Aksinews.id/Kupang – Pernyataan Kapolres Lembata, AKBP Josephine Vivick Tjangkung mengenai kandungan zat kapur dalam air di Lembata, mengundang perhatian Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Citra Bangsa (UCB) Vinsen Belawa Making, SKM.,M.Kes.
Menurut Belawa Making, tubuh manusia juga membutuhkan zat kapur, termasuk yang terlarut dalam air. Akan tetapi, Kementerian Kesehatan sudah mematok batas maksimum kandungan zat kapur dalam air. Jika berlebih, kata dia, akan membahayakan tubuh manusia sendiri.
Ya, “Zat kapur atau bahasa lainnya kalsium adalah zat yang penting bagi tubuh manusia. Kekurangan zat kapur, dapat mengakibatkan terganggunya sistem dalam tubuh kita. Hal ini dikarenakan zat kapur sangat diperlukan antara lain untuk pembangun struktur tulang dan gigi,” jelas Belawa Making, kepada aksinews.id, Selasa (9/5/2023).
Selain itu, sambung dia, zat kapur dalam tubuh juga berperan untuk menggerakkan otot dan sebagai neurotransmitter atau penghubung jaringan syaraf. “Fungsi lainnya dari zat kapur adalah untuk membantu pembuluh darah dalam mengalirkan darah ke seluruh tubuh serta membantu produksi hormon dan enzim bagi sistem tubuh manusia,” jelas pria asal Ile Ape, Lembata ini.
“Secara umum, zat kapur atau kalsium terkandung dalam berbagai macam makanan alami seperti sayur-sayuran hijau, beberapa jenis ikan seperti sarden, tuna dan salmon. Selain itu, kalsium atau zat kapur ini ada juga dalam beberapa produk olahan lanjutan seperti susu, yoghurt, keju, sereal dan kedelai,” ujarnya.
Vinsen Belawa Making juga menuturkan bahwa dari hasil penelitian diketahui pada umumnya orang Indonesia masih banyak yang kekurangan kalsium. “Oleh sebab itu, sebenarnya air yang mengandung zat mineral seperti kapur justru membantu memenuhi kekurangan asupan tersebut. Namun memang perlu ada batasan tertentu dalam air. Sesuai permenkes no 492 tahun 2010 batas maksimum zat kapur dalam air hanya boleh 500mg/l. Apabila di atas ambang batas ini maka akan berbahaya bagi tubuh,” jelas dia.
Belawa Making mengaku belum memperoleh data terkait kandungan zat kapur dalam air di Lembata. “Apabila benar demikian (tinggi zat kapur dalam air-Red) maka tentu ini menjadi awasan buat semua pihak. Satu hal positifnya bahwa jarang terjadi kasus osteoporosis atau tulang keropos pada warga Lembata, namun negatifnya justru infeksi saluran kencing atau kencing batu, prostat dan ginjal lebih banyak. Hal ini benar ada indikasi tingginya zat kapur dalam air yang ada di Lembata,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Belawa Making menawarkan beberapa solusi dalam mengkonsumsi air dengan zat kapur yang tinggi. “Kita sepakat dengan apa yang telah disampaikan ibu Kapolres Lembata bahwa seluruh warga harus merawat sumber air bersih yang ada. Juga, pihak terkait untuk terus melakukan uji kualitas air secara berkala. Ketika memasak air dan terdapat endapan zat kapur, maka lakukan penyaringan atau endapkan hingga jernih baru dikonsumsi,” saran dia.
“Intinya konsumsi air putih lebih banyak karena lebih banyak kasus kencing batu atau ginjal karena kurang minum air putih. Juga, kurangi konsumsi minuman beralkohol,” tutup Sekretaris Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Provinsi NTT, ini.(AN-01)