Kampanye terbatas oleh caleg Provinsi NTT 6 (Flotim – Lembata – Alor) dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Nomor urut 1, atas nama Vinsensius Belawa Lemaking dengan mengangkat tema budaya berlangsung dengan meriah.
Kegiatan yang dilakukan di aula Kantor Desa Watodiri, Minggu (28/1/2024), diawali dengan ceremonial adat oleh bele raya Lewuhala, Ile Ape, Bapak Stef Lodan dan dilanjutkan dengan dialog.
“Ini bentuk kampanye yang luar biasa. Saya apresiasi khusus buat anak Vinsen yang berani angkat budaya dan menghadirkan semua kita pada tempat ini,” ungkap Lodan.
Ratusan orang yang hadir di balai pertemuan ini berasal dari berbagai kampung di Ile Ape. Apresiasi yang sama disampaikan oleh Kepala Desa Watodiri, Robertus Sayang Ama Matarau saat menyampaikan sambutan pembukaan. “Baru pertama terjadi ada kampanye yang seperti ini, tanpa atribut partai. Semoga pertemuan ini dapat menghasilkan sesuatu yang berguna untuk tatanan budaya kita ke depan,” ujar Sayang.
Perwakilan tokoh adat Lamariang, Bernadus Ola menyampaikan harapannya kedepan. “Kita berharap pertemuan ini tidak hanya sampai disini saja melainkan ada tindak lanjut ke depan. Komitmen sudah dibangun dan harapannya ini menjadi pegangan untuk melestarikan budaya Ile Ape ke depan,” tutur Nadus.
Vinsensius Belawa Lemaking dalam pemaparannya menjelaskan inti dari pertemuan berbalut budaya yang digagas ini. “Budaya adalah bagian dari hidup saya. Hukum negara bisa dimanipulasi oleh manusia tetapi hukum adat tidak. Jika salah maka salah, dan risikonya ditanggung yang bersangkutan hingga tujuh turunan. Hal ini menjadi dasar mengapa politik harus disandingkan dengan adat agar tatanan hidup masyarakat dapat berjalan dengan baik. Siapapun politisi jika ia berjalan dengan adat pasti tidak akan menyimpang, sebab jika ia ingkar janji risikonya ditanggung sendiri,” papar Lemaking yang juga penulis buku Kekuatan Spiritual Pesta Kacang Lewohala.
“Sebagai anak tanah Ile Ape yang lahir dan dibesarkan dalam adat tradisi luhur nenek moyang, saya paham benar akan nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya. Oleh sebab itu, ini semua tradisi baik ini terutama ritual pesta kacang yang ada di semua kampung adat, Lewuhala, Lewotolok, Napaulun, Atawatung, Lamariang wajib dilestarikan, dibuat dalam aturan pemerintah. Muatan lokal di sekolah perlu mendapat penekanan dan juga memindahkan bahasa koda atau tutur ke dalam bahasa tulisan agar tidak tersapu oleh zaman yang semakin berkembang,” ungkap Dosen Kesehatan dan juga pemerhati Pendidikan NTT ini. (*)