Aksinews.id/Lewoleba – Pemerintah Kabupaten Lembata kembali menggelar forum konsultasi publik Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2024, Senin (13/2/2023), di aula Kantor Bupati Lembata. Para peserta non ASN yang diundang ke acara ini mempertanyakan soal idle asset, pokir DPRD yang besar, tingginya biaya masuk lokasi wisata, serta lokasi/gedung Pusat Seni Budaya Lembata.
Gawean Bappelitbangda Lembata ini dihadiri segenap pimpinan OPD, para camat dan sejumlah tokoh masyarakat. Penjabat Bupati Marsianus Jawa yang dijadwalkan membuka acara ini batal hadir karena baru tiba dari Jakarta, sehingga diwakili Sekretaris Daerah, Paskalis Ola Tapobali. Hadir pula, Ketua DPRD Petrus Gero.
Sekda Tapobali saat memaparkan materinya, mengharapkan para pimpinan OPD untuk membaca dokumen perencanaan secara utuh. “Jangan hanya lihat angka-angka doinya saja. Lihat dokumen itu secara utuh, bagaimana indikator-indikatornya, baik indikator program maupun indikator kegiatan. Itu harus bisa dibedakan. Jangan sampe sama saja, dan kerangka logisnya jadi kacau,” ujarnya, mengingatkan.
Dia juga meminta para tokoh masyarakat yang diundang memberikan masukan bagi perbaikan dokumen perencanaan daerah. “Saya yakin, kita semua satu hati untuk Lembata yang lebih baik kedepan. Ini ada mantan pejabat dan mantan anggota DPRD. Jadi saya kira, kita semua sejalan,” ujarnya, dengan nada bercanda.
Alhasil, dalam sesi diskusi yang dipandu Ketua Bappelitbangda Drh. Mathias Beyeng, para peserta mulai menohok sejumlah persoalan pembangunan daerah ini.
Mantan Sekda Lembata, Petrus Toda Atawolo menyebut sejumlah regulasi yang patut dibaca dan dipijaki dalam penyusunan rencana kegiatan instansional. Dia mengharapkan agar pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKBD) memahami tupoksinya, dan dapat merumuskan kegiatan secara tepat. “Dalam penganggaran perlu dilihat prioritas 1, 2, 3 dan seterusnya. Sehingga jika terjadi suatu keadaan yang memaksa dilakukan perubahan, maka dimulai dari prioritas belakang yang dialihkan. Ini akan memudahkan nantinya,” jelas dia.
Selain itu, mantan kepala Bappeda dan BKD Lembata ini pun menyoroti soal pengelolaan idle asset (aset menganggur) yang bisa meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Misalnya, storage BBM di kawasan pelabuhan Lewoleba (istilah lokal Lembata: jobber) yang mulai dimanfaatkan. “Pasti masih ada yang bisa disewakan ke pihak ketiga untuk mendapatkan PAD,” kata Atawolo.
Tarsisia Hanny Chandra mempertanyakan soal tingginya tawaran sewa kelola aset lokasi wisata buatan yang sudah dibangun pemerintah daerah. “Masak kita disuruh setor Rp.200 juta untuk kelola Bukit Cinta Lembata (BCL). Nah, itu berarti pendapatan dari situ harus diatas Rp.400 juta, baru bisa. Karena kan harus ada biaya operasional, dan transport, belum lagi pengunjung yang terbatas,” ujarnya, sedih.
Dia mempertanyakan angka Rp.200 juta itu dihasilkan dari kajian apa. “Memangnya pemerintah sudah pernah uji coba sampai bisa tetapkan sebesar itu,” ucap dia, heran.
Lain lagi, Bediona Philipus yang mempertanyakan soal keluhan sejumlah kepala desa yang menilai musrenbang menjadi sesuatu yang mubazir. “Para kepala desa itu mengeluh, kalau perencanaan hanya mengakomodir kepentingan pokir (pokok-pokok pikiran-red) DPRD, ya tidak usah bikin musrenbang saja,” ujarnya, prihatin.
Dia mensinyalir bahwa setiap anggota DPRD diakomodir anggaran sebesar Rp.1 miliar untuk pokirnya. “Apakah pokir itu sejalan dengan RKPD atau tidak? Ini kan berbahaya. Nanti ada dinas yang tidak ada kerja karena ketiadaan anggaran, tapi ada dinas yang bekerja sangat padat karena DPAnya membengkak,” tandasnya, mengingatkan.
Mantan Kadis Pendidikan Lembata di awal Otonomi Daerah, Yakobus Kia menyoroti anggaran untuk peningkatan kompetensi guru. Namun hal ini, menurut Beyeng, sudah dialokasikan sebesar Rp.1 miliar.
Sejalan dengan Petrus Toda Atawolo, dia menyebut, perlunya pemerintah memperhatikan sekolah-sekolah swasta di Lembata. Pemerintah diharapkan tidak hanya mengurus sekolah negeri.
Pertanyaan terakhir dari peserta, menohok soal perhatian pemerintah terhadap pembangunan kebudayaan dan pemuda. “Lembata punya gedung olahraga yang megah, stadion di Pada, yang sukses laksanakan ETMC. Tapi, apakah pemerintah juga memikirkan pembangunan kebudayaan daerah ini? Kebudayaan sekarang kan menjadi urusan wajib. Apakah tidak bisa menyiapkan lokasi atau gedung yang memadain sebagai pusat seni budaya Lembata?” ujar seorang peserta forum konsultasi publik.
Kepala Bappelitbangda Mathias Beyeng menyatakan menerima semua masukan peserta forum. Dikatakan, pihaknya akan mengundang kembali para peserta dalam konsultasi lanjutan setelah beberapa tahapan proses dilewati.
Sebelumnya, Penjabat Bupati Lembata Marsianus Jawa, dalam sambutan tertulisnya mengatakan, forum konsultasi publik RKPD 2024 ini merupakan tahapan awal dari seluruh proses penyusunan rancangan RKPD untuk memberikan panduan kepada seluruh perangkat daerah dalam menyusun RKPD dalam kurun waktu satu tahun, dengan tetap berpedoman pada Rencana Pembangunan Daerah Kabupaten Lembata Tahun 2023-2026, Rencana Awal RKPD Provinsi 2024 dan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 serta Program Strategis Nasional.
Karena itu, dia meminta peserta forum untuk bersama-sama berdiskusi memberikan masukan maupun saran serta mengangkat isu-isu strategis yang berkembang sebagai masukan dalam menyusun rancangan awal RKPD 2024 sebagai pedoman OPD dalam menyusun RKA rencana kerja tahun 2024.
Bupati Jawa juga mengingatkan peserta bahwa APBD Kabupaten Lembata saat ini dan tahun-tahun kedepannya akan mengalami tekanan yang sangat hebat. Karena itu, ia meminta agar penyusunan RKPD tahun 2024 harus lebih cermat dan terintegratif serta mampu menjawab permasalahan yang dihadapi Pemerintah Daerah dan masyarakat Kabupaten Lembata secara tepat guna dan tepat sasaran.
Ketua DPRD Petrus Gero menambahkan bahwa dalam penyusunan RKPD kita dihadapkan dengan aturan-aturan yang berubah-ubah setiap masa.
Dia melihat ada tiga hal penting yang harus diperhatikan, salah satunya terkait permasalahan keuangan. Menurut dia, dengan hadirnya PMK Nomor 212 Tahun 2022, membuat kita tidak lagi secara leluasa mengatur APBD.
“Kita tahu, DAK sifatnya mengikat dengan berbagai juklak dan juknis, kemudian pula dengan dana bagi hasil lainnya, seperti DAU sekarang juga sudah mengikat kita dengan specific grant dan roadmap,” kata Petrus Gero.
Dengan kondisi ini, dia mengharapkan sebuah desain perencanaan yang lebih baik, yang melahirkan gebrakan kebijakan yang menjurus pada inovasi dan efisiensi pembangunan dengan bagaimana menyusun sebuah APBD yang dimaksimalkan secara baik, mewujudkan cita-cita daerah ini.
Karena itu, dia mengajak semua memberikan masukan melalui ide dan gagasan bagaimana, sehingga pemerintah memiliki strategi untuk meningkatkan PAD.
“Saya pikir PAD lebih kita khususkan lagi sehingga kita bisa mewujudkan cita-cita luhur yang termuat dalam RPJMD dan RPJP,” kata Ketua DPD Golkar Lembata ini.(AN-01)