Aksinews.id/Lewoleba – Putusan Pengadilan Negeri Lembata atas perkara nomor: 1/Pdt.G.S/2023 yang diajukan penggugat Muhammad Nur Rayabelen, ternyata bukan soal tanah yang menjadi lokasi gedung SMA SKO SMARD. Obyek gugatan dalam perkara itu adalah Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Tergugat Bibiana Kidi pada tanggal 8 September 2020 lalu.
“Ini gugatan wanprestasi atau ingkar janji. Obyek gugatannya adalah Surat Pernyataan bermaterai yang ditandatangani ina Bibiana Kidi sebagai pihak pertama, dan kakak Begu Ibrahim sebagai pihak kedua beserta saksi-saksi, termasuk saksi dari Yayasan Koker Niko Beker yang ditandatangani Markus Labi Waleng selaku Ketua Cabang Lembata,” jelas Nur Rayabelen, saat ditemui aksinews.id di kediamannya, Wangatoa, Kelurahan Selandoro, Lembata, Kamis (18/5/2023) malam.
Surat Pernyataan yang menjadi obyek gugatan Wanprestasi atau Ingkar Janji.
Surat pernyataan itu berisi tiga poin. Pertama, Bibiana Kidi selaku pihak pertama mengakui bahwa tanah yang dijual kepada Yayasan Koker Niko Beker selaku pengelola SMA SKO SMARD, dengan ukuran 70m X 80m bukan milik pribadinya, melainkan milik ayahanda Begu Ibrahim, almarhum H.M.A. Rayabelen. Bibiana Kidi mengaku sebagai penggarap, dan hanya memiliki tanah seluas 20m X 25m yang diberikan oleh almarhum H.M.A. Rayabelen.
Kedua, Bibiana Kidi mengaku sudah menerima pembayaran uang muka dari Yayasan Koker Niko Beker sebesar Rp.70 juta dari kesepakatan harga jual beli senilai Rp.380 juta. Dinyatakan pula bahwa uang muka tersebut sudah lebih dari cukup sebagai kompensasi atas tanah seluas 20m X 25m.
Ketika, Bibiana Kidi mengakui bahwa tanah yang dijual kepada Yayasan Koker Niko Beker adalah tanah milik keluarga H.M.A. Rayabelen. Karenanya, sisa pembayaran sebesar Rp.310 juta, Yayasan Koker Niko Beker berhubungan dengan keluarga H.M.A. Rayabelen. Bibiana Kidi menyatakan dirinya tidak mempunyai urusan lagi dengan Yayasan Koker Niko Beker.
Namun diam-diam terbit surat jual beli antara Bibiana Kidi dengan pihak Yayasan Koker Niko Beker, termasuk penyelesaian sisa pembayaran. Inilah yang bikin Nur Rayabelen melayangkan gugatan ingkar janji atau wanprestasi terhadap Bibiana Kidi melalui Pengadilan Negeri Lembata.
Kuasa hukum Nur Rayabelen, Vinsensius Nuel Nilan, SH dari Rumah Perjuangan Hukum Rafael Ama Raya, SH, MH dan Associates, merasa lucu dengan pernyataan seorang tokoh yang bergelar sarjana hukum mengomentari putusan PN Lembata atas perkara ini. Dia menilai pernyataan yang dilontar seorang tokoh yang ingin menjadi anggota DPRD NTT itu konyol dan ngawur.
“Sebagai calon anggota DPRD Provinsi, harusnya pahami dulu minimal sudah membaca isi putusan perkara a quo, baru mengeluarkan pernyataan. Bukan asal asal cerewet tanpa dasar,” kata dia, sambil tertawa, saat dihubungi secara terpisah di Lewoleba, Kamis (18/5/2023).
Pengacara asal Waipukang, Kecamatan Ile Ape, ini juga mempertanyakan, selama sidang berlangsung di PN Lembata, ia sama sekali tak pernah melihat batang hidung Lukas Onek Narek. “Kok tiba-tiba menilai isi putusan hakim?”, tanya Vian sambil tertawa.
Vian Nilan – begitu Vinsensius Nuel Nilan akrab disapa, mengaku prihatin dengan pernyataan Lukas Onek Narek yang dinilai tanpa asumsi konyol. “Kami memaklumi pernyataan Lukas karena beliau memanfaatkan moment ini walaupun keliru tempatkan diri,” tandas pengacara muda ini.
Hal senada disampaikan advokat Ama Raya, SH., MH. Magister hukum jebolan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini menilai pernyataan seorang tokoh yang adalah mantan anggota DPRD Kabupaten Lembata periode 1999-2004 di media itu keliru dan konyol.
Ama Raya menjelaskan bahwa yang menjadi obyek gugatan a quo tidak mengenai obyek tanah melainkan atas Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Tergugat Bibiana Kidi tertanggal 8 September 2020.
Dia menilai pernyataan seorang tokoh yang menilai isi putusan hakim pada perkara a quo merupakan pernyataan bohong. Sebab, papar dia, dalam amar putusan tidak pernah menyebut gugatan ditolak, melainkan “Menyatakan Pemeriksaan dalam perkara ini bukan merupakan pemeriksaan perkara Gugatan Sederhana”.
Amar putusan hakim, menyatakan, “Dengan Pertimbangan Pasal 1 angka 1 Peraturan M.A No. 4 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Perma No. 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Oleh sebab itu, maka perkara a quo TIDAK DAPAT DIPERIKSA DENGAN ACARA GUGATAN SEDERHANA NAMUN HARUS DENGAN ACARA BIASA.”
“Jadi dalam pertimbangan hukum maupun di dalam amar putusan a quo tidak ada satu kalimat yang menyatakan gugatan a quo ditolak sebagaimana pernyataan Lukas Onek Narek, SH,” tandas Ama Raya.
Dia juga menilai Lukas Onek Narek sudah menyebarkan informasi bohong. “Dalam pernyataan Lukas juga berbohong mengenai klien kami pernah meminta advis hukum terkait perkara a quo. Justru saat itu Lukas yang menawarkan diri agar dia menjadi mediator antara klien kami dan tergugat Bibiana Kidi,” jelasnya.
Ama Raya merasa heran dengan pernyataan seorang tokoh yang juga menyandang gelar Sarjana Hukum tanpa membaca isi putusan dan langsung menilai isi putusan yang tidak pernah dibaca. “Sebagai sesama Sarjana Hukum, saya meminta kepada Lukas Onek Narek untuk berhenti bersepekulasi dengan dalil-dalil hukum. Apalagi menilai isi putusan perkara milik orang lain yang dia juga tidak pernah hadir saat sidang,” tutup Ama Raya, prihatin.(AN-01)