Selasa, 05 Maret 2024
Dan.3:25.34-45 ; Mat.18:21-35
Pekan Papaskah III
“Bukan tujuh kali, melainkan tujuh puluh kali tujuh kali”
(Mat.18:22)
Dalam hidup ini, kita banyak berhutang budi, berhutang kasih, berhutang kebaikan, dan berutang dosa kepada sesama dan Tuhan. Namun kita syukuri, Allah tak menghitung berapa hutang dosa kita karena belas kasih, kerahiman dan pengampunanNya tak berkesudahan bagi kita.
Kita sadari, betapa kita dikasihi Allah dan sesama. Maka tak perlu bertanya, “berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat salah?” Cukulah mengingat jawaban Yesus ini, “Bukan tujuh kali, melainkan tujuh puluh kali tujuh kali”.
Yesus mengajari kita, agar tulus hati mengamuni tanpa batas. Karena mengampuni adalah cara kita mencintai dan menyembuhkan luka kehidupan.
Kita kerap menghitung sudah sekian kali mengampuni dan kita merasa sudah cukup. Hanya karena kasih kita memang terbatas. Kita kurang sabar, dan cenderung membalas yang sama, apa yang diperbuat kepada kita.
Namun, akan halnya kita sering salah dan jatuh, sering melukai dan mengecewakan, maka hendaknya kita saling menyembuhkan luka kehidupan dengan tak henti pula memberi maaf dan pengampunan.
Paus Fransiskus mengingatkan, salah satu kata ajaib yang menyembuhkan adalah maaf. Mintalah maaf karena kita tahu kerapuhan kita, dan berilah maaf agar kita boleh saling menyembuhkan dan saling membesarkan hati.
Tuhan memberkati. SALVE.***
RD Wens Herin