Oleh : Fransiskus Xaverius Soko Kwuta, S.Si
Guru SMPN 3 Wulanggitang – Hewa
Mata pelajaran Biologi merupakan rumpun mata pelajaran IPA yang boleh dikatakan materinya lebih mudah bila dibandingkan dengan mata pelajaran IPA lainnya yakni Fisika dan Kimia. Biologi adalah ilmu yang mempelajari makhluk hidup yang ada di alam semesta ini. Karena mempelajari hal-hal yang bersifat hidup dan lebih punya manfaat langsung terhadap kehidupan sehari-hari, mata pelajaran Biologi lebih cendrung disukai oleh siswa-siswi bila dibandingkan mata pelajaran IPA lainnya.
Ada beberapa materi pokok pada Biologi yang cakupan materinya sangat luas dan sulit untuk dipahami oleh siswa. Salah satu materi pokok tersebut adalah sistem koordinasi dan alat indera. Hal ini ditemukan oleh penulis sebagai guru yang mengajar mata pelajaran Biologi di SMPN 3 Wulanggitang. Berdasarkan nilai ulangan pada materi ini pada tahun sebelumnya, ditemukan bahwa persentase ketuntasan siswa hanya mencapai 6,67%.
Persoalan di atas disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : (1) dalam proses belajar-mengajar guru belum menerapkan secara maksimal berbagai pendekatan guna meningkatkan motivasi belajar siswa, (2) masih rendahnya motivasi belajar siswa, (3) kesempatan siswa untuk mengembangkan pikiran terbatas, dan (4) penampilan dan cara penyampaian materi oleh guru kurang menarik dan cenderung menggunakan metode pembelajaran tradisional yaitu ceramah.
Mengatasi permasalahan tersebut, penulis merasa perlu untuk melakukakan suatu perubahan terkait model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran guna meningkatkan motivasi dan kreativitas siswa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD). Pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.
Proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran STAD meliputi langkah-langkah berikut, a) presentasi kelas. Pada tahap ini guru mempresentasikan materi pelajaran dengan menggunakan LCD. Siswa memperhatikan presentasi guru tentang system saraf lewat tayangan video; b) Kerja kelompok. Setelah guru mempresentasikan materi, siswa dibagi dalam kelompok di mana setiap kelompok terdiri dari 4–5 orang. Di dalam kelompok siswa bekerja sama menyelesaikan LKS: “Gerak sadar dan tak sadar”dibawa bimbingan guru. Selanjutnya dua kelompok siswa yang ditentukan secara acak oleh guru menuliskan hasil kerja kelompok di papan tulis dan mempertanggunjawabkannya. Kelompok lain diminta untuk menanggapinya. Dalam proses ini guru harus memastikan bahwa seluruh kelompok telah mengetahui jawaban yang benar. (Acuan untuk guru adalah panduan LKS : “Gerak sadar dan tak sadar”).
c) Selanjutnya guru membagikan LKS ”Sel saraf dan fungsinya” kepada masing-masing kelompok. Dengan bimbingan guru, siswa melengkapi/ mengisi LKS tersebut. Setelah menyelesaikan tugas LKS, dipilih lagi kelompok lain secara acak untuk menuliskan hasil kerja kelompok dan mempertanggungjawabkannya di depan kelas. Kelompok lain diberi kesempatan untuk menanggapi jawaban tersebut. Sebelum melanjutkan ke kegiatan berikut, guru memastikan bahwa seluruh kelompok telah mengetahui jawaban yang benar (Acuan guru adalah panduan LKS : “Sel saraf dan fungsinya”);
d) Selanjutnya dilakukan evaluasi proses pembelajaran secara individu dengan memberi pertanyaan-pertanyaan secara tertulis terkait materi sel saraf. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu. Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok;
e) Setelah diadakan test, kelompok yang memperoleh nilai tertinggi akan diberikan hadiah/ reward. Selanjutnya guru membimbing siswa membuat rangkuman pelajaran dengan mempresentasikan lagi jawaban benar LKS “Gerak sadar dan tak sadar” dan “Sel Saraf dan Fungsinya”. i) Selanjutnya guru memberikan tugas pada kelompok siswa untuk membawa alat dan bahan (membuat model telinga dan hidung). Kegiatan ini dilakukan pada pertemuan berikutnya.
Dari proses pembelajaran yang dijalankan berdasarkan langkah-langkah tersebut di atas dan test yang diberikan, diperoleh hasil sebagai berikut: pada siklus I menunjukkan bahwa dari 25 peserta didik yang mengerjakan soal, 13 peserta didik mencapai KKM, dan 12 peserta didik yang nilainya di bawah KKM. Hal ini menunjukkan sudah ada peningkatan jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh peserta didik pada pra siklus.
Penggunaan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD sudah dapat meningkatkan hasil belajar dan tingkat ketuntasan sesuai dengan target yang direncanakan walaupun peningkatan mencapai 45,33%. Dimana baru 52% peserta didik yang dinyatakan tuntas, sisanya 48% belum tuntas. Kemudian hasil belajar yang dicapai peserta didik SMPN 3 Wulanggitang baru mencapai rata-rata 67,7.
Pada siklus II hasil test menunjukkan bahwa dari 25 peserta didik yang mengerjakan soal, 17 siswa telah mencapai KKM. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan, meskipusn tidak signifikan namun angka peningkatan mendekati harapan guru yakni 75%. Peserta didik yang tuntas mencapai 68%. Hasil belajar peserta didik menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus II meningkat menjadi rata-rata 78,4. Dibandingkan pada siklus I hanya mencapai nilai rata-rata 67,7.
Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa penggunaan model Kooperatif Tipe STAD setelah diterapkan pada siklus I dan siklus II dikatakan berhasil. Keberhasilan ini ditunjukkan oleh indicator sebagai berikut : pertama, peserta didik sebagian besar dinyatakan berhasil mencapai kategariabel yaitu tuntas belajar. Kedua, hasil belajar hampir sebagian besar mencapai KKM. Ketiga, motifasi belajar peserta didik semakin besar.
Meski demikian, penulis menyarankan agar perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang penggunaan metode ini dengan penggunaan variabel yang lebih banyak lagi.***