Oleh: Robert Bala
Judul ini tentu saja provokatif. Disebut demikian karena sejak wafatnya pada Senin (21/4), yang terbaca di pemberitaan seluruh jagat adalah tentang elogio (sanjungan) atas kebaikan dan keteladanannya. Karena itu judul tulisan ini tentu saja mengagetkan.
Tetapi membiarkan diri membaca tulisan ini sampai akhir tentu menjadi sebuah sanjungan kepada pembaca. Pasalnya meski provokatif tetapi masih ingin mengetahui akhir dari tulisan ini. Hal ini mengingatkan saya akan seorang teman, misionaris asal Indonesia yang bekerja di Panama City. Ia begitu rajin mengirim video dalam bahasa Spanyol tentang kegiatannya sambil meminta: “meski tidak mengerti tapi mohon tonton sampai akhir). Tentu permohonan saya untuk membaca sampai akhir ini seperti permintaan sahabat di atas.
Menciptakan kesulitan yang diterjemahkan dari bahasa Spanyol ‘Fabricar dificultades’, menjadi sebuah bayangan yang sedikit menakutkan saat kardinal Jorge Bergoglio terpilih jadi Paus.Disebut demikian karena saat terpilih, gereja tidak dalam keadaan yang baik-baik saja. Paus Benediktus XVI mengetahui semua yang terjadi dan meminta agar rahasia vatikan hanya diketahui oleh dirinya dan penggantinya. Dengan itu sebenarnya sudah terimplisit pesan agar penggantinya adalah orang yang sejalan dan bukan seorang dari luar Eropa (apalagi Yesuit pula).
Itulah salah satu tantangan berat yang dihadapi Paus Fransikus yang diungkapkan sebagai ‘cleaning house at the Vatikan’ yang dalam bahasa Indonesia akan lebih enak dibaca: Paus diharapkan dengan program ‘bersih-bersih rumah’. Enam tantangan lain seperti: skandal pelecehan seksual, Bergaul dengan agama lain, Memenangkan Barat, Kemungkinan perempuan menjadi imam dan Selibat opsional, Modernitas dan Penganiayaan merupakan masalah lain yang sangat pelik.
Yang tentu ditakutkan, seorang Paus yang sudah punya aroma ‘liberal’ dianggap akan menciptakan kesulitan. Ia datang bukan untuk menutup-nutupi persoalan tetapi malah membukanya sehingga akan menyulitkan Gereja. Itulah ketakutan yang wajar dan kalau ada kemungkinan untuk menghalanginya maju sebagai Paus adalah hal terbaik yang bisa dilakukan.
Setelah 13 tahun jadi Paus, sebuah periode yang singkat, bisa dipahami bayangan akan kesulitan yang sudah dicptakan. Untuk sebuah periode, kehadirannya menakutkan terutama ketika dengan bersahaja meminta maaf kepada para korban pelecehan seksual yang dilakukan dalam gereja. Ia segera menggantikan orang-orang yang terlibat dalam skandal Bank Vatikan. Secara keluar, tindakannya membungkuk dan mencium kaki Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir, menjadi ungkapan simbolis yang terlalu kuat. Sebuah pengorbanan yang tidak saja secara fisik karena saat itu ia sedang mengalami cedera kaki tetapi karena ia memimpin sebuah gereja terbesar di dunia dengan 1,2 miliar umatnya.
Tetapi satu persatu benang kusut diurai. Meski belum sampai pada puncak mengizinkan Perempuan menjadi imam, tetapi dengan mengangkat Suster Raffaella Petrini FSE sebagai Presiden Komisi Kepausan untuk Negara Kota Vatikan dan Presiden Kegubernuran Negara Kota Vatikan sejak 1 Maret 2025 menandakan bahwa hal ini kian mendekati kenyataan dan bakal terwujud selagi ia masih hidup. Singkatnya ‘kesulitan’ yang diciptakan ternyata kini membuat dunia ‘terngaga’ tanpa kata. Yang ada hanya kagum.
Salah Tempat
Kalau di judul ‘menciptakan kesulitan’ (diberi tanda kutip), maka justru pada bagian kedua ini ditulis apa adanya tanpa tanda kutip. Hal ini merujuk pada persoalan yang ‘dibuat-buat’, diciptakan sendiri oleh manusia dengan berbagai asumsi yang akhirnya menyulitkan hidup.
Hal ini saya peroleh di hari ke-4 wafatnya. Seorang sahabat dari Argentina, mengirimkan sebuah video dari tahun 2009. Saat itu Jorge Bergoglio masih menjadi Uskup Agung Buenus Aires. Ia hadir dalam sebuah ibadat ekumenis, dalamnya orang-orang dari berbagai denominasi Kristen hadir bersama merayakan Paskah. Video itu hanya 2 menit tetapi ‘isi semuanya’. Baginya, banyak kali terjadi persoalan karena diciptakan sendiri oleh manusia. Orang sudah mempersulit diri dengan pikiran yang kemudian membuatnya tak berdaya.
Terinpirasi dari kata-kata Malaikat kepada perempuan yang mengunjungi Yesus di pagi harinya: “Mengapa kamu mencari yang hidup di antara orang maki?” (Lukas 24: 5) mengungkapakn tentan salah tempat yang sering kita lakukan. Maria Magdalena mencari Dia yang hidup tempat orang mati, sebuah pencarian yang tidak akan menemukan Yesus. Dia yang hidup harus dicari di tempat orang hidup yakni dalam hati yang berkobar, kasih yang digerakkan, dan hidup yang penuh semangat.
Kata-kata itu mengingatkan saya akan salah tempat yang sering kita lakukan yang sekaligus menggambarkan siapa diri kita. Contoh paling jelas pada kupu-kupu dan lalat yang memilih tempat karena suda hada preferensi dalam dirinya. Kupu-kupu cenderung suka tempat yang indah dengan bunga-bunga lebat dan klembapan tinggi karena dalam dirinya ada preferensi. Sebaliknya lalat lebih suka tempat yang kotor dan menjijikkan karena memang dalam preferensinya diarahkan untuk itu.
Di sini pesan tentang persoalan yang kita ciptakan bisa terjawab. Kotoran dan bangkai tidak bisa dipersalahkan sebagai penyebab. Masalah di dunia tidak bisa dipersalahkan (karena memang dia sudah jadi masalah). Yang meestinya dipersoalkan adalah adalah preferensi yang sudah ada dalam diri. Kalau demikian maka persoalan tidak disebabkan, sumbernya ada dalam diri yang sudah punya kecendrungan kepada ‘bangkai’. Maria Magdalena berdasarkan pengalamannya sudah punya prasangka bahwa Yesus Wafat dan tempatnya ada di antara orang mati. Tetapi Malaikat itu menghardik bahwa kalau cari Dia, cari di antara orang hidup dan bukan orang mati.
Kata-kata ini begitu kuat menjadi pesan berharga di saat kematian Paus Fransiskus. Ia sadarkan bahwa yang ciptakan masalah dan kesulitan adalah diri kita sendiri. Kita ciptakan sendiri oleh preferensi, kecendrungan kita yang sudah salah sehingga salah memilih. Yang paling baik adalah tahu di mana dan kapan kita harus berada hal mana ditunjukkan Paus Fransiskus: Dengan presiden Sudan ia tahu bagaimana dan kapan. Dengan Messi juga ia tahu bagaimana cara masuk, dan dengan siap saja Paus yang ‘fenomenal itu tahu waktunya.
Wafatnya Fransiskus mengingatkan agar kembali ke Galilea, berinteraksi dengan orang hidup dan baik yang akan menjadikan kita baik. Sebaliknya bila ada persoalan dan kita salah bergaul dengan orang yang tidak tepat, di sana masalah yang diciptakan akan kian menjadi-jadi. (*)
Robert Bala adalah penulis buku MENGIRINGI KEMATIAN, 73 Renungan untuk Ibadat Kematian. Penerbit Ledalero, Oktober 2024.