Aksinews.id/Larantuka – Mantan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkab Flores Timur, Rofin Kopong, SH membongkar adanya upaya ‘mendongkel’ Penjabat Bupati Fores Timur, Drs. Doris Alexande Rihi, MSi. Caranya, mengupayakan agar Doris Rihi tidak lagi melanjutkan kepemimpinan periode kedua di Flores Timur.
“Betapa Tidak!!! Pekan terakhir ini Flores Timur digaduhi oleh hingar bingarnya suara ‘kesurupan’ orang-orang waras yang ganderung akan kekuasaan. Mereka begitu peduli dengan berakhirnya masa jabatan Doris Rihi anak Sabu sebagai Penjabat Bupati Flores Timur. Saking pedulinya, sampai-sampai kehilangan nalar waras dalam melukiskan pandangan dan harapan,” tulis Rofin Kopong, pada akun facebooknya, yang disetujui untuk dikutip aksinews.id, Sabtu (27/5/2023).
Doris Rihi saat menghadap Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat untuk menerima SK Mendagri tentang Penjabat Bupati Flores Timur 2023-2024.
“Dalam ‘ kesurupan’, mereka memandang bahwa berakhirnya masa jabatan ini menjadi kesempatan emas dan berharap agar Doris Rihi harus diganti. Mereka memandang bahwa masa transisi kepemimpinan politik menuju terpilihnya Bupati definitif ini lebih pas dipimpin oleh anak Lewotana dan berharap salah satu nama yang diusulkan oleh DPRD Kabupaten Flores Timur menjadi Penjabat Bupati,” lanjut Rofin Kopong.
Mantan ketua Bawaslu Flores Timur dua periode itu menilai, sikap penolakan terhadap Doris Rihi lebih disebabkan oleh “Satu tahun kepemimpinan anak sabu itu sungguh-sungguh tidak mengakomodir kepentingan mereka dan berharap bisa diganti oleh orang yang diinginkan agar kepentingan yang tidak kesampaian dalam Penetapan APBD TA 2023 boleh diakomodir di kesempatan Perubahan APBD TA 2023 dan/atau selambat-lambatnya dalam APBD TA 2024”.
“Kendatipun ada yang mengungkapkan keinginan dan harapan ini secara sembunyi tetapi toh terbaca juga,” ujar bakal calon anggota DPRD Flores Timur dari Dapil 4 (Witihama, Kelubagolit dan Adonara) ini.
Dia mencatat beberapa poin yang menyiratkan adanya keinginan dan harapan agar Doris Rihi tidak diperpanjang masa jabatannya di Flores Timur. Antara lain, adanya upaya pembunuhan karakter kepemimpinan melalui forum DPRD dan Media Sosial, dan tidak diusulkannya nama Doris Rihi oleh DPRD Kabupaten Flores Timur.
“Diduga kuat ada lobi politik yang dimainkan oleh oknum Pejabat dan mantan pejabat dengan mengandalkan jaringan Parpol tertentu ke lingkungan Kementerian Dalam Negeri untuk meloloskan orang yang dikehendaki sebagai Penjabat Bupati Flores Timur. Komunikasi pada Grup WA para politisi kita yang mempertanyakan Fisik Dokumen Keputusan Mendagri berkenaan dengan Perpanjangan Masa Jabatan Doris Rihi,” ungkap Rofin Kopong, tanpa menjelaskan siapa orang-orang yang memainkan peran itu.
Dia menilai pernyataan sikap penolakan atas perpanjangan masa jabatan yang diformulasi melalui postingan di media sosial seperti facebook sebagai hal yang sangat menggelikan. “Dan secara tidak tahu diri, melarang orang lain untuk memposting status tentang Doris Rihi yang boleh dinilai sebagai bagian dari kecemasan batin yang tidak terkendali, sampai menyatakan sikap pembelaan yang tidak diperlukan,” tutur pria berkumis tebal ini.
Lebih lanjut, Rofin Kopong menguraikan mengenai upaya pembunuhan karakter kepemimpinan Doris Rihi melalui forum DPRD dan Media Sosial. “Kita boleh menoleh untuk membaca catatan fakta yang berkenaan dengan kebijakan anggaran dengan huru haranya polemik terkait Tuntutan Hak para Nakes RSUD Larantuka, Pemberhentian Tenaga Kontrak Daerah dan soal dihapusnya Dana POKIR bagi 30 ADPRD serta pengurangan jumlah titik reses. Catatan fakta ini adalah lukisan yang tidak menarik untuk dipertontonkan ke publik ketika Penjabat Bupati bersama jajaran eksekutif diobok-obok sampai Penjabat Bupati diusir dari daerah ini,” ujarnya.
“Betapa sering kita sangat emosional tanpa memahami secara baik duduk berdirinya sebuah kebijakan publik. Nyatanya bukan kita sengaja untuk tidak memahami tetapi memang kita tidak paham. Sedih,” kata dia, prihatin.
Begitu pula soal tidak diusulkannya nama Doris Rihi oleh DPRD Kabupaten Flores Timur. “DPRD kita memang luar biasa tidak beretika politik. Nampak kekanak-kanakan. Terlihat sangat tidak dewasa. Hanya dengan mengusulkan nama saja kalian tidak punya niat baik, lantas apa yang kalian bisa pikirkan untuk memberikan semacam penghargaan kepada beliau atas jasa pengabdian selama setahun ini? Apakah kalian lupa bahwa di saat dia dilantik, ramai-ramai kalian memikul SPPD ke Kupang (Rp.100 juta lebih uang daerah ludes) hanya untuk kalian mengikuti acara pelantikan dan foto-foto bersama? Semakin sedih,” ujarnya, lirih.
“Lobi politik yang dimainkan oleh oknum pejabat dan mantan pejabat dengan mengandalkan jaringan Parpol tertentu ke lingkungan Kementerian Dalam Negeri untuk meloloskan orang yang dikehendaki sebagai Penjabat Bupati Flores Timur. INI patut disayangkan!!! Bahwa kita hanya memikirkan kekuasaan dengan cara menghadirkan orang yang bisa kita kendalikan untuk pemenuhan hasrat politik. Tanpa disadari, upaya ini sedang mempertontonkan kualitas personal dan kelompok kita dalam menggagas hadirnya perubahan di daerah ini. Banyak orang di luar kita tentu punya catatan buram tentang kepemimpinan yang pernah dilakoni. Mestinya kita malu dan memanfaatkan waktu setahun ke depan untuk belajar dari Doris Rihi yang rela mencuci piring kotor selepas kita makan untuk perbaikan ke depan,” tandas Rofin Kopong, prihatin.
Dia juga mengaku heran dengan upaya mempertanyakan fisik dokumen keputusan Mendagri soal perpanjangan masa jabatan Doris Rihi. “Lebih lucu lagi mempersoalkan Penandatanganan SK pada hari Libur. Astaga. Ini Tipologi ADPRD ‘buta huruf’. Sebenarnya apa urusanmu dengan fisik SK itu? Memangnya saudara yang mau di-SK-kan untuk menjadi Penjabat Bupati? Makanya saudara harus tahu dulu sebelum dikukuhkan? Tidak ada kewajiban hukum untuk saudara tahu sebelum diserahkan pada yang bersangkutan dalam hal ini Doris Rihi. SK itu bersifat individual!!! Lantas dipersoalkan lagi mengenai hari libur. Astagfirullah… He, SK itu sebuah Keputusan TUN. Sebuah SK menjadi sah secara hukum apabila sudah memenuhi syarat prosedural dan syarat formal,” tegasnya.
Secara prosedural, sambung Rofin Kopong, Doris Rihi sudah diusulkan oleh Pejabat yang berwenang melalui tata cara dan mekanisme yang benar kepada Pejabat yang berwenang dalam hal ini Mendagri untuk kemudian secara formal, Mendagri sebagai Pejabat yang berwenang telah menetapkan SK itu tanpa ada kewajiban hukum tidak boleh ditandatangani pada hari libur. “Pernyataan sikap penolakan atas perpanjangan masa jabatan yang diformulasi melalui postingan TS di Media Sosial seperti FB yang sangat menggelikan dan ada pula secara tidak tahu diri melarang orang lain untuk memposting status tentang Doris Rihi. INI boleh dinilai sebagai bagian dari kecemasan batin yang tidak terkendali, sampai menyatakan sikap pembelaan yang tidak diperlukan,” ujar Rofin Kopong.
Alumnus Fakultas Hukum Undana Kupang ini mengingatkan agar tidak menilainya macam-macam. Ya, “Kalau mau bicara tentang seorang ASN yang terkooptasi oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah yang adalah Pejabat Politik, Jangan ajari saya!!! Sebab itu sama dengan kau ajari ikan berenang,” tutur dia.
Dia menilai apa yang terjadi di Flotim terkait penetapan perpanjangan masa jabatan Doris Rihi sebagai fenomena gangguan jiwa. Ya, “Kesemuanya di atas dapat dilukiskan sebagai fenomena ‘gangguan jiwa’. Bahwa gangguan ini tidak sampai pada membuat orang menjadi gila tetapi setidaknya mencabik rasionalitas pada jalan pikirannya, menggerogoti ketenangan kalbunya hingga seseorang kelihatan dari jalan pikirannya laksana orang sedang kesurupan. Ini Gara-Gara Doris Rihi anak Sabu? Ah, sebaiknya MARI IKLAS… Iklaskan hati untuk menerima ini semua. Hidup satu tahun ke depan ini sangat berat Tuan Puan…,” ungkap Rofin Kopong.
“Asal tahu saja, ‘Pisau Sabu’ itu sangat tajam Tuan… Karena tajamnya, tusukan dan irisannya tentu tak terasa. Orang Witihama bilang… Kedokono di pureko, mei weweka kae opu. Kalau sudah terluka, anggaran mana yang akan kita pakai untuk biaya penyembuhan? Sedang KKD kita sangat rendah tapi kita sudah terlanjur berfoya-foya. Dana Pokir kita di tahun sebelumnya ada yang tidak 100% terserap tapi uangnya habis dimakan Tikus. Rekayasa SPJ Tahun Anggaran sebelumnya dengan alasan saving untuk dipergunakan pada tahun anggaran berikutnya, dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan,” imbuh Rofin Kopong, lagi.
“Karena itu… Jangan malu untuk berdamai… Bangun sinergisitas secara baik untuk Lewotana kita,” tandas Rofin Kopong yang menyebut diri sebagai Orang Kampung, yang kini tinggal di Desa Pledo, Witihama, Kabupaten Flores Timur. (AN-01)