Ini penghormatan terakhir atas jasa-jasa Mama Regina Sura Lolonrian, pengasuh Panti Asuhan Eugene Schmitz. Pemakamannya dilakukan melalui perayaan ekaristi kudus (misa) yang dipimpin Pastor Rekan Paroki Fransiskus Azisi Lamahora, Pater Mateus Tunu, CSSR di panti Asuhan Eugene Schmitz, Lamahora, Kelurahan Lewoleba Timur, Selasa (12/7/2022).
Umat yang hadir pada pemakaman mama Regina selain pengurus Yayasan Eugene Schmitz dan umat di lingkungan Panti, juga tampak sejumlah aktivis kemanusiaan dan beberapa donatur yang selalu membantu aktivitas anak-anak panti. Semua larut dalam kesedihan mendalam atas kepergian mama Regina.
Pateus Mateus dalam kotbahnya menyampaikan limpah terima kasih kepada mama Regina yang telah memberikan pelajaran hidup bagi sesama. “Karya-karya kemanusiaan Mama Regina memberi pelajaran bagi kita semua,” ungkap Pater Mateus, CSSR.
Saat peti jenazah ditutup, hujan air mata membanjir dan tangis histeris pun pecah. Keluarga dan anak-anak panti tampak hanyut dalam kepedihan mendalam. Namun beberapa anak panti yang masih kecil terlihat tak rela mama asuh mereka terlelap dalam peti. Mereka menangis sejadinya. Tapi, ada pula yang tampak bingung, harus berpisah selamanya dengan mama Regina.
Frater Rinto Jaga, mahasiswa STFK Ritapiret, mantan ketua Teater Suara yang mengikuti upacara pemakaman, mengaku kagum dengan karya kemanusiaan mama Regina. “Mama Gin sudah melakukan karya-karya kemanusiaan yang seharusnya dilakukan kaum selibat. Dia bahkan lebih selibat walaupun tidak pernah mendapatkan kaul,” ujarnya, berseloroh.
Memang, mama Regina yang dilahirkan di Buriwutung, 18 Agustus 1970, menghabiskan separoh hidupnya dengan menjadi juru masak dan cuci dari biara ke biara, baik di Larantuka, Kabupaten Flores Timur maupun di Lembata. Terakhir, ia menjadi juru masak di Rumah Soverdi di Bukit, Waikomo, Kelurahan Lewoleba, Lembata. Bahkan, setelah mengasuh panti pun ia tetap memasak untuk Rumah Soverdi Bukit. Anak-anak panti bertugas mengantar makanan yang dimasaknya ke Bukit dengan bersepeda dayung, setiap hari, pagi, siang dan malam.
Kendati mama Regina tak pernah berkarya di lingkup pastor-pastor Redemtoris, namun Pater Mateus, CSSR tetap merayakan misa kudus di saat pemakamannya. Pater Mateus berharap agar ada yang mau berkorban seperti Mama Regina untuk mengurus anak-anak di Panti Asuhan Eugene Schmitz.
Saat penyampaian riwayat hidup mama Regina, dijelaskan bahwa mulanya Pater Schmitz, Deken Lembata menginginkan agar panti diberi nama Panti Regina. Tapi, mama Regina menolak. Sehingga dari hasil diskusinya bersama Pater Schmitz, panti itu akhirnya diberi nama Panti Eugene Schmitz sampai sekarang.
Dijelaskan pula bahwa tanah lokasi panti dibeli mama Regina dari tabungan pribadinya yang digenapi oleh Pater Eugene Schmitz. Sehingga lokasi tanah sesungguhnya milik pribadi mama Regina. Bangunan rumah tinggal berdinding tembok merupakan hasil praktek kerja siswa STMK Bina Karya Larantuka. Mulanya, hanya sebuah bangunan tak seberapa luas yang dihuni mama Regina bersama anak-anak panti.
Sebelum menjadi Panti Asuhan, rumah mama Regina menjadi panti penitipan anak. Orang tua yang merantau suami istri menitipkan anak-anak mereka pada mama Regina. Tapi, ada juga anak yang sengaja dititipkan orang tuanya, dan pergi entah kemana tak pernah kembali mengambil anak mereka. Pun, ada pula anak panti yang ditemukan mama Regina di Pasar Pada, dirawat dan diasuh hingga disekolahkan.
Menariknya, mama Regina melarang anak-anak panti untuk meminta-minta dan tidak boleh menerima pemberian dari orang tanpa ada balas jasa. “Anak-anak panti kalau kita kasih uang seribu dua ribu, mereka bilang tidak usah, nanti mama marah. Luar biasa sekali,” ucap seorang warga yang ikut upacara pemakaman.
Ada lagi yang berkisah soal mama Gin yang suka jalan kaki. “Kalau terima rapor anak-anak panti, mama Gina suka jalan kaki dari satu sekolah ke sekolah yang lain. Karena mama Gina bilang, uang sepuluh ribu rupiah lebih baik beli temi (tembang minyak) untuk anak-anak makan daripada saya pake sewa ojek,” kisah Yuli Atu, aktivis Perempuan Fenomenal, sekaligus owner Roti Kita bersama Ani Lamak.
Seolah tahu akan berpulang. Mama Regina sudah berpesan kepada keluarga yang menemaninya selama sakit, agar terus menjaga anak-anak asuhnya di panti. “Bapa… mama Gin so te ada (sudah tiada). Tolong sering datang lihat-lihat anak-anak di panti. Mama Gin cuma pesan supaya jaga terus anak-anak di panti,” ujar seorang wanita paruh baya dalam tangis kesedihannya.
Mama Gin akhirnya benar-benar telah berpulang. Karya kemanusiaan yang ditinggalkan sungguh menggugah nurani kemanusiaan kita. Bagaimanakah nasib 53 anak Panti Asuhan Eugene Schmitz sepeninggal mama Regina dan Bruder Damianus, SVD ?
Mama Regina dimakamkan di lokasi Panti Asuhan Eugene Schmitz. Ia seolah hendak terus menjaga agar panti asuhan yang dibangun dan dikelolanya tetap hidup dan berkembang.
Pengurus Yayasan Eugene Schmitz mengaku sudah membangun pembicaraan serius dengan sebuha biara suster untuk melanjutkan karya kemanusiaan mama Regina dalam menangani Panti Asuhan Eugene Schmitz. Semoga anak-anak panti bisa menjalani hari-hati bahagia bersama pengasuh baru nantinya. Lain padang, lain belalang. Lain orang tentu lain pula maunya.
Ah… Selamat jalan mama Regina, mama Panti Eugene Schmitz. Terima kasih sudah memberi pelajaran hidup dalam kesehajaan, tapi tetao mampu berbagi kasih dengan yang membutuhkan. Sekali lagi, terima kasih mama Gin. (freddy wahon)