Di lorong antara ruang bedah dan ruang anak, RSUD Lewoleba, Kamis (15/04/2021) sekitar pukul 12.00 Wita, kami berpapasan. Kami dari Forum Peduli Kesejahteraan Difabel dan Keluarga (FPKDK) Kabupaten Lembata, memang hendak menemuinya.
Dua perawat sedang mendorong brankar, tempat tidur pasien. Di atas brankar, Yulianita Kristina Lou, terbaring. Bola matanya yang bulat tampak sayu melihat sekeliling. Sesekali dia meringis menahan sakit. Tubuh kecilnya penuh luka. Tangan, kaki, kepala, wajah ada luka. Sebagian sudah kering dan sebagian besar masih basah, lebih-lebih di tangan dan kakinya. Ayahnya, Mikael Olan bergegas mengikuti. Sendirian. Berjalan di sisi tempat tidur.
Ibunya? Mama Paulina Palang sedang dirawat di RSU Larantuka. Saat Lou, puteri bungsunya berada di ruang operasi, mama Paulina diterbangkan dengan helikopter ke Larantuka karena mengalami saraf terjepit cukup parah dan harus dirawat intensif.
Lou, bocah perempuan berusia 9 tahun, adalah korban bencana banjir bandang akibat badai tropis seroja yang melanda kampungnya, Desa Amakaka, Kecamatan Ile Ape, Minggu (4/4/2021).
Dini hari yang nahas. Saat dia sedang lelap tidur. Saat banjir besar dan rumahnya hanyut, dia berjuang hidup diantara tumpukan kayu, pepohonan dan material yang dibawa banjir.
“Saat menemukan Lou pagi hari, kepalanya hanya beberepa centi saja di atas lumpur. Anak saya tersangkut di batang pohon dengan kepala ke bawah tetapi badannya terhimpit material kayu dan sampah. Saya mencari isteri dan tiga anak dan sampai pagi saya mendengar Lou dan Mersy kakaknya memanggil saya. Saya tolong Lou dan dalam kondisi parah, kami bawa ke rumah sakit dan saya tidak tahu lagi nasib anak saya Mersy”, tutur Mikael terisak.
Mersy, anak perempuannya nomor dua kemudian ditemukan meninggal setelah beberapa hari proses pencarian.
“Dia (Mersy) pasti marah saya karena tidak bisa tolong dia dan lebih fokus urus adenya. Selama ini, Mersy suka protes karena menurutnya saya lebih sayang Lou. Saya sudah berulangkali jelaskan kalau adiknya bungsu dan memang lebih manja. Makanya saya minta maaf ulang-ulang pada Mersy dan mayat anak saya itu akhirnya ditemukan.”
Lou yang dirawat di RSUD Lewoleba, oleh tim dokter diputuskan harus amputasi kaki kanannya dari lutut ke bawah.
“Baru beberapa hari lalu diamputasi dan ternyata ada infeksi jadi harus diamputasi lagi. Ah saya sedih sekali. Saya bisa gila hadapi situasi ini”, ujar Mikael.
Dia berharap sungguh anaknya dilayani sepenuh-penuhnya agar bisa sembuh. “Kami ini korban bencana. Beda dengan pasien umum. Tolong lihat kami”, ujarnya berulang kali.
Mikael sendiri mengalami luka cukup parah di kaki dan tampak bengkak. Belum terlihat mengering sembuh, karena sepertinya tidak terurus atau lebih tepat tidak dipedulikannya. Dia lebih fokus mendampingi Lou yang sering memanggilnya dan memanggil mamanya yang sedang berjuang hidup saat ini di tempat lain. Beruntung anaknya laki-laki sulung, Aprilianus, yang terendam lumpur hingga leher selamat, meski badannya luka-luka dan matanya masih tampak merah darah hingga saat ini.
Bersama putranya dan beberapa kerabat, mereka menemani Lou. Di ruang anak yang cukup luas, Lou terbaring dengan infus. Saat menulis ini dia sedang menunggu untuk amputasi lagi karena infeksi.
Saat hendak pamit, saya bertanya pada Lou. “Nona mau tanta kasih apa?” “Boneka Barbie”, ujarnya pelan dengan suara terbata. Saya mengecupnya. Menahan air di kelopak mata. (fince bataona)
Ahhhh, terlalu ! Dan menambah haru Ma 😭🙏❤️
Kami semua doakan adik sekeluarga,Semoga cepat sembuh ya sayang,Tuhan telah menyelamatkanmu dari maut berarti Tuhan juga pasti akan menyembuhkanmu sayang,berdoa dan percaya hanya padaNya🙏🏼🙏🏼🙏🏼
#sedihle😢