Bencana alam selalu menghadirkan duka yang mendalam. Karena bencana datang merenggut kebahagiaan orang. Setiap bencana membawa duka karena menghilangkan harapan, merenggut masa depan, menguburkan impian, dan mengaburkan cita-cita mereka yang terdampak.
Setiap terjadi bencana, dukacita itu tidak hanya dirasakan oleh para korban yang terdampak tetapi menjadi dukacita kolektif. Sebagaimana kata Najwa Shihab, “Jika di timur ada yang terluka, di barat harus juga merasa duka. Jika yang tergores ada padamu, yang mengerang haruslah suaraku.”
Selain menimbulkan dukacita, bencana juga membangkitkan rasa solidaritas kemanusiaan tanpa sekat. Sebuah aksi kemanusiaan tanpa batas wilayah, suku, agama, ras dan golongan. Walau di tengah pandemic Covid-19 yang mensyaratkan jaga jarak fisik, ketika bencana melanda hati tak pernah berjarak dan tangan terulur membantu.
Bantuan sosial dan kemanusiaan selalu mengalir dari berbagai wilayah dan datang dari segenap pihak. Berbagai organisasi sosial bergerak meringankan beban dan duka korban tanpa memandang latar belakang dan asal-usul. Semua melebur dalam satu misi kemanusiaan: peduli kasih terhadap para korban bencana.
Solidaritas terhadap korban bencana inilah yang menggerakkan PGRI Cabang Wulanggitang menggalang dana secara internal ketika banjir bandang melanda beberapa wilayah di pulau Adonara, Minggu (4/4/2021) lalu. Aksi peduli kasih ini dimaksudkan untuk meringankan beban para korban bencana.
Sebagaimana dikatakan Ketua PGRI Cabang Wulanggitang, Eduardus Pope Ana Sayang bahwa ketika bencana alam menimpa beberapa desa di pulau Adonara, pengurus PGRI Cabang Wulanggitang melakukan konsolidasi secara internal untuk menggalang bantuan bagi korban bencana.
Melalui WhatsApp Group (WAG) dibangun komunikasi dengan pengurus ranting dan kepala unit. Dimana respons yang diterima sangat baik. Pengurus cabang kemudian mengeluarkan surat pemberitahuan ke setiap unit melalui pengurus ranting untuk melakukan penggalangan donasi di setiap satuan pendidikan.
Penggalangan donasi dimulai sejak tanggal 6 hingga 17 April 2021. Donasi dikumpulkan ke pengurus cabang melalui pengurus ranting. Hingga hari terakhir bantuan yang terkumpul berupa uang sebesar Rp.13.709.000, pakaian layak pakai, dan beras.
“Setelah kita bangun komunikasi lewat group WA, pengurus cabang mengeluarkan surat untuk tiga ranting dan 43 unit agar menggalang dana di setiap satuan pendidikan. Dan, donasi yang berhasil dikumpulkan berupa uang, pakaian layak pakai dan beras”, ujar Edward.
Bantuan ini disalurkan kepada korban pada Minggu (18/04/2021) di lima titik bencana yaitu desa Oyangbarang, Waitukan, Nelelamadike, Nobo, dan Waiburak. Pengurus Cabang PGRI Wulanggitang lalu membangun komunikasi dengan para relawan di lapangan untuk mendata kebutuhan para korban. Dana yang terkumpul kemudian dibelanjakan barang-barang kebutuhan para korban.
Di desa Oyangbarang bantuan yang diberikan berupa lemari pakaian sebanyak 12 unit dan sembako. Desa Waitukan berupa perlengkapan dapur, sembako, dan pakaian. Desa Nelelamadike bantuan berupa permainan anak-anak, sembako, dan pakaian. Desa Nobo bantuan berupa sembako dan pakaian. Dan, desa Waiburak berupa sembako dan pakaian.
“Setelah semua donasi terkumpul, pengurus cabang membangun komunikasi dengan para relawan di lapangan untuk mendata kebutuhan para korban. Dari data yang diperoleh, kita mengetahui kebutuhan di setiap tempat sehingga langsung dibelanjakan barang-barang tersebut berupa lemari pakaian, permainan anak-anak, peralatan dapur, dan sembako”, ujar Edward Pope.
Bantuan tersebut diantar secara langsung oleh pengurus Cabang PGRI Wulanggitang bersama rombongan PGRI Kabupaten Flores Timur. Rombongan berangkat dari Boru pkl.06.00 WITA menuju Larantuka menggunakan satu mobil pick up yang memuat barang bantuan dan sepeda motor. Di pelabuhan Larantuka rombongan bergabung bersama pengurus PGRI Kabupaten Flores Timur sudah menunggu untuk kemudian bersama-sama menyeberang ke pulau Adonara melalui Tobilota pukul 08.30 Wita.
Dari Tobilota rombongan menuju desa Oyangbaran untuk menyerahkan donasi kepada warga yang terdampak banjir di desa tersebut. Di titik ini, rombongan berada cukup lama karena tim edukasi PGRI kabupaten masih melakukan pendampingan trauma healing bagi korban selamat di rumah-rumah pengungsian dan juga pendampingan terhadap anak-anak.
Rombongan lalu bergerak menuju desa Waitukan dan tiba di desa ini kurang lebih pukul 12.30 Wita. Sebelum menyerahkan bantuan, tim edukasi PGRI Kabupaten juga melakukan pendampingan terhadap anak-anak korban bencana. Rombongan lalu bergerak menuju Kolilanang setelah dilakukan penyerahan donasi secara simbolis oleh setiap perwakilan.
Di Kolilanang, rombongan dijamu santap siang oleh PGRI Cabang Adonara. Santap siang ini terasa sangat spesial karena menu yang dihidangkan merupakan pangan lokal berupa ketupat, pisang rebus, jagung titi, loma ikan, dan lawar. Uniknya, makan siang ini disajikan di atas daun pisang. Di atas meja di teras SDK Kolilanang, menu santap siap dihidangkan dan seluruh anggota rombongan duduk di bagian kiri dan kanan meja. Nikmat sekali.
Di Kolilanang pula rombongan berpisah dua, dimana PGRI Kabupaten Flores Timur menuju desa Sagu sementara PGRI Cabang Wulanggitang menuju Nelelamadike. Tiba di tempat yang dikunjungi Presiden Jokowi ini waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 Wita. Setelah melihat lokasi bencana, rombongan bergerak ke posko utama untuk menyerahkan bantuan.
Karena pertimbangan waktu, bantuan untuk desa Nobo diantar oleh wakil ketua PGRI Cabang Wulanggitang bersama ketua PGRI Cabang Ile Boleng. Sementara rombongan yang lain bergerak menuju Waiburak dan tiba pukul 18.00 Wita. Donasi untuk korban bencana Waiburak kemudian diserahkan di posko bencana kecamatan Adonara Timur. Selanjutnya rombongan menuju Tobilota untuk menyeberang ke Larantuka. Dan, tiba kembali dengan selamat di Boru sekitar pukul 23.00 Wita.
Donasi barang yang diberikan PGRI Cabang Wulanggitang bagi korban bencana mungkin tidaklah banyak. Tetapi kehadiran PGRI menyapa korban secara langsung memiliki makna tersendiri. Karena walau bencana telah dua minggu berlalu, namun dukacita masih menyelimuti para korban. Terutama mereka yang kehilangan sanak keluarga. Apalagi hingga kini masih ada korban yang belum ditemukan.
Di tengah bencana yang menorehkan trauma, para korban tidak saja membutuhkan bantuan materil tetapi terutama dukungan moril. Donasi barang juga penting tetapi lebih penting adalah kehadiran orang lain dalam menyapa dan menguatkan mereka. Sebuah sentuhan bisa jadi dapat membangkitkan semangat. Sapaan bisa menjadi hiburan bagi yang berduka. Kehadiran bisa menjadi obat bagi yang terluka. Semoga. (gerardus kuma apeutung)