(Sisipan Pada Momen Wisuda Sarjana Pendidikan Keagamaan Stipar Ende)
Oleh: Anselmus DW Atasoge
Staf Pengajar pada STIPAR Atma Reksa Ende
Tepat di hari terakhir bulan Pebruari 2025, Sekolah Tinggi Pastoral Atma Reksa Ende mewisuda 131 Sarjana Pendidikan Keagamaan Katolik. Momen tahunan ini bukanlah sekedar ritual akademik melainkan momen penuh makna untuk menaruh ‘sejuta harapan’ di hati dan pikiran para wisudawan-wisudawati.
Sejak dibentuk Januari 2025, panitia penyelenggara telah memikirkan untuk mengemas seluruh momen penuh rahmat di tahun yubileum ini di bawah tema umum “Katekis Peziarah Pengharapan”. Seminggu jelang acara wisuda, para para wisudawan-wisudawati ‘diretretkan’ di Rumah Bina Kerahiman Ilahi Keuskupan Agung Ende.
Selamat tiga hari mereka didampingi untuk merenungkan jati diri dan identitasnya sebagai kaum intelektual yang memiliki komitmen yang sungguh untuk terlibat dalam karya keselamatan Allah di dunia sebagai pribadi-pribadi pembawa harapan bagi keselamatan banyak orang.
Di hari sesudahnya, 24 Pebruari 2025 mereka diajak masuk dalam ranah yang lebih ilmiah dalam Seminar Nasional bertajuk yang sama “Katekis Peziarah Pengharapan”. Puncak dari ziarah rohani jelang momen wisuda ini, mereka diutus oleh Uskup Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden, SVD sebagai ‘katekis-katekis’ sejati melalui perayaan Missio Canonica di Aula Mgr. Donatus Djagom, SVD.
Pada 25 Pebruari 2025, mereka yang berjumlah 131 itu resmi dikukuhkan sebagai Sarjana Pendidikan Keagamaan Katolik. Mereka adalah Angkatan XXXI yang telah dilahirkan oleh Lembaga Stipar Ende. Pada nama mereka dilekatkan titel Sarjana Pendidikan Agama Katolik. Serentak dengan itu, pada diri mereka pun ‘dikiblatkan harapan Gereja’ sebagai peziarah yang tak terbebaskan dari impian Gereja sebagai peziarah pengharapan.
Pada tanggal 9 Mei 2024 yang lalu, Paus Fransiskus menerbitkan Bulla (paten surat-letters patent) atau piagam) tentang tahun Yubileum 2025 dengan judul “Spes Non Confundit” (Harapan Tidak Mengecewakan). Bulla Spes Non Confundid nomor 1, Paus berharap semoga tahun Yubileum ini menjadi kesempatan bagi semua orang untuk menghidupkan kembali harapan.
Spes Non Confundid, harapan tidak mengecewakan, yang merupakan judul Bulla ini merupakan ungkapan Rasul Paulus kepada jemaat di Roma. Dikatakan bahwa harapan itu tidak mengecewakan karena menawarkan kepastian kasih Tuhan. Inilah yang diharapkan menjadi tema peziarahan untuk berjumpa dengan Tuhan, baik bagi mereka yang akan berziarah ke kota Roma, maupun yang merayakan tahun Yubileum di keuskupan atau gereja masing-masing.
Harapan ini ditempatkan Paus Fransiskus juga dalam konteks evangelisasi. Bahwasanya, misi Gereja adalah membagikan pengharapan kita, karena semua orang berharap, dan dari dalam lubuk hati setiap orang memiliki pengharapan akan sesuatu yang baik. Manakah harapan-harapan itu?
Pertama, harapan bersama dengan iman dan kasih membentuk sebuah keutamaan teologis yang mengungkapkan hakikat kehidupan Kristiani. Kedua, indulgensi, yang merupakan isi pokok dari tahun Yubileum, dalam Bulla Spes Non Confundit menyatakan bahwa pengampunan tidak mengubah masa lalu, tidak dapat mengubah apa yang sudah terjadi,dan bagaimanapun pengampunan dapat memungkinkan kita mengubah masa depan dan hidup secara berbeda, tanpa kebencian, permusuhan, dan balas dendam. Dalam perspektif ini dapat dikatakan bahwa masa depan yang diterangi oleh pengampunan, memungkinkan kita membaca masa lalu dengan mata yang berbeda dan lebih jelas, meski masih diwarnai dengan airmata.
Kenyataan saat ini menampilkan dengan terang-benderang ciri-ciri budaya yang semakin tidak mau memaafkan, dan lebih condong pada balas dendam dan kebencian. Sikap demikian ini tidak mengarah pada harapan melainkan keputus-asaan, karena menghalangi kita mencapai kebahagiaan. Bulla Spes Non Confundit merupakan kesatuan mendalam antara pewartaan, harapan, dan tanda-tanda yang menunjukkan perwujudannya.
Paus Franciskus mengambil tema ini dan menulis berdasarkan pengharapan yang di dalamnya kita telah diselamatkan. Di saat yang sama kita terajak untuk memiliki kepastian bahwa sejarah umat manusia dan sejarah kita masing-masing tidak akan berjalan menuju titik tanpa arah atau jurang yang gelap, namun berorientasi pada perjumpaan dengan Tuhan yang maha mulia. Oleh karena itu, setiap umat kristiani diajak untuk hidup dengan pengharapan akan kedatangan-Nya kembali dan pengharapan untuk hidup kekal di dalam dia.
Katekis intelektual yang diwisudakan di Stipar Ende diharapkan memiliki pengharapan yang demikian: pengharapan yang tidak mengecewakan, pengharapan yang tidak membuat semua mereka yang akan ‘dilayani’ masuk dalam jurang kekelaman tanpa pengharapan.
Hal itu dapat tercapai apabila sang katekis yang intelektual perlu meningkatkan kompetensi personal dirinya. Menurut RD. Laurentius Yustinianus Rota S. Fil. Mag, Theol., dosen ilmu kateketik di Stipar Ende, pengenalan akan identitas diri sebagai orang terbaptis dan beriman, menjadi tonggak dasar untuk peningkatan diri. Kompetensi pengetahuan, kompetensi komunikas, termasuk kompetensi digital di dunia modern saat ini, menjadi hal penting untuk dilihat.
Menurutnya, selain identitas diri, hal kedua yang penting adalah pengenalan dan pendalaman akan tugas dan tanggungjawab sebagai katekis. Tugas katekis sebagai saksi iman, penjaga amanat akan Allah, guru dan mistagog, pedamping dan pendidik, tidak hanya dimengerti sebagai sebuah pekerjaan (Beruf), tetapi terutama dipahami dan dijalankan sebagai sebuah panggilan (Berufung).
Karena itu, sebagai peziarah pengharapan, katekis bertugas membawa dan menghadirkan tanda harapan bagi semua orang. Semua pihak yang disebut Paus Fransiskus dalam bullanya, tetapi terutama semua orang yang dilayani Yesus selama hidupnya, adalah sasaran, kepada siapa tanda harapan itu dibawa oleh seorang katekis. Untuk mencapai idealisme itu, hal penting yang tidak dapat dihindarkan dalam pelayanan kateketis adalah kemitraan. Kemitraan terutama dibangun di antara para katekis, tetapi juga dengan umat yang dilayani.
Dari logo tahun Yubelium kali ini terbaca gambaran yang mendukung kehidupan beriman, yakni berlabuh pada harapan. Dan logo tahun Yubelium menjadi lambang yang paling koheren, bahwa dalam peristiwa-peristiwa dramatis kehidupan, tidak seorang pun boleh berharap sendirian, tetapi selalu dan hanya bersama-sama dalam solidaritas dan persaudaraan, yang semuanya merengkuh salib Kristus, yang masih dalam pengharapan. Demikianlah seorang katekis intelektual tak berlabuh sendirian dalam kesepian tanpa harapan yang menghangatkan kata dan tindakan!
Saya akhiri sisipan ini dengan mengutip kata-kata yang tertulis dalam Kitab Keluaran (Kel 3:7-8): “Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umatKu di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka. Sebab itu, Aku telah turun untuk membebaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu….”
Sekiranya, momen bersejarah di Stipar Ende ini menjadi titian baru bagi para sarjana dan lembaga Sekolah Tinggi Pastoral Atma Reksa Ende untuk sanggup memperhatikan, mendengar dan mengetahui tanda-tanda zaman di tengah jeritan-jeritan ketidakpastian hidup tanpa harapan dan godaan-godaan perubahan-perubahan zaman yang menyertainya hingga sanggup turun dari tahta kesarjanaan dan menggapai harapan akan keselamatan dalam praksis pembebasan dari situasi tanpa harapan dan penuntunan hidupnya, sesama dan alamnya dengan berbingkaikan insight: semakin banyak seorang memiliki pengharapan, semakin banyak kehidupan yang bermartabat dan mengarahkannya ke tingkat kesadaran, keluasan dan kedalaman kualitas hidup dalam kebersamaan yang semakin lama terus memperluas horisonnya.
Pada muara inilah, para katekis alumni Atma Reksa boleh hadir dan membawa dirinya sebagai pembawa harapan yang tidak mengecewakan siapapun, hic et nunc, di sini dan saat ini! (*)