Aksinews.id/Lewoleba – Anggota Komite Badan Pengatur Hilir (BPH) Minyak dan Gas (Migas), Abdul Halim menegaskan, kehadiran Pertamini atau POM Mini yang menjual BBM di Lembata secara hukum adalah ilegal. Anehnya, sejauh ini aparat kepolisian di Lembata sama sekali tak pernah mengambil tindakan hukum. Bahkan, yang ditangkap sebagai penyelundup BBM dari luar Lembata justru oknum aparat Polres Lembata.
Abdul Hakim bersama rombongan lainnya dari BPH Migas dan PT (Persero) Pertamina datang ke Lembata untuk memastikan pasokan BBM bagi kebutuhan warga Lembata. Mereka bahkan menyebar tim untuk mengusut sebab musebab antrean panjang BBM di SPBU hingga kelangkaan BBM.
Menurut Abdul Hakim, menjual BBM itu ada aturannya, apalagi kalau yang dijual adalah BBM bersubsidi dengan harga yang lebih mahal. Jika demikian, maka pemerintah dan masyarakat yang dirugikan karena penyaluran BBM subsidi tidak tepat sasaran.
Hal ini disampaikan Abdul saat sosialisasi penyaluran BBM di aula Kantor Bupati Lembata, Kamis, 16 Maret 2023. Saat itu dia menjawab pertanyaan beberapa anggota forum yang menanyakan maraknya Pertamini atau POM Mini yang mulai tersebar di Lembata tahun ini. “Secara hukum Pertamini itu ilegal,” tegasnya.
Mendengar jawaban BPH Migas bahwa Pertamini itu ilegal, Penjabat Bupati Lembata Marsianus Jawa langsung memerintahkan Kepala Dinas Penanaman Modal menertibkan para pengusaha yang membuka Pertamini atau POM Mini di Lembata.
Sebelumnya, Kepala Dinas Koperindag Longginus Lega membeberkan fakta kehadiran Pertamini di Lembata. Dari hasil penelusurannya, saat ini terdapat 26 Pertamini di Lembata. Sebanyak 21 Pertamini ada di dalam Kota Lewoleba. Darimana mereka mendapat BBM untuk dijual kembali?
Longginus menyebutkan, para pengusaha Pertamini ini setiap hari menerima sekitar 200-400 liter BBM langsung dari SPBU. Hal ini menyalahi aturan karena, menurut Longginus, SPBU itu memberikan pelayanan BBM kepada konsumen terakhir, bukan kepada pengusaha untuk dijual lagi.
Dia juga menemukan adanya selisih harga jual yang cukup signifikan dari SPBU ke Pertamini. Misalnya, SPBU menjual BBM jenis Pertalite kepada pengusaha Pertamini dengan harga Rp 12 ribu per liter. Maka tidak heran kalau konsumen membeli BBM lebih mahal di Pertamini, bisa mencapai Rp 16-17 ribu per liter.
“Pertamax seharusnya Rp 13.300 dijual ke Pertamini 14.500. Otomatis harga BBM di masyarakat melonjak. Pelakunya persis ada di hadapan kita. Tapi sesuai regulasi kami (pemda) tidak bisa lakukan penindakan,” ujar Longginus.
Untuk menghindari pelangsir BBM yang marak di Lembata, Abdul Halim juga memastikan akan memasang CCTV di SPBU yang ada di Lembata. Alat ini dipasang supaya pihaknya bisa memantau langsung kendaraan-kendaraan para pelangsir yang mengisi BBM lebih dari satu kali.
Pihaknya akan bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menangkap para pelangsir yang selama ini menyebabkan antrean panjang di depan SPBU.
Abdul Halim mengakui kalau persoalan BBM di Lembata sangat berlarut larut. “Dan miris kalau kita tidak bisa selesaikan ini untuk masyarakat,” pungkasnya.
Menurut catatan redaksi, sejauh ini aparat keamanan sama sekali belum mengambil tindakan atas kehadiran Pertamini yang menjual BBM lebih mahal dari seharusnya. Bahkan, yang diciduk terkait penyelundup BBM justeru oknum aparat sendiri.
Penjabat Bupati Marsianus Jawa sendiri pernah menyatakan kekesalannya atas lemahnya tindakan aparat kepolisian Lembata terkait BBM. Warga hanya bisa menduga-duga adanya keterlibatan oknum aparat, namun belum bisa membuktikannya.(AN-01)
Harap pihak penegak hukum dan pemerintah berdirie tegak. Penyebab semua ini Krn banyak pembiaran atau masa bodoh dari yg sehrsnya tindak namun dibiarkan. Semoga ke depan lebih baik. Masyarakatpun jangan mau dibodohi terus, hrs bisa bersuara. Sayangnya di Indonesia yg ditindaklanjuti kalau sdh viral atau sdh makan korban.