Jumad, 15 Juli 2022
Yes. 38:1-6.21-22.7-8; Mat.22:1-
8PW St. Bonaventura, Uskup dan Pujangga Gereja
“Murid-muridMu melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat” (Mat.12:2)
Hari Sabat, hari untuk Tuhan. Hari yang Kudus, hanya untuk ibadah. Untuk mempersembahkan syukur dan membangun nazar. Waktu berbakti, menyatakan setia hanya kepada Tuhan. Maka hari Sabat, tak boleh dinodai dengan aktifitas apapun. Melangkahpun tak boleh lebih dari jumlah yang telah ditentukan.
Nah jadi masalah antara Sabat dan Lapar. Mana pilihan yang humanis? Murid-murid Yesus lapar di hari sabat. Apa tidak boleh memetik bulir gandum dan makan karena aturan sabat melarang? Atau demi keluhuran sabat, biarkan saja para murid menderita menahan lapar?
Tidak! Yesus membiarkan murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan makan sebagai kritik, bahwa aturan sebaik apapun tak boleh mengorbankan manusia. Bahwa di atas segalanya, belaskasih harus jadi mahkota sebuah pertimbangan.
Memang Kita mesti memegang prinsip, tetapi tetap humanis sebagai orang Kristiani. Sebab mengutaman aturan tanpa belaskasih, akan memformat nurani kita seperti robot tanpa rasa.
Ujungnya, orang mudah berkelit, membela diri, membenarkan sesuatu yang salah, bahkan mengorbankan orang lain dan kepentingan orang banyak, hanya karena berdalil benar dan prosedural secara hukum. Terasa miris karena begitu kental aroma manipulasi dan ketidakadilan.
Bagi kita, yang tidak boleh pada hari Sabat atau Hari Tuhan, juga dalam setiap saat hidup kita adalah berbuat jahat, memanipulasi dan bersikap tak adil.
Sabat itu hari berkat. Maka setiap hari mesti jadi sabat, hari berkat, saat menunjukkan kasih dan keberpihakan kepada kemanusiaan. Hari yang menyelamatkan dan membawa setiap orang berjumpa dengan Tuhan yang berbelaskasih, melalui kita.
Tuhan memberkati. SALVE. ****
RD. Wens Herin