Aksinews.id/Lewoleba – Tradisi Muro yang sempat hilang selama hampir 50 tahun kini bangkit kembali di Desa Laranwutun. Jika sebelumnya tradisi ini lebih banyak dijalankan oleh para tetua adat, kali ini kaum muda menjadi motor penggerak dan terlibat langsung dalam struktur kepengurusan dan menghidupkan kembali kearifan lokal yang berfungsi menjaga kelestarian laut.
Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) bersama IUCN (International Union for Conservation of nature) yang di dukung Global EbA fund menggelar Workshop Penguatan Komite Muro sebagai Penggerak Konservasi Berkelanjutan pada 18–19 September di Desa Laranwutun dan 22–23 September di Desa Petuntawa. Kegiatan ini melibatkan sekitar 115 peserta dari lima desa pesisir.
“Langkah awal yang harus kita lakukan adalah menyadarkan kaum muda bahwa Muro adalah milik mereka. Dulunya kami hanya dengar nama saja, karena Muro sempat hilang 50 tahun, terakhir itu sekitar 1960.” kata Hans (28), Anggota Komite Muro Desa Laranwutun.
Erlina Dangu, Manager Programme Implementation Area Lembata – Plan Indonesia, mengungkapkan bahwa workshop ini menjadi kunci keterlibatan kaum muda dalam berinovasi sekaligus memperkuat transfer pengetahuan antar generasi.
“Diharapkan dalam workshop hari ini ada transfer pengetahuan. Nilai budaya yang dipegang para tetua bisa diturunkan kepada kaum muda melalui proses ini. Muro adalah kebijaksanaan leluhur yang harus dirawat dan diwariskan dari generasi ke generasi, sehingga keanekaragaman biota laut ini bisa dilihat oleh anak cucu kita,” ungkap Erlina.
“Penting sekali melibatkan kaum muda dalam komite Muro. Dengan dilibatkan langsung, kami bisa tahu ritual, batas wilayah, hingga syaratnya. Selain itu, kami juga punya inovasi pengelolaan hasil laut seperti filet dan abon ikan. Itu menambah keterampilan sekaligus membuat kami bangga dengan kearifan lokal yang kami punya,” ujar Iska Purab (24), Anggota Komite Muro Desa Laranwutun.
Rencana Aksi Kaum Muda Demi Konservasi Laut
Melalui workshop ini, komite Muro menyusun rencana aksi konservasi, membentuk kelompok penggerak perubahan, serta membagi peran dalam pelaksanaan, mentoring, monitoring, dan evaluasi.
Hans menegaskan bahwa Karang Taruna akan berkolaborasi dengan komite Muro dalam menjalankan rencana ini.
“Harapannya, rencana aksi ini bisa berjalan dengan baik, memberi kontribusi positif bagi pembangunan SDM dan ekonomi desa, serta menjadi salah satu upaya menjaga keberlangsungan Muro di desa kami,” tambah Hans.
Sebagai tindak lanjut dari workshop ini adalah perumusan beberapa rencana aksi yang akan dijalankan selama tiga tahun kedepan oleh komite Muro di Laranwutun, yaitu: Pengelolaan bank sampah untuk mendukung kebersihan lingkungan. Rawai tuna (mancing tuna) sebagai penguatan mata pencaharian pesisir. Produksi stick ikan untuk menambah variasi produk olahan laut. Pembuatan abon ikan sebagai inovasi pangan lokal. Produksi garam terowongan (tunel garam) sebagai alternatif usaha masyarakat. (Alfred Wurin-PLAN Lembata)