Sebagai tim tuan rumah kualifikasi Liga 3 Nasional El Tari Memorial Cup (ETMC) XXXI tahun 2022, Persebata Lembata sudah menunjukkan kelasnya tersendiri. Berusaha tampil dengan materi pemain yang ada, Persebata akhirnya menyabet penghargaan sebagai tim fair play dan berhak atas uang pembinaan senilai Rp10 juta.
Persebata selalu menuntaskan babak knock out dengan drama adu pinalti. Tiga kali berturut-turut dimenangkan Lembata. Tiga kali pula semua penyepak Persebata sukses mengeksekusi bola dari titik putih yang berjarak 12 meter dari mulut gawang. Menariknya, tiga kali pula penjaga gawang Persebata Lembata berhasil mematahkan satu dari lima penendang lawan.
Tragedi baru terjadi pada babak grandfinal. Hanya dua dari lima penendang Persebata Lembata yang sukses membobol gawang Perse yang dikawal Akbar Rahman. Bahkan, kipper Akbar Rahman pula yang sukses menjadi penentu kemenangan Perse Ende sebagai eksekutor terakhir.
Kekalahan pertama Persebata Lembata ini sekaligus memastikan diri untuk pertama kalinya merengkuh posisi runner up sejak keikutsertaannya dalam turnamen ETMC tahun 1999 silam di Kota Ende. Tradisi tuan rumah juara ETMC pun runtuh. Dan, sejarah final ETMC berakhir damai pun tercipta. Lembata disanjung setinggi langit sebagai penyelenggara turnamen ETMC paling sukses menciptakan sepakbola damai.
Dengan pipi yang basah oleh air mata kesedihan, anak-anak Lomblen Mania tetap menyanyikan lagu-lagu kedamaian dan dukungan buat Persebata Lembata. “Kalah rusuh, itu bukan kem pung gaya.” Itu sepenggal lirik lagu yang dikumandangkan Lomblen Mania. Dan, mereka mampu menghipnotis puluhan ribuan pendukung Persebata Lembata untuk tidak bikin onar, sekalipun air mata menetes deras.
Lomblen Mania benar-benar sukses menjadi motor sepakbola damai di bumi Flobamora. Seolah kisruh di laga 16 besar saat Perse Ende bertempur melawan induk semangnya Lembata, Perseftim Flores Timur, terkubur. Hilang, tak lagi berbekas. Apalagi, Lomblen Mania ikut mengawal tim Perse Ende saat tinggalkan stadion Gelora 99 menuju penginapannya di kawasan Wangatoa, Kelurahan Selandoro, Kecamatan Nubatukan, Lembata. Suporter Perse Ende, Red Boys pun ikut merasakan pelukan damai anak-anak Lomblen Mania.
Seluruh kontingen tamu yang terjun di ETMC XXXI Lembata 2022 memang diinapkan di rumah penduduk Lembata. Paguyuban asal kontingen menjadi tuan rumah bagi para tamu. Ini yang bikin pembauran antara masyarakat sungguh terasa. Sekalipun kontingen PS Malaka menginap di gedung pusat pelatihan Koperasi ANKARA, toh pelayannya tetaplah warga Lembata yang berasal dari Malaka ataupun anak Lembata yang menikah dengan orang Malaka.
Boleh jadi, interaksi intens antara kontingen tamu dengan masyarakat Lembata inilah yang memberi kesan tersendiri bagi tim tamu. Wajah Lembata tergambar secara tegas dan jelas pada setiap individu orang Lembata yang berinteraksi dengan kontingen peserta ETMC XXXI Lembata. Kekurangan panitia dalam penyelenggaraan turnamen terakbar di Nusa Tenggara Timur ini seolah tenggelam di balik keramahan orang Lembata. Bahkan, pertandingan di bawah terik mentari pagi maupun petang, seolah sama sekali tak dipedulikan. Penonton maupun pemain tetap menikmati setiap laga dengan suka cita. Terus?
Sabar dulu. Ini juga yang perlu Anda tahu soal nama Persebata. Tak seorang pun tahu, kalau nama Persebata bukan baru muncul di tahun 1999, saat Lembata berdiri sebagai kabupaten otonom terpisah dari induknya, Flores Timur, dan pertama kali mengikuti turnamen ETMC di Ende, Flores. Nama Persebata sesungguhnya pernah digunakan anak muda Batu Ata, RT 12 (waktu itu), kompleks kantor Pajak Larantuka, Kelurahan Puken Tobi Wangi Bao, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, sekitar pertengahan tahun 1980-an.
Persebata bagi anak Batu Ata adalah akronim dari Persatuan Sepakbola Batu Ata. Ini klub tidak resmi, sekedar menjadi nama untuk plesiran yang bermanfaat. Anak muda Batu Ata yang bergabung di Persebata, waktu itu, melakukan lawatan uji coba ke Seminari San Dominggo Hokeng dan SGA Katolik Waibalun. Di tengah lapangan, Persebata Batu Ata pun tidak kalah pamor. Diperkuat enam pemain yunior Perseftim Flores Timur, seperti Leonard Betekeneng (penjaga gawang), Ama Puru (defender), Anis Odjan, Hengky Patiwael dan Rafael Betekeneng (midfielder) dan Franto Dasilva (sayap kanan), cukup bagi Persebata Batu Ata, waktu itu, untuk menunjukkan kualitas permainannya.
Tak cuma membentuk klub sepakbola. Anak Batu Ata juga membentuk grup music. Modalnya, dua buah gitar bolong, milik Petu (sempat menjadi kepala Telkom Lewoleba) dan Kasman Doni (sekarang guru di Makasar). Mereka tampil di acara-acara besar seperti panggung hiburan Hari Kemerdekaan di pelataran pelabuhan laut Larantuka, sebagai tim music dari RT 12 Kelurahan Puken Tobi Wangi Bao.
Namun, petaka datang, ketika siswa Sesado Hokeng melakukan kunjungan balasan ke markas Persebata Batu Ata. Sebab lapangan Lebao yang dijadikan markas Persebata Batu Ata, milik klub Bintang Timur FC. Hampir seluruh pemain Persebata Lembata adalah punggawa Bintang Timur FC. Syukur, waktu itu, ada Romo Thomas Labina, Pr (sekarang pastor/ketua Yapersuktim Keuskupan Larantuka), anak Lebao, yang mampu meredam amarah anak-anak Bintang Timur FC agar mengijinkan digelarnya pertandingan Persebata Batu Ata versus Sesado Hokeng.
Almarhum Frans Patiwael, pelatih kepala Bintang Timur FC yang kemudian menjadi ketua Perseftim Flores Timur dan posisinya sebagai pelatih Bintang Timur FC digantikan almarhum Cor Monteiro, menggelar rapat lengkap pemain dan pengurus Bintang Timur FC. Otomatis, anak-anak Batu Atas pun hadir. Dan, dalam rapat itulah, Persebata Batu Ata dibubarkan. Adalah almarhum Frans Patiwael yang menyatakan pembubaran Persebata Batu Ata. Seluruh kostum yang digunakan Persebata Batu Ata dihanguskan, dan yang belum bertulis label Persebata diserahkan ke Bintang Timur FC. Saling memaafkan pun terjadi, dan lenyaplah Persebata Batu Ata, sejak itu.
Kini, nama Persebata resmi milik Kabupaten Lembata. Seluruh pemain Persebata Lembata adalah anak tanah Lembata. Beberapa punggawa Persebata bahkan pernah merasakan turnamen sepakbola seperti Gadi Djou Cup di Ende, ataupun turnamen antar desa di Adonara, Flores Timur, selain turnamen local Lembata seperti Wanted Cup di Lewoleba. Ada juga yang jebolan SMA Negeri Keberbakatan Olahraga Flobamorata Kupang. Mereka masing-masing tentu pernah menimba ilmu persepakbolaan dari para pelatih, mulai tingkat kampung hingga pelatih berlisensi PSSI. Ini tentu saja menjadi modal persepakbolaan kita di Tanah Lepan Batan.
Sikap para supporter Persebata Lembata yang tidak menyalahkan tim kebanggaannya yang tidak mampu mengkonversi peluang mencetak gol di depan gawang lawan, maupun tidak memusuhi lawan yang mampu menekuk timnya, menjadi peluang besar membangun iklim sepakbola bermartabat di negeri Sembur Paus ini. Dukungan swasta dan Bank NTT terhadap penyelenggaraan ETMC XXXI tahun ini hendaknya tidak berhenti sampai disini. Pemkab Lembata hendaknya bisa mendorong pihak swasta dan dunia perbankan untuk terus mendorong pengembangan bakat sepakbola anak Lembata.
Turnamen usia dini seperti San Pio Cup yang digelar SMPK Santu Pius X Lewoleba dapat dilirik menjadi ajang pengembangan bakal sepakbola anak Lembata. Begitu pula dengan Wanted Cup, Liga Pelajar untuk tingkat SLTA, dan lain-lainnya. Kiranya, Askab PSSI Kabupaten Lembata bisa membentu tim pemantau dan pemandu bakat sepakbola anak Lembata untuk dipersiapkan menghadapi ETMC XXXII di Rote Ndao ataupun even sepakbola lainnya.
Dan, satu hal yang perlu dicamkan adalah dalam mengurus sepakbola, yang jadi raja itu pemain, bukan pengurusnya. Pemain harus bisa dibikin senyaman mungkin dalam bermain. Sehingga seluruh kemampuan dirinya bisa dieksploitasikan untuk kemenangan tim. Dan, sepakbola itu permainan 11 orang, bukan satu dua orang saja. Kekompakan tim adalah kunci suksesnya.
Akhir kata, terima kasih Persebata Lembata. Terima kasih Lomblen Mania. Sudah menunjukkan yang terbaik bagi persepakbolaan di bumi Flobamorata. Jangan pernah punya keinginan meniru apa yang terjadi di lapangan sepakbola Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Askab Lembata juga perlu memikirkan untuk menyiapkan wasit berlisensi PSSI, baik lisensi C, B maupun A. Dengan begitu, even lokal bisa diselenggarakan dengan lebih berwibawa karena dipimpin wasit-wasit berlisensi resmi dari PSSI. Semoga! (freddy wahon)