Kupang – Akhmad Bumi, SH selaku kuasa hukum pemohon praperadilan, Yohakim Yuvenalis B. Siola, Konsultan Perencana SPAM IKK Ile Boleng, menilai putusan hakim Pengadilan Negeri Larantuka, Tigor Hamonangan Napitupulu, SH tidak obyektif dan tidak sesuai hukum. Namun ia menyatakan tetap menghormatio putusan pengadilan tersebut.
“Hakim berpandangan demikian dalam pertimbangan hukumnya sebagaimana dalam putusan praperadilan, kami anggap itu sebagai terobosan hukum. Artinya hanya satu alat bukti seseorang bisa ditetapkan menjadi tersangka. Ini langkah maju karena dapat merobohkan KUHAP, doktrin, kerangka hukum dan pendapat para ahli hukum,” tegas Akhmad Bumi, prihatin.
Akhmad Bumi sendiri tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan karena sedang menghadiri sidang di Atambua, Kabupaten Belu, Selasa (9/2/2021) lalu. Tim kuasa hukum pemohon yang hadir adalah Bisri Fansyuri LN, SH dan Ahmad Azis Ismail, SH. Tapi, sejak awal persidangan, Senin (1/2/2021), hingga pengajuan kesimpulan pemohon dan termohon, Akhmad Bumi sendiri yang memimpin tim kuasa hukum pemohon.
Sampai pada pengajuan kesimpulan masing-masing pihak, Akhmad Bumi tidak menemukan alat bukti lain yang diajukan termohon dari Kejaksaan Negeri Larantuka selain Berita Acara Pemeriksaan (BAP) para saksi. Itu beberapa saksi dinilai tidak punya hubungan dengan status hukum kliennya. Seperti kesaksian tentang survey RISPAM di Pulau Adonara. Menurutnya, survey RISPAM baru diterbitkan pada bulan Desember 2018, sedangkan survey kliennya sudah dilakukan jauh sebelumnya, sekitar bulan Maret-Mei 2018.
Harapan agar jaksa menghadirkan saksi ahli dari Inspektorat Kabupaten Flores Timur pun tidak tampak sampai sidang pembuktian berakhir. Bahkan, dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat Flotim pun tidak ditunjukkan dalam proses siding praperadilan.
“Kami menerima putusan Pengadilan Negeri Larantuka dan menghormati putusan Pengadilan Negeri Larantuka terkait putusan praperadilan ini. Tapi dari sisi pertimbangan hukumnya tidak obyektif,” tandasnya.
Praperadilan ini, menurut dia, dilihat sisi formilnya yakni penetapan tersangka pada Pemohon telah memenuhi syarat atau tidak terkait dua alat bukti sesuai KUHAP. “Dalam pertimbangan hakim yang dibaca melalui putusan itu melihat dua alat bukti berupa alat bukti keterangan saksi dan alat bukti petunjuk,” jelas dia.
Tapi, menurut dia, alat bukti petunjuk ini belum terbentuk karena alat bukti petunjuk adalah alat bukti tidak langsung yang diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. “Dari fakta sidang praperadilan, alat bukti petunjuk belum terbentuk karena tidak ada alat bukti surat dan keterangan terdakwa. Posisi sebagai terdakwa kalau sudah di sidang Pengadilan, keterangan terdakwa itu yang melengkapi alat bukti keterangan saksi dan alat bukti surat lalu membentuk alat bukti petunjuk,” papar dia.
Dari sisi pembuktian yang dihadirkan Termohon, penetapan Yuvenalis B. Siola selaku konsultan perencana menjadi tersangka tidak memenuhi syarat yakni minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP.
“Yang dihadirkan dalam sidang praperadilan hanya satu alat bukti yakni alat bukti keterangan saksi. Secara formil bermasalah dan bertentangan dengan KUHAP,” tandasnya.
Termohon tidak hadirkan alat bukti surat berupa LHP inspektorat dalam persidangan praperadilan. “Padahal LHP itu penting sebagai bukti surat. Ini juga tidak menjadi bagian dari pertimbangan Hakim,” jelas dia.
Kasus SPAM IKK Ile Boleng, menurut dia, harus dicermati dengan baik. “Pindah lokasi bukan soal tekhnis perencanaan tapi masyarakat yang menolak, itu harusnya masuk dalam kualifikasi force majeure atau keadaan luar biasa. Ada penetapan dulu keadaan luar biasa karena ada penolakan lokasi oleh warga. Dasar keadaan luar biasa tersebut dijadikan dasar kontraktor dilakukan PHK, kemudian dilakukan perencanaan ulang termasuk lelang karena terkait dengan memindahkan lokasi. Tapi nyatanya tidak. Pindah lokasi bukan urusan dan tanggungjawab Pemohon selaku konsultan perencana. Olehnya kami tanyakan Pemohon ini terkait kasus yang mana Waigeka atau Waimawu”, ungkap Akhmad Bumi.
Dikatakan, alat bukti ahli, alat bukti surat tidak ada. “Alat bukti petunjuk belum terbentuk, olehnya penetapan Konsultan Perencana tidak memenuhi syarat menurut KUHAP, sangat prematur dan tidak profesional. Olehnya ruang pengujiannya melalui Praperadilan.”
“Jika hakim berpandangan demikian dalam pertimbangan hukumnya sebagaimana dalam putusan praperadilan, kami anggap itu sebagai terobosan hukum. Artinya hanya satu alat bukti seseorang bisa ditetapkan menjadi tersangka. Ini langkah maju karena dapat merobohkan KUHAP, doktrin, kerangka hukum dan pendapat para ahli hukum.” “Kami menaruh hormat pada putusan hakim tersebut. Apapun putusan Pengadilan kami hormati. Inilah yang disebut putusan adil menurut hukum sesuai pandangan hakim. Artinya dari hakim PN Larantuka membuat terobosan hukum baru, satu alat bukti seseorang bisa ditetapkan menjadi tersangka dalam perkara pidana,” ucap Akhmad Bumi.(fre)