Oleh: Robertus Nikodemus Take Lemaking SP.d.,M.Pd
Program Makan Siang Gratis diproyeksikan membutuhkan anggaran Rp 210 triliun pada 2025, dan terus meningkat menjadi Rp 400-420 triliun pada tahun selanjutnya. Program ini menargetkan sekitar 83 juta anak sekolah, balita, dan ibu hamil untuk memberikan makan siang bergizi dan susu gratis.
Ini terlihat sederhana dan mudah untuk dilakukan. Apakah pelaksanaanya sesederhana itu? Jawabannya tidak. Justru sebaliknya program ini adalah program konyol tanpa perencanaan yang matang.
Saat ini kondisi sosial ekonomi kita sedang tidak baik-baik saja. Munculnya tagar Indonesia Gelap dan kabur aja dulu adalah ambaran Indonesia secara umum yang sedang mengalami banyak deraan krisis yang hebat. Program Makan Siang Gratis atau Makan Bergizi Gratis (MBG) akan menyita banyak tenaga/energi dan terlebih dana.
Saat ini penerimaan negara masih terbatas, sementara pemerintah saat ini memiliki banyak program prioritas yang terus berjalan. Anggaran besar MBG juga mengurangi anggaran untuk program lain. Anggaran MBG setara 90 persen dari total belanja perlindungan sosial Kemensos 2024, yang mengorbankan program seperti Permakanan untuk lansia dan disabilitas.
Selain itu, anggaran MBG lebih besar daripada total anggaran untuk kementerian lain, seperti Pertanian, ESDM, dan Perhubungan. Pemerintah berisiko memperburuk defisit negara jika anggaran tidak tercukupi. Hal ini bisa melanggar batas defisit APBN yang tidak boleh lebih dari 3 persen dari PDB, dan mengancam stabilitas ekonomi, seperti yang diingatkan oleh Bank Dunia dan lembaga rating kredit.
Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) punya catatan kritis terkait program makan bergizi gratis ini. Dalam Policy Paper Series: Mengkaji Ulang Program Makan Bergizi Gratis Makan Bergizi Gratis: Menilik Tujuan, Anggaran dan Tata Kelola Program menurut CISDI program MBG Program MBG, yang dirancang untuk mengatasi stunting, belum sesuai dengan target dan bentuk yang dibutuhkan. Selain itu, CISDI juga mencatat, program MBG belum memastikan fokus pada daerah dengan kasus gizi lebih tinggi. Pemangkasan biaya satuan program MBG bisa berdampak pada kualitas makanan yang diberikan. Sebelumnya, biaya untuk satu penyajian makanan anak sekolah sekitar Rp 15-20 ribu, tetapi pada pelaksanaannya dipangkas menjadi Rp 10 ribu per porsi. Hal ini bisa mengurangi kecukupan gizi, menjadikan program MBG tidak efektif untuk mengatasi stunting.
Pertanyaan lainnya apakah semua anak butuh makan siang yang gratis itu? Tentu saja tidak. Selera anak itu berbeda-beda dan mereka berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda pula. Apakah ada orang tua kaya mau anaknya makan tempe amis dan daging yang belum matang? Apakah semua keluarga di Indonesia ini tidak mampu sehingga harus diberi makan gratis? Sebuah program gelondongan tanpa analisis mendalam ini seperti membuang garam di laut.
Mekanisme pemberian MBG ini juga membawa tantangan logistiknya sendiri. Membagikan makanan kepada puluhan juta anak di pelbagai daerah dengan aksesibilitas dan kondisi topografis berbeda. Ini merupakan kegiatan yang kompleks, termasuk untuk memastikan penyaluran tepat waktu, bermutu serta dengan standar kebersihan dan keamanan pangan yang baik. Ini sangat berat apalagi bicara soal karakteristik suatu tempat. Kekhasan diet setempat, kebiasaan budaya serta religius yang menyangkut pangan serta pantangan bagi siswa siswa tertentu, juga merupakan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan standar makan siang dengan standar gizi yang konsisten.
Prosesi makan siang juga menurut Saya akan menyita waktu belajar efektif anak di sekolah. Jadwal sekolah akan berubah dengan adanya program yang satu ini. Kembali lagi yang dirugikan adalah anak-anak itu sendiri. Melihat banyaknya hal negative yang timbul maka program ini sekali lagi perlu ditinjau kembali. Jangan pukul rata dari sabang sampai mauroke tetapi harus ada kebijakan. Jangan karena sudah terlanjur berjanji dan harus ditepati tetapi berbesar hatilah meminta maaf atas khilaf yang pernah terucap sembari memperbaiki diksi dan juga cara dalam mengatasi persoalan besar negara ini.
Pada dasarnya program makan siang gratis ini mungkin memiliki potensi untuk membawa dampak positif bagi pendidikan, kesehatan dan kesetaraan namun akan dibutuhkan perencanaan yang mendetail dan hati-hati, tanggung jawab fiskal serta pelaksanaan yang efektif agar dapat mengoptimalkan manfaatnya sementara mengatasi tantangan-tantangannya. Solusi sederhana adalah dengan mengalihkan anggaran ini kepada program pemberdayaan orang tua dalam ketahanan pangan (penyediaan makanan bergizi) dari tempatnya masing-masing baik lewat penambahan dana desa maupun dana taktis lainnya. Sebab makanan bergizi itu asalnya dari meja makan bukan dari meja belajar di sekolah. (*)
Yg pas dan tepat : pendidikan gratis