Atambua – Beginilah kalau orang tua meninggal dunia saat anak masih kecil. Harta warisan bakal jadi soal jika pembagian tidak merata. Apalagi, jika ada yang tak kebagian. Inilah yang sedang diperjuangkan dua orang kakak beradik anak kandung almarhum Dominggus Taolin, Hanny Oktavia Taolin dan Erviana Taolin.
Almarhum Dominggus Taolin dan istrinya Christina Lazakar memiliki tiga orang anak. Yang sulung bernama Santy Taolin. Adiknya, Ervina Taolin, dan Hany Oktavia Taolin. Almarhum Dominggus adalah WNI keturunan Tionghoa. Dia sudah meninggal sejak Hany Taolin masih kecil.
Kepada media ini, di Atambua, Jumat (12/2/2021), Hannu Taolin menjelaskan bahwa dirinya adalah salah satu ahli waris sah dari almahrum Dominggus Taolin.
“Saat saya masih umur 11 tahun pada tahun 2009, saya disuruh tandatangan surat penolakan warisan. Surat itu untuk dirinya sendiri (kakak sulungnya, Santy Taolin-Red). Saya waktu itu tidak tahu apa-apa karena masih kecil. Sekarang saya sudah besar dan mau menuntut hak waris saya dari peninggalan bapak saya. Karena saya ada hak”, jelas Hanny Taolin.
“Kami bukan mau menggugat kakak kami, tapi mama mau membagi harta warisan itu secara adil kepada ketiga anaknya. Mama sudah berulang kali menyampaikan pada dia (Santy Taolin-Red) tapi dia tidak mau, karena merasa diri paling besar dan paling faham”, jelas Erviana Taolin selaku anak kedua dari almahrum Dominggus Taolin atau kakak dari Hanny Taolin dan adik dari Santy Taolin yang merupakan salah satu ahli waris sah.
“Kami berdua disini sebagai anak, hanya berharap yang terbaik untuk mama. Kami juga tidak mau melihat mama sedih, pikiran dan kecewa. Kami ingin masalah ini cepat ada jalan keluar”, tambah Hanny.
Akhmad Bumi, SH selaku kuasa hukum Christina Lazakar dan Hanny Oktavia Taolin mengatakan, Hanny Taolin salah satu dari tiga orang anak dari almarhum Dominggus Taolin dan Christina Lazakar. Hanny anak bungsu.
Pada tahun 2007 Dominggus Taolin meninggal dunia dan meninggalkan sejumlah harta warisan, salah satunya adalah sebidang tanah yang terletak di Jl W.J. Lalamentik, kelurahan Beirafu, kecamatan Atambua Barat, kabupaten Belu.
Pada tahun 2009 dibuatlah beberapa surat, salah satunya surat keterangan penolakan warisan yang ditandatangani oleh Christina Lazakar, Santy Taolin, Ervina Taolin, Hany Oktavia Taolin dan turut mengetahui Lurah dan Camat setempat.
“Tahun 2009, Hanny masih berusia 11 tahun, masih dibawah umur atau belum dewasa. Olehnya belum cakap melakukan perbuatan hukum.”
Akhmad Bumi menjelaskan bahwa anak di bawah umur seperti Hanny Taolin waktu masih berumur 11 tahun, masih dalam kekuasaan orang tua atau walinya. “Jika masih di bawah kekuasaan orang tua atau walinya dan hendak melakukan perbuatan hukum mewakili Hanny yang masih di bawah umur maka harus seijin Pengadilan,” ungkap dia.
Dijelaskan bahwa Hanny serta ibu dan bapaknya adalah warga negara Indonesia keturunan Tiong Hoa. “Maka tata cara membuat surat-surat tersebut harus melalui Notaris/PPAT, tidak dibuat berupa akta di bawah tangan, tapi akta otentik yang dibuat di hadapan Notaris/PPAT. Kalau membuat surat atau akta dibawah tangan itu ada pada pribumi. Hal ini sesuai dengan kaidah atau norma yang diatur dalam KUHPerdata dan peraturan lain.” “Jika tidak maka hal tersebut menjadi masalah hukum. Karena terkait hak waris para ahli waris yang berhak, salah satunya Hanny Oktavia Taolin”, jelas Akhmad Bumi.(*/fre)