Aksinews.id/ Jakarta – Uskup Agung Jakarta, Mgr Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo mengeluarkan pernyataan keras ketika menjawab pertanyaan terkait Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus Harun Masiku. Mosigneur Suharyo menyebut korupsi dijadikan alat untuk membunuh lawan-lawan politik.
Pernyataan Kardinal Suharyo itu diberitakan luas, termasuk melalui kanal YouTube MerdekaDotCom dengan judul ‘Keras! Respons Uskup Agung Soal Korupsi Kasus Hasto PDIP: Politik Busuk, Jadi Alat Mematikan’, Kamis (26/12/2024).
Pernyataan Kardinal Ignatius Suharyo itu mendapat tanggapan beragam dari warganet. Ada yang mengkritik, sementara warganet lainnya membela. Warganet yang mengkritik umumnya mengingatkan agar gereja menghindari pernyataan politik, seperti disuarakan MS Maat.
“Satu pesan moral untuk gereja, mohon hindari statement yang berbau politik. Gereja jangan sampai terjebak dengan dunia politik apalagi terafiliasi dengan satu partai,” ucapnya.
Komentar lain juga meminta agar gereja netral dan menjauhi urusan politik dan lebih baik mengurus umat. “Bapak uskup yang terhormat, jangan berpolitik,” ujar Moses.
Warganet ada juga yang berharap agar gereja tidak terprovokasi, apalagi sampai melindungi koruptor. “Gereja jangan ikut terprovokasi menjadi partisan seperti halnya guru-guru besar,” ucap Sulistyo.
Sementara itu warganet yang membela menilai pernyataan Uskup Agung bukan dalam konteks membela Hasto sebagaimana pemberitaan yang ada. “Apa yang disampaikan romo hal yang benar, tetapi tidak dalam membenarkan Hasto, harap dipahami dengan benar. Terima kasih Pak Prabowo, semoga berlaku adil untuk semua. Jangan tebang pilih demi kemajuan negeri,” kata Elbertus.
Sebagaimana ramai diberitakan, Mgr. Suharyo menyinggung praktik korupsi sering dijadikan alat atau senjata politik untuk ‘membunuh’ demi mencapai suatu kepentingan tertentu.
“Kita semua mendengar akhir-akhir ini kok korupsi itu malah dijadikan alat ya untuk ‘membunuh’ dalam tanda kutip ya, untuk ‘mematikan’ orang, untuk menjegal orang,” kata Mgr Suharyo di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, Rabu, 25 Desember 2024, ketika menjawab pertanyaan terkait Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus Harun Masiku.
Kardinal Suharyo menilai praktik korupsi akhir-akhir ini sering dibiarkan begitu saja. Tapi, bisa digunakan pada saat yang tepat untuk kepentingan tertentu. “Korupsi dibiarkan supaya nanti pada waktunya bisa digunakan untuk kepentingan tertentu. Yaitu kan politik yang busuk sebetulnya,” kata dia.
Di sisi lain, ia selalu mengingatkan kepada umat di Gereja Katedral untuk menjauhi tindakan korupsi. Pun, menjadi lembaga yang dapat dipercaya. Monsigneur Suharyo senantiasa berupaya untuk membuat tata kelola gereja yang transparan dan membuat berbagai peraturan untuk mencegah korupsi.
Menurut dia, apabila di tengah masyarakat tersebar kecenderungan untuk korupsi, ia berharap di gereja tak pernah terjadi hal demikian. Ya, “Kalau dengan tujuan itu dibuatlah macam-macam model tata kelola. Membuat rules macam-macam aturan tata kelola di dalam gereja. Supaya bahaya korupsi di dalam gereja sendiri, oleh umat sendiri itu sejauh mungkin dicegah,” katanya.
Sementara pihak PDIP menanggapi langkah KPK yang menetapkan Hasto sebagai tersangka terkait kasus Harun Masiku, menduga ada politisasi hukum di balik penetapan status tersangka terhadap Hasto. Status tersangka yang menjerat Hasto terkait kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPR RI periode 2019-2024 kepada mantan Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan. Kasus ini juga menyeret eks caleg PDIP Harun Masiku sebagai tersangka.
Menurut PDIP, dalam kasus Harun Masiku sudah terlihat dalam pemanggilan KPK terhadap Hasto. PDIP menilai Hasto dipanggil KPK kerena yang bersangkutan bersuara kritis terkait kontroversi pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat usia capres dan cawapres.
“Kemudian sempat terhenti. Lalu, muncul lagi saat selesai pemilu, hilang lagi,” kata Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa, 24 Desember 2024. (*/AN-01)