Aksinews.id/Larantuka – Aksi pukul meja mewarnai rapat antara Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (LKPK) dengan gabungan komisi DPRD Flores Timur, Rabu (9/11/2022) di gedung Bale Gelekat Larantuka. Bachtiar Lamawuran dari LKPK dan Yosep Sani Betan alias Nani Betan dari DPRD Flotim sempat bersitegang.
Rapat ini membahas masalah uang jasa Nakes di RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka dari dana klaim pelayanan medis pasien Covid-19 tahun anggaran 2021 yang belum dibayar. Total duitnya mencapai Rp 5,6 miliar dari kucuran dana klaim sebesar Rp 14,1 miliar lebih.
Dana klaim BPJS itu ditransfer langsung dari Kementerian Kesehatan RI di Jakarta ke rekening RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka pada bulan April 2022, saat Flotim masih dipimpin duet Anton Gege Hajon – Agus Payong Boli. Entah bagaimana, uang tersebut kemudian dialihkan ke kas daerah sebagai pendapatan daerah dari rumah sakit.
Saat perubahan anggaran, Pemkab mengklaim dana tersebut sebagai pendapatan daerah yang sah dari jasa medis rumah sakit. Hak Nakes yang mestinya dialokasikan untuk dibayarkan sebesar Rp 5,6 miliar pun diabaikan. Padahal, tahun anggaran 2020 dibayarkan secara lunas pada tahun 2021.
Ini yang bikin LKPK mendatangi DPRD Flores Timur. Pasalnya, diperoleh informasi kalau anggaran Rp 14,1 miliar lebih itu sudah diplot untuk membiayai sejumlah kegiatan, termasuk perjalanan dinas luar daerah. Beberapa kali, Nakes rumah sakit mendatangi Komisi C DPRD Flores Timur, tapi masalah ini tak kunjung diselesaikan. Sehingga ratusan Nakes rumah sakit menggelar aksi 1000 lilin di pelataran rumah sakit pada tanggal 3 November 2022 lalu.
Simpati dengan perjuangan Nakes rumah sakit milik pemerintah daerah itu, LKPK pun ikut terjun memperjuangkan hak Nakes yang terabaikan itu. Mereka bahkan sudah sempat melakukan dialog dengan Penjabat Bupati Flores Timur dan para pejabat Pemkab Flotim. Hasilnya, masih belum menemukan titik terang. Pemkab bertahan untuk tidak membayar.
Maka, aksi ke gedung Dewan pun dilancarkan. Sayang, pertemuan dengan anggota Dewan diwarnai ketegangan. Anggota LKPK, Bachtiar Lamawuran malah beberapa kali memukul meja, lantaran omongannya disela oleh Nani Betan, angota Fraksi Partai Golkar, yang juga Ketua Partai Golkar Flores Timur.
“Pak ketua sudah menegaskan. Saya catat ini. Jangan tambah hal-hal baru di luar akal sehat sendiri. Kami ini bukan anak kecil,” ketus Bachtiar Lamawuran, dengan warjah yang tampak memerah, menanggapi Nani Betan.
Melihat ketegangan antara Nani Betan dan Bachtiar Lamawuran, Ignas Uran mencoba menengahi. “Yang pak Nani maksudkan itu kebebasan berbahasa,” ucapnya.
Tiba-tiba salah satu anggota LKPK angkat bicara dengan nada sedikit meninggi. “Ini ruang politik, tidak boleh menyerang ranah privasi. Anda anggota Dewan, anda yang mewakili kami, anda harus mendengarkan kami,” ujarnya sambil menunjukkan jarinya.
“Saudara tangan turun ya, saudara tangan turun,” timpal Nani Betan, sedikit membentak.
Bachtiar pun balik menimpali. “Banyak sabar,” katanya.
Nani Betan menegaskan dirinya tengah mendengarkan diskusi. “Saya mendengar secara baik tadi yah, saya tidak menyerang ranah privasi. Saya mengapresiasi, menghormati kesenioran, menghormati cara berpikir dan menghormati pemahaman-pemahaman yang dimiliki,” paparnya.
Di sela-sela suasana yang memanas, Ruth Wungubelen selaku ketua LKPK, bicara soal audit di rumah sakit. Ia mengatakan, dirinya mendapat informasi bahwa Inspektorat Daerah (Irda) sudah diperintahkan untuk melakukan audit anggaran di rumah sakit.
Ya, “Kami tidak habis piker. Anggaran ini sudah disetor ke kas daerah, tapi yang diaudit rumah sakitnya hari ini. Coba bapak mereka cek, tim Irda sudah dibentuk,” pungkasnya. (AN-02/AN-01)