang Pasar Lamahora,” urai Ama Raya.
“Letak tanah a quo berada di tengah-tengah tanah milik orang tua klien kami, kan tidak masuk akal, dahulunya tanah tersebut menjadi satu kesatuan, sehingga orang tua dari Bibiana Kidi atas nama Pati Watun disuruh menjaga peternakan (kambing dan sapi) milik orang tua klien kami dan orang tua klien kami saat itu tidak memberikan hak milik ke orang tua Bibiana Kidi,” lanjut Sekertaris Unit Penelitian Studi Hukum (UPSH) Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta tahun 2014-2015 ini.
Saat ayahanda Bibiada Kidi, Pati Watun meninggal dunia, almarhum Haji MA Rayabelen menghibahkan tanah berukuran 20 meter X 25 meter kepada Bibiana Kidi. “Ini sebagai tanda terima kasih kepada orang tua dari Bibiana Kidi yang sudah menjaga tanah milik klien kami, maka secara sukarela sebagian tanah a quo diberikan ke Bibiana Kidi dengan ukuran 20 meter X 25 meter,” jelas Ama Raya.
Yang jadi soal kemudian, saat Bibiana Kidi menjual lahan yang digarapnya ke pihak Yayasan Koker Niko Beker untuk membangun sekolah SMA SKO SMARD. “Harusnya yang dijual tanah yang ukuran 20X25 meter persegi yang sudah diberikan itu. Bukan menjual di luar dari yang dikasih,” tandas Ama Raya.
“Jadi disitu akar masalahnya. Klien kami juga sebelumnya sudah melakukan pendekatan ke Bibiana Kidi untuk selesaikan secara kekeluargaan. Sehingga kemudian lahir Surat Pernyataan 8 September 2020 yang kemudian menjadi obyek gugatan klien kami yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Lembata tertanggal 16 Mei 2023,” terang Ama Raya.
Memang dalam Surat Pernyataan yang ditandatangani Bibiana Kidi sebagai pihak pertama, dan Begu Ibrahim sebagai pihak kedua. Saksi dari Yayasan Koker Niko Beker juga ikut tanda tangan, yang diwakili Markus Labi Waleng selaku Ketua Cabang Yayasan di Lembata.
Surat pernyataan itu berisi tiga poin. Pertama, Bibiana Kidi selaku pihak pertama mengakui bahwa tanah yang dijual kepada Yayasan Koker Niko Beker, dengan ukuran 70m X 80m bukan milik pribadinya, melainkan milik ayahanda Begu Ibrahim, almarhum H.M.A. Rayabelen. Bibiana Kidi mengaku sebagai penggarap, dan hanya memiliki tanah seluas 20m X 25m yang diberikan oleh almarhum H.M.A. Rayabelen.
Kedua, Bibiana Kidi mengaku sudah menerima pembayaran uang muka dari Yayasan Koker Niko Beker sebesar Rp.70 juta dari kesepakatan harga jual beli senilai Rp.380 juta. Dinyatakan pula bahwa uang muka tersebut sudah lebih dari cukup sebagai kompensasi atas tanah seluas 20m X 25m.
Ketiga, Bibiana Kidi mengakui bahwa tanah yang dijual kepada Yayasan Koker Niko Beker adalah tanah milik keluarga H.M.A. Rayabelen. Karenanya, sisa pembayaran sebesar Rp.310 juta, Yayasan Koker Niko Beker berhubungan dengan keluarga H.M.A. Rayabelen. Bibiana Kidi menyatakan dirinya tidak mempunyai urusan lagi dengan Yayasan Koker Niko Beker.
Namun yang terjadi kemudian, pihak Yayasan Koker Niko Beker dan Bibiana Kidi justeru menyelesaikan transaksi secara sepihak tanpa melibatkan keluarga almarhum H.M.A. Rayabelen. Hal ini yang jadi tanda tanya hebat pihak ahli waris, hingga berujung gugatan wanprestasi.
Rekan Ama Raya, yang juga kuasa hukum ahli waris H.M.A. Rayabelen, Vinsen Nuel Nilan, SH menyakini kliennya dan Bibiana Kidi mampu menyelesaikan masalah ini secara musyawarah kekeluargaan. “Karena Bibiana Kidi dan klien kami memiliki hubungan baik bahkan seperti keluarga kandung, dan hubungan itu sudah dibangun sejak dari orang tua mereka dahulu,” jelasnya.
“Yang bersengketa ini klien kami dan Bibiana Kidi. Namun semenjak masalah ini mencuat ada oknum pihak Yayasan Koker Niko Beker masing-masing atas Nama Lukas Onek Narek, SH dan Dr. Damianus Dai Koban, M.Pd., yang beropini di media. Sebenarnya bapak berdua ini kuasa hukum dari Bibiana Kidi atau saudara kandung dari Bibiana Kidi?,” ujar Vian, bertanya-tanya.
Lebih anehnya lagi, sambung Vian, kedua orang itu bicara dalam kapasitas sebagai Pengurus Yayasan Koker Niko Beeker. “Yang warga Lembata tahu bahwa Yayasan Koker Niko Beeker itu bukan Lembaga Bantuan Hukum atau Firma Hukum, akan tetapi Yayasan yang bergerak di bidang Pendidikan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Vian merasa ganjil karena yang digugat Bibiana Kidi, tapi yang ribut justeru pihak lain yang tidak memiliki kepentingan dalam perkara a quo. Olehnya itu, Vian juga meminta agar pihak Yayasan hendaknya tahu diri dan cerdas menempatkan posisi.
Lebih jauh, Vian menyinggung soal pernyataan dari orang yang mengaku diri sebagai pemerhati (praktisi) hukum yang berdomisili di Jakarta yang menilai pernyataan mereka soal tanggapan atas pernyataan Lukas Onek Narek. Vian bingung siapa orang yang mengaku diri sebagai pemerhati hukum ini. “Kalo mau beropini tunjukan jati diri, bukan bersembunyi,” ujarnya.
“Agar pemerhati tahu bahwa kami tidak punya wewenang untuk melaporkan ke publik soal setiap perkara yang kami bela. Pemerhati harusnya baca pasal 19 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Di situ jelas bahwa advokat wajib merahasiakan perkara yang dibelanya. Olehnya kami jadi yakin bahwa orang yang menyebut diri sebagai pemerhati hukum itu adalah orang-orang dalam lingkaran Yayasan Koker Niko Beker,” tutup Vian. (AN-01)