Senin, 03 Oktober 2022
Gal.1:6-12 ; Luk.10:25-37
Pekan Biasa XXVII
“Tetapi untuk membenarkan diri orang itu berkata lagi, “dan siapakah sesamaku manusia? ”
(Luk.10:29)
Saya tersentuh dengan pertanyaan sederhana dari ahli kitab, “siapakah sesamaku” (ay.29). tentu tidak sulit menjawabnya. Orang yang menjadi sesama karena memiliki ikatan darah, hubungan keluarga, kerabat, orang dekat, kenalan baik, dan lain-lain. Itu memang biasa. Tetapi Yesus mau memberi arti sesama lebih dari sekedar hubungan darah atau orang yang saling mengenal.
Karenya Ia menempatkan orang yang dirampok dengan orang Samaria yang baik hati, untuk menegaskan bahwa sesama adalah orang yang murah hati, selalu menaruh kasih, orang yang memiliki empati, orang yang tergerak hati menolong, orang yang tulus tanpa perhitungan berbuat baik, orang yang rela menjadi bagian dari kesulitan seseorang. Karena nyatanya, meski ada hubungan darah atau keluarga dekat, kadang orang mesara seperti orang asing, karena tidak saling mengasihi.
Tentang sesama, Yesus ingatkan, kasihilah mereka seperti kita mengasihi diri kita. Artinya, Jika kita mau dikasihi, dihargai, dipeduli dan diampuni, hendaklah kita dengan tulus hati melakukannya kepada mereka. Jangan hanya meminta dan menuntut, tetapi enggan melakukannya.
Dari kisah orang Samaria yang baik hati, Yesus memberi kita prinsip sebagai pegangan, bahwa menjadi sesama berarti memiliki ikatan batin karena kasih, meski tidak saling mengenal dan tidak ada hubungan apapun. Prinsip ini kiranya membuat kita tidak merasa rugi, jika mesti banyak berbuat kasih atau berkorban demi orang yang tidak bertalian darah atau asing dengan kita sekalipun. Mengasihi semua tanpa sekat apapun.
Ingat, mengasihi sesama seperti diri sendiri. Tetapi mengasihi diri sendiri secara berlebihan, itu namanya egois. Orang hanya memikirkan kepentingannya, mengutamakan urusannya, fokus dan nyaman dengan pekerjaannya. Hal yang membuat dia tak peka, tak peduli, dan bahkan merasakan situasi sulit yang sedang melilit sesama di depan mata. Yesus menggambarkan ego diri demikian dalam diri imam dan Lewi, yang melihat orang tergelak ditepi jalan, tetapi melewati saja tanpa menolongnya.
Merlin Gabriel Miller mengatakan, “Mengasihi berarti menerima orang lain dan mempedulikan mereka secara mendalam”. Janganlah melewatkan siapapun yang tergeletak tak berdaya di tepi jalanan kehidupan, tanpa uluran tangan menolongnya.
Tuhan memberkati. SALVE. ***
RD. Wens Herin